Kamis, 26 Januari 2017

Ekonomi Kerakyatan vs Ekonomi Neo Klasik

“Ekonomi kerakyatan” merupakan asli istilah Indonesia. Saya agak bingung mencari lawannya apa, karena banyak cabang dan nama untuk ilmu ekonomi. Akhirnya, disini lawannya Saya pilih “ekonomi kapitalisme-liberal” saja, sebagai istilah umum yang banyak dipakai di media massa untuk menyebut ekonomi secara umum.
Ada tiga istilah yang satu sama lain saling berdekatan, namun adakalanya juga saling dipertukarkan. Ketiganya itu adalah “ekonomi rakyat”, “ekonomi kerakyatan”, dan “Ekonomi Pancasila”. Semuanya berasal dari ilmuwan Indonesia, sebagai upaya mencari bentuk konsep ekonomi alternatif yang dirasa lebih sesuai bagi Indonesia. Dan sekaligus, sebagai bentuk kritik terhadap teori-teori ekonomi dari Barat yang dirasa kurang tepat. 

Banyak kritik yang dialamatkan terhadap ilmu ekonomi. Kritik terhadap ekonomi ortodoks yang paling keras misalnya datang dari Paul Ormerod dalam bukunya The Death of Economics (tahun 1994), yang menyatakan “tidak ada sebuah model ekonomi yang bisa dipakai dimana saja”. Para forecaster telah beralih ke pendekatan perkiraan pribadi (judgmental adjustmenst) dari model-model ekonomi makro lama. Lebih jauh ia menyarankan: “Ekonomi perlu menggunakan analisis ex-post, yaitu mempelajari setelah sebuah peristiwa terjadi. Yaitu seperti paleontologi (ilmu tentang fosil), astronomi dan klimatologi; yang teorinya dibangun dari data-data yang dikumpulkan secara nyata bertahun-tahun”. Berikut disampaikan perbedaan ekonomi kapitalisme liberal dengan ekonomi kerakyatan, walau agak berat ke perspektifnya paham “ekonomi kerakyatan”

Perbedaan ekonomi (kapitalisme liberal) dengan ekonomi kerakyatan (menurut penganut ekonomi kerakyatan)
Ekonomi (kapitalisme liberal)
Ekonomi kerakyatan
Dalam bahasa koran sering disebut dengan istilah “ekonomi Barat”, atau “ekonomi neoklasik” untuk sebutan ilmiahnya.
Disebut juga dengan “ekonomi rakyat” atau “ekonomi Pancasila”
Memahami manusia sebagai ”homo ekonomikus”, bukan sebagai ”homo moralis” atau ”homo socius”
Memahami manusia sekaligus sebagai ”homo ekonomikus”, juga ”homo moralis” dan”homo socius”
Bagus untuk mencapai pertumbuhan dan kemajuan nasional.
Bagus untuk mencapai pemerataan dan mewujudkan keadilan sosial.
Diajarkan sebagai ilmu yang super spesialistik dan matematik, sehingga sifatnya sebagai ilmu sosial menjadi hilang. Terlalu berlebihan dalam menggunakan matematika, dan seolah lupa bahwa ia adalah ilmu sosial.
Tidak memisahkan masalah ekonomi dari politik dan budaya. Indonesia yang memiliki karakter sosiobudaya yang unik membutuhkan ilmu eknomi yang sesuai.
Cirinya adalah kuatnya peran modal dan akumulasi modal, sehingga semakin besar semakin kuat. Sangat kapitalistik. Pelaku kecil akan tersingkir.
Adalah suatu bentuk ekonomi yang pelakunya adalah masyarakat banyak yang lemah, bukan sebagai tenaga kerja, tapi sebagai pemilik. Mengandalkan sumber daya ekonomi setempat, dan nilai tambahnya pun kembali kepada masyarakat setempat tersebut.
Kurang demokratis, hanya yang kuat yang akan menang. Semakin besar modal semakin efisien, sehingga semakin terdorong berkembang.
Lebih demokratis, lebih induktif, disesuaikan dengan kondisi sosiokultural masyarakat Indonesia. Memiliki kandungan kemandirian, kemerataan, dan keswadayaan di dalamnya.
Ada banyak ahlinya, yakni dari Mazhab Austria dengan tokohnya Carl Menger, Friedrich von Weiser, dan Eugen Von Bohm Bawerk; Mazhab Lausanne yaitu Leon Warlas dan Vilfredo Pareto, dan Madzab Cambridge dengan tokohnya Alfred Marshall.
Tokohnya terbatas, yakni Bung Hatta, Prof. Mubyarto, Presiden Sukarno, dan Prof. Sri Edi Swasono.

Istilah “ekonomi rakyat” pertama dirintis oleh Bung Hatta, untuk menunjuk kepada sektor kegiatan ekonomi orang kecil (wong cilik) yang sering kali disebut sebagai sektor informal (Bung Hatta dalam Daulat Rakyat, 1931). Bung Hatta menulis artikel berjudul “Ekonomi Rakyat dalam Bahaya”, sedangkan Bung Karno dalam pembelaan di Landraad Bandung Agustus 1930 menulis nasib ekonomi rakyat sebagai: “Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan” (Soekarno, 1930).
Ekonomi rakyat adalah kancah kegiatan ekonomi orang kecil (wong cilik), yang karena merupakan kegiatan keluarga, tidak merupakan usaha formal berbadan hukum, tidak secara resmi diakui sebagai sektor ekonomi yang berperanan penting dalam perekonomian nasional. Dalam literatur ekonomi pembangunan ia disebut sektor informal, “underground economy”, atau “extralegal sector”. Belakangan, tambahan “sektor informal” ini dikritik banyak pihak. Sektor ekonomi rakyat tidak sama dengan sektor informal, karena sektor informal cenderung diartikan sebagai pelaku-pelaku ekonomi yang tidak berbadan hukum yang selalu “melanggar hukum”.

Istilah “ekonomi kerakyatan” secara resmi dicantumkan dalam Ketetapan MPR yaitu Tap Ekonomi Kerakyatan No. XVI tahun 1998. Istilah ini semakin mantap ketika telah masuk pada berbagai produk hukum dan kebijakan, misalnya dalam UU No. 25/2000 tentang Propenas (Mubyarto, 2002). Namun akhir-akhir ini, istilah “ekonomi rakyat” dihindari, dan salah satu gantinya adalah dengan sebutan UKM (Usaha Kecil dan Menengah) yang berasal dari istilah Small and Medium Enterprises (SME).

Pada prinsipnya, ekonomi kerakyatan ataupun ekonomi rakyat, adalah sistem ekonomi yang demokratis yang melibatkan seluruh kekuatan ekonomi rakyat. Ekonomi kerakyatan menunjuk pada sila ke-4 Pancasila, yang menekankan pada sifat demokratis sistem ekonomi Indonesia. Dalam demokrasi ekonomi Indonesia, produksi tidak hanya dikerjakan oleh sebagian warga tetapi oleh semua warga masyarakat, dan hasilnya dibagikan kepada semua anggota masyarakat secara adil dan merata (penjelasan pasal 33 UUD 1945). Artinya, ekonomi rakyat memegang kunci kemajuan ekonomi nasional di masa depan, dan sistem ekonomi Pancasila merupakan “aturan main etik” bagi semua perilaku ekonomi di semua bidang kegiatan ekonomi (Mubyarto, 2002).

Sementara itu, “Ekonomi Pancasila” juga digulirkan salah satunya oleh Mubyarto (1981), sebagai lawan dari konsep kapitalisme liberal. Pada hakekatnya, sistem Ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi pasar yang memihak pada upaya-upaya mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat. Ia memihak pada pengembangan pertanian rakyat, perkebunan rakyat, peternakan rakyat, atau perikanan rakyat. Sistem Ekonomi Pancasila adalah “aturan main” kehidupan ekonomi atau hubungan-hubungan ekonomi antar pelaku-pelaku ekonomi yang didasarkan pada etika atau moral Pancasila (Mubyarto, 2003). Disini, pemerintah dan masyarakat memihak pada (kepentingan) ekonomi rakyat sehingga terwujud kemerataan sosial dalam kemakmuran dan kesejahteraan. Inilah sistem ekonomi kerakyatan yang demokratis yang melibatkan semua orang dalam proses produksi dan hasilnya juga dinikmati oleh semua warga masyarakat.

Ekonomi kerakyatan adalah suatu sistem ekonomi yang demokratis. Pengertian demokrasi ekonomi termuat lengkap dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi: Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Tekanan dalam ekonomi rakyat adalah pada kegiatan produksi - bukan konsumsi - sehingga buruh pabrik tidak masuk dalam profesi atau kegiatan ekonomi rakyat, karena buruh adalah bagian dari unit produksi yang lebih luas yaitu pabrik atau perusahaan. Meskipun sebagian perusahaan yang dikenal sebagai UKM (Usaha Kecil Menengah) dapat dimasukkan sebagai ekonomi rakyat, namun sebagian besar kegiatan ekonomi rakyat tidak dapat disebut sebagai ”usaha” atau ”perusahaan” (firm) seperti yang dikenal dalam ilmu ekonomi perusahaan. ********


Tidak ada komentar:

Posting Komentar