Modal sosial (social capital) cukup sering dikaitkan dengan
persoalan pemberdayaan. Kurang keren rasanya jika pada satu diskusi tentang
pemberdayaan tidak mengangkat hal ini. Akan terasa kurang sosial jika melulu
hanya menyebut-nyebut SDM belaka. SDM sudah “kuno”.
Konsep “sumberdaya manusia” (SDM) di Indonesia
sudah sangat populer. Konsep ini menjadi landasan dalam merancang berbagai
strategi pengembangan manusia. Banyak nama proyek dan program menggunakan frasa
“pengembangan sumberdaya manusia”, bahkan di Kementan juga ada
Badan Sumberdaya Manusia. Dalam konsep SDM ini, diasumsikan bahwa manusia dapat
dikembangkan sebagai individu demi indvidu. Jika individu-individu dalam
masyarakat berpendidikan baik, sehat, dan memiliki motivasi tinggi; maka
diyakini akan mampu mendorong perubahan.
Saya ingin tekankan, jika kita hanya
bicara “sumberdaya manusia” (human resources), artinya
kita belum lengkap bicara masyarakat. Konsep SDM tidak lengkap karena hanya bertolak dari konsep human capital, human labour, dan intelectual capital, yang
cenderung melihat manusia secara sempit. Disini manusia lebih dipandang sebagai
objek ekonomi, atau sebagai kapital agar ekonomi suatu perusahaan maupun sebuah
wilayah ekonomi dapat berjalan.
Agar kita bisa melihat manusia secara lebih utuh,
maka satu lagi alat yang dibutuhkan adalah menambahkan konsep “social capital” (modal sosial). Hanya
dengan memadukan konsep human capital dan
social capital, maka analisis kita kepada masyarakat manusia
menjadi lengkap, karena keduanya sesungguhnya saling melengkapi. Jika konsep human capital merupakan hasil dari
pemikiran para ahli ekonomi, maka social
capital merupakan sumbangan dari ahli-ahli ilmu sosial. Social capital melengkapi pendekatan
individual otonom yang merupakan karakter utama ilmu ekonomi dalam melihat
manusia.
Perbedaan secara diametris antara human capital dan social capital dapat dilihat pada matrik berikut. Jika masyarakat bisa divisualisasikan dengan
seperangkat titik-titik dan garis-garis, dimana titik adalah simbol manusia dan
garis simbol relasi antar manusia; maka human
capital hanya bicara “titik” sedangkan social
capital bicara “garis”.
Perbedaan
antara human
capital dan social capital
Human capital
|
Social capital
|
Secara umum, sumberdaya manusia dimaknai sebagai “the persons employed in a business or organization”. Manusia adalah sumberdaya untuk menggerakkan bisnis.
|
Dalam
sosiologi, social capital adalah “...the expected collective
or economic benefits derived from the preferential treatment and cooperation
between individuals and groups”.
|
Fokus perhatian pada individu, yakni pada individual agent.
|
Fokus kepada relasi yang terjadi
antar individu, Pada relationship nya.
|
Jika sekumpulan orang (komunitas) digambarkan
dengan sejumlah titik dan garis, maka ia memperhatikan “titik”
|
Memperhatikan “garis” yang menghubungkan dua titik.
|
Strategi pengembangan SDM yang dipilih adalah melalui peningkatan kapasitas individual manusia, misalnya
peningkatan pengetahuan dan keterampilan.
|
Strategi pengembangan SDM melalui
proses belajar berupa social learning, group learning, dan lain-lain.
|
Relasi sosial di masyarakat diperbaiki dengan
memperbaiki orang-orangnya.
|
Orang-orang
diperbaiki dari relasi sosialnya.
|
Memandang bahwa manusia adalah kapital untuk membangun ekonomi belaka
|
Memandang bahwa manusia bersifat
multidimensi, tidak sekedar sebagai sumberdaya ekonomi belaka. Manusia memiliki sisi religius, sosial dan juga etika dan
estetika.
|
Indikator pengukuran kemampuan SDM adalah melalui tingkat pendidikan, jumlah pelatihan, umur, dan keahlian yang dimiliki individu-individu, serta juga
produktivitas kerja
|
Indikator pengukuran
melalui norma, kepercayaan (trust level), jaringan sosial,
dan resiprositas yang terbentuk dalam komunitas.
Bisa pula mengukur kekompakan sosial (social
cohesion), serta nilai dan norma sosial kelompok.
|
Bidang keilmuan yang memperhatikan terutama ekonomi, ekonomi industri,
dan manajemen SDM
|
Kalangan sosiologi, sosiologi ekonomi, dan mungkin
juga ekonomi kelembagaan.
|
Dalam konsep human capital, manusia dilihat sebagai objek individual, merupakan kapital ekonomi, dan pengembangannya adalah dengan peningkatan kapasitas individual misalnya berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Sebaliknya, social capital melihat manusia sebagai makhluk sosial, yaitu bentuk relasi apa yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia lain.
Manusia adalah kapital. Dalam pengertian
tradisional, SDM adalah manusia yang ada dalam perusahaan dan bidang bisnis
lain, yang menunjuk kepada individu-individu dalam perusahaan, berkaitan dengan
rekruitmen, penggajian, pelatihan, dan lain-lain. Dalam pengertian ini,
biasanya digunakan istilah “labor”. Ini merupakan pemaknaan yang sempit, yang
hanya melihat pada aspek keterampilan dan kemampuan manusia dalam konteks “employment”. Dalam pengertian yang
sederhana ini, manusia hanyalah faktor produksi dan sekaligus komoditas yang
cenderung homogen dan dapat dengan mudah dipindahkan dan dipertukarkan dari
satu tempat ke tempat lain, dari satu perusahaan ke perusahaan lain. SDM sama
dengan "physical means of production",
ibarat mesin dalam sebuah pabrik.
Dalam pandangan yang lebih modern, manusia (human beings) tidak hanya dipandang
semata-mata sebagai sumber daya yang pasif dan bekerja sesuai kontrak belaka,
namun dipandang sebagai makhluk sosial (social
beings) yang dicirikan oleh daya kreatifitasnya yang tak dapat dikalahkan
oleh makhluk lain di bumi ini. Manusia dihargai karena memiliki intellectual capital.
Kenapa penting mempelajari dan mengembangkan social capital dalam masyarakat? Karena
dengan individu-individu berkualifikasi baik belum jaminan akan terciptanya sebuah kemajuan.
Gampangnya begini: jika lima orang doktor ditugaskan merencanakan dan menjalankan satu program ke desa, belum jaminan akan berhasil jika di antara mereka
tidak ada modal sosial yang berkembang.
Konsep social
capital merupakan pelengkap dari banyak kapital yang sudah berkembang
sebelumnya, yaitu natural capital,
financial capital, physical capital, human capital, human made capital, dan
intelectual capital. Social capital
merupakan syarat penting untuk menggerakkan sebuah organisasi, bahkan untuk
pembangunan. Untuk itu, social capital
harus dikenali dan dikembangkan pula.
Konsep social
capital dapat diterapkan untuk upaya pemberdayaan masyarakat. World Bank
memberi perhatian yang tinggi dengan mengkaji peranan dan implementasi social capital khususnya untuk
pengentasan kemiskinan di negara-negara berkembang. Menurut World Bank, social capital adalah “…a society includes the institutions, the
relationships, the attitudes and values that govern interactions among people
and contribute to economic and social development”. Social capital menjadi
semacam perekat yang mengikat semua orang dalam masyarakat. Di dalamnya
berjalan “nilai saling berbagi” (shared
values) serta pengorganisasian peran-peran (rules) yang diekspresikan dalam hubungan-hubungan personal (personal relationships), kepercayaan (trust), dan common sense tentang tanggung jawab bersama.
Jadi, elemen utama dalam social capital mencakup norms,
reciprocity, trust, dan network. Social
capital tercipta dari ratusan sampai ribuan interaksi antar orang setiap
hari. Ia tidak berlokasi di diri pribadi atau dalam struktur sosial, tapi pada space between people. Social capital merupakan fenomena yang
tumbuh dari bawah, yang berasal dari orang-orang yang membentuk koneksi sosial
dan network yang didasarkan atas
prinsip kepercayaan dalam hubungan yang saling menguntungkan (mutual reciprocity). Ia tidak dapat
diciptakan oleh seorang individual, namun sangat tergantung kepada kapasitas
masyarakat. Beberapa pendekatan pembangunan yang telah menggunakan konsep social capital misalnya adalah
pendekatan Community Development dan
Communiy Based Management. *******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar