“Ekonomi
kerakyatan” merupakan asli istilah Indonesia. Saya agak bingung mencari
lawannya apa, karena banyak cabang dan nama untuk ilmu ekonomi. Akhirnya,
disini lawannya Saya pilih “ekonomi
kapitalisme-liberal” saja, sebagai istilah umum yang banyak dipakai di media
massa
untuk menyebut ekonomi secara umum.
Ada tiga
istilah yang satu sama lain saling berdekatan, namun adakalanya juga saling
dipertukarkan. Ketiganya itu adalah “ekonomi rakyat”, “ekonomi kerakyatan”, dan
“Ekonomi Pancasila”. Semuanya berasal dari ilmuwan Indonesia, sebagai upaya
mencari bentuk konsep ekonomi alternatif yang dirasa lebih sesuai bagi
Indonesia. Dan sekaligus, sebagai bentuk kritik terhadap teori-teori ekonomi
dari Barat yang dirasa kurang tepat.
Banyak kritik
yang dialamatkan terhadap ilmu ekonomi. Kritik terhadap ekonomi ortodoks yang
paling keras misalnya datang dari Paul Ormerod dalam
bukunya The Death of Economics (tahun
1994),
yang menyatakan “tidak ada sebuah model ekonomi yang bisa dipakai dimana saja”.
Para forecaster telah beralih ke
pendekatan perkiraan pribadi (judgmental adjustmenst)
dari model-model ekonomi makro lama. Lebih jauh ia menyarankan: “Ekonomi perlu menggunakan analisis ex-post,
yaitu mempelajari setelah sebuah peristiwa terjadi. Yaitu seperti paleontologi
(ilmu tentang fosil), astronomi dan klimatologi; yang teorinya dibangun dari
data-data yang dikumpulkan secara nyata bertahun-tahun”. Berikut disampaikan perbedaan ekonomi kapitalisme liberal dengan ekonomi
kerakyatan, walau agak berat ke perspektifnya paham “ekonomi kerakyatan”
Perbedaan ekonomi (kapitalisme liberal) dengan ekonomi
kerakyatan (menurut penganut ekonomi kerakyatan)
Ekonomi (kapitalisme liberal)
|
Ekonomi kerakyatan
|
Dalam bahasa koran sering
disebut dengan istilah “ekonomi Barat”, atau “ekonomi neoklasik” untuk
sebutan ilmiahnya.
|
Disebut juga dengan “ekonomi
rakyat” atau “ekonomi Pancasila”
|
Memahami manusia sebagai ”homo ekonomikus”, bukan sebagai ”homo moralis” atau ”homo
socius”.
|
Memahami
manusia sekaligus sebagai ”homo
ekonomikus”, juga ”homo
moralis” dan”homo socius”.
|
Bagus untuk mencapai
pertumbuhan dan kemajuan nasional.
|
Bagus untuk
mencapai pemerataan dan mewujudkan keadilan sosial.
|
Diajarkan sebagai ilmu
yang super spesialistik dan matematik, sehingga sifatnya sebagai ilmu sosial
menjadi hilang.
Terlalu berlebihan dalam menggunakan matematika,
dan seolah lupa bahwa ia adalah ilmu sosial.
|
Tidak memisahkan
masalah ekonomi dari politik dan budaya. Indonesia yang memiliki karakter sosiobudaya yang unik membutuhkan ilmu
eknomi yang sesuai.
|
Cirinya adalah kuatnya peran
modal dan akumulasi modal, sehingga semakin besar semakin kuat. Sangat
kapitalistik. Pelaku kecil akan tersingkir.
|
Adalah
suatu bentuk ekonomi yang pelakunya adalah masyarakat banyak yang lemah,
bukan sebagai tenaga kerja, tapi sebagai pemilik. Mengandalkan sumber daya
ekonomi setempat, dan nilai tambahnya pun kembali kepada masyarakat setempat
tersebut.
|
Kurang demokratis, hanya yang
kuat yang akan menang. Semakin besar modal semakin efisien, sehingga semakin
terdorong berkembang.
|
Lebih demokratis, lebih induktif, disesuaikan dengan kondisi sosiokultural
masyarakat Indonesia. Memiliki kandungan
kemandirian, kemerataan, dan keswadayaan di dalamnya.
|
Ada
banyak ahlinya, yakni dari Mazhab Austria dengan tokohnya Carl Menger, Friedrich von
Weiser, dan Eugen Von Bohm Bawerk; Mazhab Lausanne yaitu Leon
Warlas dan Vilfredo Pareto, dan Madzab Cambridge dengan tokohnya Alfred
Marshall.
|
Tokohnya terbatas,
yakni Bung Hatta,
Prof. Mubyarto, Presiden Sukarno, dan Prof.
Sri Edi Swasono.
|
Istilah
“ekonomi rakyat” pertama dirintis oleh Bung Hatta, untuk menunjuk kepada sektor
kegiatan ekonomi orang kecil (wong cilik)
yang sering kali disebut sebagai sektor informal (Bung
Hatta dalam Daulat Rakyat, 1931). Bung Hatta menulis artikel berjudul “Ekonomi Rakyat dalam
Bahaya”, sedangkan Bung Karno dalam pembelaan di Landraad Bandung Agustus 1930 menulis
nasib ekonomi rakyat sebagai: “Ekonomi
Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan”
(Soekarno, 1930).
Ekonomi rakyat adalah kancah
kegiatan ekonomi orang kecil (wong cilik),
yang karena merupakan kegiatan keluarga, tidak merupakan usaha formal berbadan
hukum, tidak secara resmi diakui sebagai sektor ekonomi yang berperanan penting
dalam perekonomian nasional. Dalam literatur ekonomi pembangunan ia disebut sektor
informal, “underground economy”, atau “extralegal sector”.
Belakangan, tambahan “sektor informal” ini dikritik banyak pihak. Sektor ekonomi
rakyat tidak sama dengan sektor informal, karena sektor informal
cenderung diartikan sebagai pelaku-pelaku ekonomi yang tidak berbadan hukum yang selalu “melanggar hukum”.
Istilah
“ekonomi kerakyatan” secara resmi dicantumkan dalam Ketetapan MPR yaitu Tap
Ekonomi Kerakyatan No. XVI tahun 1998. Istilah ini semakin mantap ketika telah
masuk pada berbagai produk hukum dan kebijakan, misalnya dalam UU No. 25/2000
tentang Propenas (Mubyarto, 2002). Namun
akhir-akhir ini, istilah “ekonomi
rakyat” dihindari, dan salah satu gantinya
adalah dengan sebutan UKM
(Usaha Kecil dan Menengah) yang berasal dari istilah Small and Medium
Enterprises (SME).
Pada
prinsipnya, ekonomi kerakyatan ataupun ekonomi rakyat, adalah sistem ekonomi
yang demokratis yang melibatkan seluruh kekuatan
ekonomi rakyat. Ekonomi kerakyatan menunjuk pada sila ke-4 Pancasila, yang
menekankan pada sifat demokratis sistem ekonomi Indonesia. Dalam demokrasi
ekonomi Indonesia, produksi tidak hanya dikerjakan oleh sebagian warga tetapi
oleh semua warga masyarakat, dan hasilnya dibagikan kepada semua anggota
masyarakat secara adil dan merata (penjelasan pasal 33 UUD 1945). Artinya,
ekonomi rakyat memegang kunci kemajuan ekonomi nasional di masa depan, dan
sistem ekonomi Pancasila merupakan “aturan main etik” bagi semua perilaku
ekonomi di semua bidang kegiatan ekonomi (Mubyarto, 2002).
Sementara
itu, “Ekonomi Pancasila” juga digulirkan salah satunya oleh Mubyarto (1981),
sebagai lawan dari konsep kapitalisme liberal. Pada hakekatnya, sistem Ekonomi Pancasila adalah
sistem ekonomi pasar yang memihak pada upaya-upaya mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat. Ia memihak pada pengembangan pertanian rakyat,
perkebunan rakyat, peternakan rakyat, atau perikanan rakyat. Sistem Ekonomi
Pancasila adalah “aturan main” kehidupan ekonomi atau hubungan-hubungan ekonomi
antar pelaku-pelaku ekonomi yang didasarkan pada etika atau moral Pancasila
(Mubyarto, 2003). Disini, pemerintah dan masyarakat memihak pada
(kepentingan) ekonomi rakyat sehingga terwujud kemerataan sosial dalam
kemakmuran dan kesejahteraan. Inilah sistem ekonomi kerakyatan yang demokratis
yang melibatkan semua orang dalam proses produksi dan hasilnya juga dinikmati
oleh semua warga masyarakat.
Ekonomi
kerakyatan adalah suatu
sistem ekonomi yang demokratis. Pengertian demokrasi ekonomi termuat lengkap
dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi: “Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau
pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan
bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan
itu ialah koperasi. Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran
bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak,
tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat yang
banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang
banyak boleh ada di tangan orang-seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Tekanan dalam ekonomi rakyat adalah
pada kegiatan produksi - bukan
konsumsi - sehingga buruh
pabrik tidak masuk dalam profesi atau kegiatan ekonomi rakyat, karena
buruh adalah bagian dari unit produksi yang lebih luas yaitu pabrik atau
perusahaan. Meskipun sebagian perusahaan yang dikenal sebagai UKM (Usaha Kecil Menengah)
dapat dimasukkan sebagai ekonomi rakyat,
namun sebagian besar kegiatan ekonomi rakyat tidak dapat disebut sebagai
”usaha” atau ”perusahaan” (firm) seperti yang dikenal dalam ilmu ekonomi
perusahaan. ********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar