Mengorganisasikan petani secara formal merupakan
pendekatan utama pemerintah untuk pemberdayaan petani. Hampir pada semua
program petani disyaratkan untuk berkelompok, dimana kelompok menjadi alat
untuk mendistribusikan bantuan (material atau uang tunai), dan sekaligus
sebagai wadah untuk berinteraksi baik antar peserta maupun dengan pelaksana
program. Namun, kelompok-kelompok tersebut tidak berkembang sesuai harapan.
Kapasitas keorganisasian mereka lemah, sehingga tidak mampu mendukung
pencapaian tujuan program (Bourgeois et
al., 2003), bahkan menjadi kendala dalam pelaksanaan program (PSEKP, 2006).
Memang tidak mudah membangun organisasi petani (Hellin et al., 2007: 5; Grootaert, 2001), karena petani cenderung merasa
lebih baik tidak berorgansiasi (Stockbridge et
al., 2003).
Selama ini, setiap organisasi petani
telah memiliki indikator untuk penentuan kelas kemampuannya masing-masing. Kelompok
tani misalnya selama ini dibagi atas empat tingkatan yaitu berturut-turut Kelas
Pemula, Lanjut, Madya, dan Utama.
Dalam Permentan No. 82 tahun 2013
Tentang Pedoman Pembinaan Kelompoktani dan Gabungan
Kelompoktani, kelompok tani yang kuat dan mandiri dicirikan oleh: (1) Melaksanakan rapat pengurus secara
berkala dan berkesinambungan, (2) Menyusun RDK dan RDKK, (3) Memiliki
aturan/norma, (4) Administrasi
organisasi rapih, (5) Memfasilitasi kegiatan-kegiatan usaha bersama di sektor
hulu sampai hilir, (6) Memfasilitasi usaha tani secara komersial dan
berorientasi pasar, (7) Sebagai sumber pelayanan informasi dan teknologi,
(8) Menumbuhkan kemitraan dengan pihak
lain, (9) Mengembangkan pemupukan modal usaha, dan (10) Melakukan penilaian klasifikasi kemampuan kelompoktani. Sepuluh
indikator ini sebenarnya kurang sejalan dengan indikator untuk penilaian kelas
kelompok tani yang sudah digunakan sejak era Bimas yaitu: kemampuan merencanakan kegiatan,
kemampuan melaksanakan dan mentaati perjanjian dengan pihak lain, kemampuan
pemupukan modal dan pemanfaatan pendapatan secara rasional, kemampuan
meningkatkan hubungan yang melembaga antar kelompok tani dengan KUD, serta
kemampuan menerapkan teknologi dan pemanfaatan informasi serta kerjasama
kelompok.
Secara metodologis, yakni aspek pada reliabilitas dan validitasnya, kuesioner
penilaian kelas kelompok tani banyak mengandung kelemahan. Meskipun penilaian dilakukan setiap tahun,
namun tidak disebutkan cakupan waktu untuk tiap kegiatan yang dinilai, apakah
hanya untuk setahun terakhir atau merupakan kumulatif. Kelemahan lain adalah,
relasi dengan koperasi yang menjadi indikator penting, sementara kebijakan
Kementan lebih mendorong seluruh kelompok tani berada dalam Gapoktan. Dalam
pedoman pengisian tidak disebutkan siapa responden untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut: apakah cukup seorang pengurus, semua pengurus,
atau apakah juga diperlukan pula beberapa anggota. Selanjutnya, dalam hal
persen, tidak jelas apakah nilai tersebut untuk kuantitas anggota yang terlibat
atau yang mampu, ataukah persen dari sisi waktu. Indikator-indikator yang
digunakan umumnya berupa informasi kualitatif, sehingga rendah tingkat
validitasnya.
Jadi, perangkat penilaian ini memiliki masalah reliabilitas, yakni masalah kekeliruan
pemilihan indikator, serta masalah validitas yaitu kekuranghandalan
masing-masing indikator. Sementara Gabungan
kelompoktani yang kuat dan mandiri juga memiliki karakteristik yang sama dengan
kelompok tani, padahal Gapoktan adalah sebuah secondary level organization, bukan individual organization. Maaf, kalau saya sebut ini memang agak-agak kacau.
Penetapan indikator ini sangat penting karena menjadi dasar untuk menetapkan pendekatan dan penguatannya. Sebagaimana dalam UU No 19 tahun
2013 Tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani, penguatan organisasi petani merupakan bagian dari upaya
pemberdayaan petani. Untuk melakukan pendampingan dan penguatan organisasi
petani, maka dibutuhkan kategorisasi kemampuan yang berguna untuk penyusunan
strategi dan pendekatan. Penetapan
indikator dimungkinkan untuk tidak seragam secara nasional, karena menurut
Pasal 69 bahwa “Pembentukan organisasi dilaksanakan
dengan perpaduan dari budaya, norma, nilai, dan kearifan lokal Petani”. Artinya, dimungkinkan menyusun bentuk organisasi yang
berbeda antar wilayah. Implikasi logisnya, tentu indikator penentuan kelas organisasi juga bisa
berbeda.
Kelompok
tani adalah organisasi yang anggotanya para petani. Dalam berbagai literatur,
organisasi seperti ini disebut dengan “individual organization” atau “single group” (FAO, 2001), yang
anggotanya adalah orang. Ada banyak indikator penilaian kapasitas organisasi
petani. Sebagai
contoh, Universalia (2002) menggunakan empat indikator pokok untuk melakukan
penilaian sebuah organisasi, yaitu kinerja organisasi (organizational performance), kemampuan
organisasi tumbuh di lingkungannya (the
enabling environment and organizational performance), motivasi organisasi (organizational motivation), dan
kapasitas organisasi (organizational
capacity). Berikut disampaikan kondisi kelompok tani mulai dari
lemah sampai kuat yang disusun atas pengalaman empiris di lapangan.
Perbedaan karateristik kelompok tani antara yang masih
lemah, sedang, dan dengan yang kuat
Lemah
|
Sedang
|
Kuat
|
Proses
awal pembentukan kelompok tani dari luar, agak mendadak,
tanpa proses yang matang. Hanya formalitas karena harus segera menerima bantuan
misalnya.
|
Dari
dalam, namun proses belum matang. Sudah ada keinginan sejak lama antar anggota untuk
membentuk kelompok.
|
Dari
dalam, merupakan keinginan bersama, dan sudah ada organisasi cikal bakal
sebelumnya misalnya organisasi kelompok kerja sambat sinambat.
|
Motivasi awal adalah agar mendapat bantuan dari pemerintah
|
Berniat untuk dapat bantuan dari pemerintah, namun sesungguhnya ada
keinginan untuk berkelompok sebelumnya
|
Motivasi adalah agar memperoleh kekuatan dan mandiri dengan collective action, untuk tujuan
ekonomi (membeli input dan memasarkan hasil), juga sebagai wadah konsolidasi
petani “senasib”.
|
Jumlah anggota terlalu banyak (lebih dari 40 orang) dan sebagian besar hanya “menumpang
nama” berharap memperoleh bantuan, atau terlalu sedikit (<10 orang)
|
Jumlah anggota sedang yakni 25 sampai 40 orang
|
Jumlah anggota ideal yakni 15 sampai 25 orang,
sehingga semua harus terlibat aktif
|
Administrasi
kurang
baik, agak kacau, sulit mencari file penting
|
Cukup
tertib, segala hal yang penting tercatat baik, meski tidak semua buku administrasi
kelompok diisi (ada 12 jenis buku yang hars diisi).
|
Tertib
dan rapih, sesuai dengan panduan, dengan mudah bisa menemukan file yang dibutuhkan.
|
Belum
pernah mendapat prestasi dan penghargaan apapun
|
Pernah
mendapat penghargaan tingkat kabupaten
|
Pernah
mendapatkan penghargaan tingkat propinsi atau nasional
|
Sumber dana organisasi hanya dari bantuan luar (pemerintah)
|
Selain dari pemerintah, sumber dana
dari anggota bisa digalang namun sangat
kecil
|
Sudah berhasil menggali sumber pendapatan dari anggota
sendiri, iuran bulanan berjalan dan
ada sanksi untuk yang tidak membayar
|
Dukungan
yang diperoleh dari pemerintah daerah rendah
termasuk pemerintahan
desa yang sering malah mempersulit. Kepala desa menjegal kelompok tani sering
saya temukan.
|
Ada
dukungan dari beberapa pihak luar
|
Sangat
kuat, hampir semua UPT Pemda membantu dan
banyak bantuan telah diperoleh
|
Pengurus
sering
konflik, dan mengganggu jalannya organisasi
|
Cukup
kompak, walau kadang-kadang ada konflik
|
Kuat
dan jarang konflik, cenderung sepakat dan bekerjasama secara harmonis
|
Komunikasi
kurang berjalan, informasi tidak
terbuka, info dari pengurus ke anggota tidak berjalan
|
Komunikasi
antara pengurus dengan anggota cukup berjalan walau tidak ideal
|
Komunikasi
lancar dan baik, semua informasi terbuka dan demokratis
|
Jumlah
pengurus kunci yang berperan sehari-hari sangat
terbatas (hanya 1 orang)
|
Ada 2-3
orang pengurus yang aktif sehari-hari
|
Lebih
dari 3 orang pengurus aktif, dan semua bagian serta seksi-seksi menjalankan
kewajibannya.
|
Sifat
hubungan antara ketua dengan pengurus yang lain seperti atasan dan
bawahan
|
Cenderung
sejajar
|
Sejajar,
egaliter, dan
saling membantu, kompak-senasib.
|
Pengurus belum
bisa memperoleh gaji
bulanan, hanya honor tahunan atau dari SHU
|
Pengurus dan mereka yang aktif sudah bisa mendapat gaji bulanan, namun jumlahnya belum memadai
|
Sudah
bisa memberi gaji bulanan ke pengurus dan semua bagian yang aktif dengan jumlah memadai
|
Belum ada target organisasi yang dicapai dalam setahun terakhir
|
Sebagian target tercapai
|
Semua target tercapai dengan baik
|
Pelaksanaan
monev dalam
organisasi kurang
baik, banyak kegiatan yang tidak tercatat
sehingga sulit dibahas
|
Cukup
baik, urusan-urusan penting tercatat dan terkendali
|
Berjalan
baik, semua terpantau dan tercatat
|
Kelompok tani belum pernah
mengalami “cobaan” yang berat
|
Pernah mengalami sedikit masalah dan berhasil diselesaikan
|
Pernah mengalami hal berat dan sukses diselesaikan
|
Motivasi
dan minat pengurus dan anggota rendah, dan kurang
perduli kepada organisasi
|
Minat
anggota dan pengurus sedang, walau ada yang lemah
|
Anggota
dan pengurus sangat
antusias dalam menjalankan organisasi
|
Tingkat
kepercayaan dalam organisasi rendah, banyak curiga antar pengurus dan anggota, juga antar anggota
|
Tingkat kepercayaan sedang, dan cukup sebagai modal
untuk beraktivitas
|
Tinggi,
antar pengurus maupun dengan anggota
|
Penegakan
sanksi cenderung
lemah, banyak pembiaran dan pemakluman terhadap pelanggaran
|
Ditegakkan
namun selektif
|
Ditegakkan
dengan disiplin, dan adil
|
Pertemuan
pengurus secara formal sangat
jarang (1-2 kali setahun)
|
Sedang
(3-7 kali setahun)
|
Dilakukan
secara rutin (8-10 kali per tahun)
|
Kemampuan organisasi menyerap dan memanfaatkan
informasi dari luar: rendah
|
Sedang
|
Tinggi. Pengurus memiliki relasi baik dengan Pemda, terutama kantor penyuluhan
dan Dinas Pertanian
|
Usaha yang dijalankan sering merugi, sehingga kas kelompok kecil
|
Belum berhasil memperoleh keuntungan, namun usaha memiliki prospek baik
|
Berhasil memperoleh keuntungan dari usaha yg
dijalankan, sehingga kas kelompok
bertambah dari usaha sendiri
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar