Kamis, 26 Januari 2017

Partisipasi Manipulatif vs Partisipasi Mandiri-Demokratis

Sebagian pihak, ada yang membedakan partisipasi atas dua bentuk saja, yaitu yang manipulatif dan yang mandiri-demokratis. Konsep partisipasi manipulatif misalnya disebut secara jelas oleh Arnstein (1969) yang mengklasifikasikan tingkat partisipasi menjadi delapan level. Yang terendah adalah manipulasi (manipulation). Partisipasi manipulatif jelas bukanlah sebuah partisipasi. Masyarakat hanya diberitahu apa yang sedang atau telah terjadi. Ini baru sebatas “co-option dimana masyarakat hanya menjadi subjek, dan tidak ada input apapun dari masyarakat lokal yang dijadikan bahan. Yang sedikit lebih baik adalah “co-operation, dimana terdapat insentif meski proyek telah didesain pihak luar yang menentukan seluruh agenda dan proses secara langsung.

Perbedaan antara partispasi manipulatif dengan partisipasi mandiri-demokratis
Partisipasi manipulatif
Partisipasi mandiri-demokratis

Masyarakat berpartisipasi dengan cara diberitahu apa yang sedang atau telah terjadi, hanya pengumuman sepihak oleh manajemen atau pelaksana proyek tanpa memperhatikan tanggapan masyarakat.

Masyarakat memegang kendali secara penuh atas apa yang akan dikerjakan, bagaimana mengerjakan, dan melaksanakan secara aktif. Kalangan profesional di luar masyarakat lebih sebagai mediator dan pendukung saja.
Melibatkan warga yang masih sebatas sebagai representative democracy
Lebih berbentuk sebagai upaya advokasi. Menciptakan berbagai kesempatan kepada semua anggota populasi untuk terlibat dalam pembuatan keputusan dan memperluas akses masyarakat ke berbagai bentuk peluang usaha dan ekonomi
Proses biasanya banyak diisi presentasi dan promosi
Banyak kegiatan yang tergolong sebagai peningkatan kapasitas
Masyarakat pasif, hanya menerima informasi
Masyarakat aktif dan menentukan apa yang akan mereka kerjakan
Metode yang dipakai berupa penyebaran leaflet, newsletter, dan displays
Berupa advice, dukungan politis, dan dukungan pendanaan
Posisi pemerintah hanya menyampaikan, dengan mengatakan: “Ini yang sedang kami kerjakan
Pemerintah berujar:Kami dapat membantu anda mencapai yang anda inginkan dalam kerangka ini

Partisipasi mandiri-demokratis atau bisa juga disebut “self mobilization” adalah dimana masyarakat berpartisipasi dengan mengambil inisiatif secara bebas tanpa ditekan pihak luar. Jikapun masyarakat melakukan kontak dengan pihak-pihak lain, hanya untuk mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumberdaya. Masyarakatlah pemegang kendali atas pemanfaatan segala sumberdaya yang ada. Sebagian pihak menyebut ini dengan “co-learning” dimana masyarakat lokal dan luar saling membagi pengetahuannya, untuk memperoleh saling pengertian, dan berkejasama untuk merencanakan aksi, sementara pihak luar hanya memfasilitasi. Masyarakat lokal menyusun dan melaksanakan agendanya sendiri, bahkan pihak luar dapat absen sama sekali.

Dalam berjalannya waktu, terjadi berbagai redefinisi terhadap partisipasi. Dalam praktek konvensional, seringkali hanya diminta partisipasi masyarakat sebagai donor atau sukarelawan (voluntary) dalam pembangunan. Sehingga yang terjadi hanyalah fenomena “partisipasi yang dibayar”, dimana partisipasi hanya muncul jika ada proyek dengan kucuran dana dari atas. Dalam tiga dasawarsa belakangan ini telah muncul sebuah spektrum makna dan semangat baru untuk melakukan partisipasi secara berbeda, dimana konsep partisipasi komunitas (community participation) berbeda secara esensial dengan partisipasi politik.
Akhir-akhir ini telah lahir konvergensi antara hasrat pelibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan dan implementasinya dengan terciptanya good governance. Telah pula diupayakan mencari berbagai bentuk baru partisipasi yang bersifat lebih langsung. Intinya  adalah bagaimana masyarakat dapat ikut mempengaruhi pemerintah dan memaksa mereka agar lebih accountable. Ada perubahan bentuk dan tekanan pada demokrasi, sebagaimana tabel berikut (Cornwall and Gaventa, 2001)

Perbedaan partisipasi model lama dengan model baru
Model Lama
Model Baru

Fokus kegiatan hanya kepada pihak pemanfaat (beneficiary)
Fokus lebih luas, yakni kepada warga nergara (citizen)
Diimplementasikan dalam proyek-proyek, yang biasanya dijalankan dalam jangka setahun
Masuk ke lingkup kebijakan, sehingga lebih fundamental, dan berjangka agak panjang.
Lebih berbentuk konsultasi
Berbentuk pengambilan keputusan (decision-making)
Lebih sebagai pendekatan (appraisal)
Lebih nyata, karena menekankan pada implementasi.
Umumnya dijalankan pada level mikro, sehingga dampaknya  pun terbatas.
Lebih luas, mencakup sebagiannya pada level makro


Partisipasi sebagai alat sudah umum dibicarakan, namun partisipasi sebagai tujuan masih menjadi perdebatan. Dalam konteks pembangunan, partisipasi sudah sangat diterima sebagai alat yang esensial. Partisipasi sebagai tujuan adalah “supporting people in articulating and negotiating their interest at the social, institutional, and policy-making levels in the partner country”. ******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar