Sebagian pihak,
ada yang membedakan partisipasi atas dua bentuk saja, yaitu yang manipulatif
dan yang mandiri-demokratis. Konsep
partisipasi manipulatif misalnya disebut secara jelas oleh Arnstein (1969) yang
mengklasifikasikan tingkat partisipasi menjadi
delapan level. Yang terendah adalah manipulasi (manipulation). Partisipasi manipulatif jelas bukanlah
sebuah partisipasi. Masyarakat hanya diberitahu apa yang sedang atau telah terjadi. Ini baru sebatas “co-option”
dimana masyarakat hanya menjadi subjek,
dan tidak ada input apapun dari masyarakat
lokal yang dijadikan bahan. Yang sedikit lebih baik adalah “co-operation”, dimana terdapat
insentif meski proyek telah didesain pihak luar yang
menentukan seluruh agenda dan proses secara langsung.
Perbedaan antara partispasi manipulatif dengan partisipasi
mandiri-demokratis
Partisipasi manipulatif
|
Partisipasi mandiri-demokratis
|
Masyarakat berpartisipasi
dengan cara diberitahu apa yang sedang atau telah terjadi, hanya pengumuman sepihak oleh manajemen atau
pelaksana proyek tanpa memperhatikan
tanggapan masyarakat.
|
Masyarakat memegang kendali secara
penuh atas apa yang akan dikerjakan, bagaimana mengerjakan, dan melaksanakan
secara aktif. Kalangan profesional di luar masyarakat lebih sebagai mediator
dan pendukung saja.
|
Melibatkan warga yang masih sebatas sebagai representative democracy
|
Lebih
berbentuk sebagai upaya advokasi. Menciptakan berbagai kesempatan kepada
semua anggota populasi untuk terlibat dalam pembuatan keputusan dan
memperluas akses masyarakat ke berbagai bentuk peluang usaha dan ekonomi
|
Proses biasanya banyak diisi presentasi dan promosi
|
Banyak kegiatan yang tergolong
sebagai peningkatan kapasitas
|
Masyarakat pasif, hanya
menerima informasi
|
Masyarakat
aktif dan menentukan apa yang akan
mereka kerjakan
|
Metode yang dipakai berupa penyebaran leaflet, newsletter, dan displays
|
Berupa advice, dukungan politis, dan dukungan pendanaan
|
Posisi pemerintah hanya
menyampaikan, dengan mengatakan: “Ini yang sedang kami kerjakan”
|
Pemerintah
berujar: “Kami dapat membantu anda mencapai yang anda inginkan
dalam kerangka ini”
|
Partisipasi
mandiri-demokratis atau bisa juga disebut “self
mobilization” adalah dimana masyarakat
berpartisipasi dengan mengambil inisiatif secara bebas tanpa ditekan pihak luar. Jikapun masyarakat
melakukan kontak dengan pihak-pihak lain, hanya untuk mendapatkan bantuan-bantuan
teknis dan sumberdaya. Masyarakatlah pemegang kendali atas pemanfaatan segala sumberdaya
yang ada. Sebagian pihak
menyebut ini dengan “co-learning” dimana masyarakat lokal dan luar saling
membagi pengetahuannya, untuk memperoleh saling pengertian, dan berkejasama
untuk merencanakan aksi, sementara pihak luar hanya memfasilitasi. Masyarakat
lokal menyusun dan melaksanakan agendanya sendiri, bahkan pihak luar dapat
absen sama sekali.
Dalam
berjalannya waktu, terjadi berbagai redefinisi terhadap partisipasi. Dalam
praktek konvensional, seringkali hanya diminta partisipasi masyarakat sebagai
donor atau sukarelawan (voluntary)
dalam pembangunan. Sehingga yang terjadi hanyalah fenomena “partisipasi yang
dibayar”, dimana partisipasi hanya muncul jika ada proyek dengan kucuran dana
dari atas. Dalam tiga dasawarsa belakangan ini telah muncul sebuah spektrum
makna dan semangat baru untuk melakukan partisipasi secara berbeda, dimana
konsep partisipasi komunitas (community
participation) berbeda secara esensial dengan partisipasi politik.
Akhir-akhir
ini telah lahir konvergensi antara hasrat pelibatan masyarakat dalam perumusan
kebijakan dan implementasinya dengan terciptanya good governance. Telah pula diupayakan mencari berbagai bentuk baru
partisipasi yang bersifat lebih langsung. Intinya adalah bagaimana masyarakat dapat ikut
mempengaruhi pemerintah dan memaksa mereka agar lebih accountable. Ada perubahan bentuk dan tekanan pada demokrasi,
sebagaimana tabel berikut (Cornwall and Gaventa, 2001)
Perbedaan partisipasi model lama dengan model baru
Model Lama
|
Model Baru
|
Fokus
kegiatan hanya kepada pihak pemanfaat (beneficiary)
|
Fokus lebih luas, yakni kepada warga nergara (citizen)
|
Diimplementasikan dalam
proyek-proyek, yang biasanya dijalankan dalam jangka setahun
|
Masuk ke lingkup kebijakan, sehingga lebih fundamental, dan
berjangka agak panjang.
|
Lebih berbentuk konsultasi
|
Berbentuk pengambilan keputusan (decision-making)
|
Lebih sebagai pendekatan (appraisal)
|
Lebih nyata, karena menekankan pada implementasi.
|
Umumnya
dijalankan pada level mikro, sehingga dampaknya pun
terbatas.
|
Lebih luas, mencakup sebagiannya pada level makro
|
Partisipasi sebagai alat sudah umum dibicarakan, namun
partisipasi sebagai tujuan masih menjadi perdebatan. Dalam konteks
pembangunan, partisipasi sudah sangat diterima sebagai alat yang esensial.
Partisipasi sebagai tujuan adalah “supporting
people in articulating and negotiating their interest at the social, institutional,
and policy-making levels in the partner country”. ******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar