Minggu, 15 Januari 2017

Membangun Pertanian vs Membangun PETANI



Tanpa sadar, selama ini kita sering mencampurkan saja antara pembangunan pertanian dengan membangun petani. Dengan membanngun pertanian, maka otomatis petani akan sejahtera. Di Kementerian Pertanian, kesejahteraan petani selalu menjadi salah satu tujuan, namun posisinya selalu nomor buncit.

Visi Pembangunan Pertanian 2010-2014 misalnya adalah “Terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor, dan kesejahteraan petani”. Kementan menetapkan empat sukses pembangunan pertanian, yaitu pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, peningkatan diversifikasi pangan, peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, dan terakhir adalah peningkatan kesejahteraan petani.

Lalu, dari 10 misi untuk mencapai nya, yang agak menyerempet kesejahteraan petani adalah nomor 5 dan 9 yaitu “Menjadikan petani yang kreatif, inovatif, dan mandiri serta mampu memanfaatkan iptek dan sumberdaya lokal untuk menghasilkan produk pertanian berdaya saing tinggi” dan “Mendorong terwujudnya sistem kemitraan usaha dan perdagangan komoditas pertanian yang sehat, jujur dan berkeadilan”. Nomor terdepan adalah mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan yang efisien, berbasis iptek dan sumberdaya lokal, menciptakan keseimbangan ekosistem pertanian, mengamankan plasma-nutfah, dan seterusnya.

Lalu dari 12 program strategis yang dijalankan, nomor satu adalah “Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan”. Berikutnya masih sama namun untuk komoditas hortikultura, lalu perkebunan, serta daging sapi dan pangan hewani.  Program yang agak dekat dengan kesejahteraan petani ada di nomor 9 yaitu “Pengembangan SDM Pertanian dan Kelembagaan Petani”.

Indikator pembangunan pertanian bisa terbalik dengan indikator kesejahteraan petani. Contoh, dengan naik nya produksi padi sehingga kita swasembada secara nasional, padahal kesejahteraan petani tidak langsung terangkat naik. Kenapa? Satu mata rantai yang putus adalah karena penguasaan lahan yang sempit sekali. Dengan tanah hanya seperempat hektar, hasilnya hanya 1,5 ton atau kotor sebanyak Rp Rp. 4,5 juta dalam 4 bulan. Artinya, hanya bersih setengah juta rupiah per bulan, yang tentu saja tergolong sebagai keluarga miskin. Dengan 5 anggota keluarga, maka pendapatan perkapita hanya seratus ribu se bulan.

Jadi, kedua objek ini tidaklah sejalan. Apapun yang dilakukan dalam konteks pembangunan pertanian, jika salah caranya, tidak akan mensejahterakan petani.

Perbedaan antara membangun pertanian dengan membangun petani

Membangun Pertanian
Membangun Petani
Objek perhatian utamanya
Komoditas pertanian.
Petani
Fokus kegiatan
Upaya peningkatan produksi, produktivitas, varietas unggul, teknologi untuk mendorong hasil, dll
Pendapatan petani, harga input usahatani, harga produk pertanian, dll.
Program
Membangun pertanian, meningkatkan hasil produksi nasional dengan bantuan benih, bantuan pupuk, kredit, dan bantuan pasar.
Membangun petani, berupa pendidikan untuk petani, pelatihan, pendampingan, peningkatan kapasitas organisasi petani, latihan kewirausahaan, dan kepemimpinan. Termasuk subsidi input maupun output.
Hal yang dianggap urgent
Jika ada puso atau ancaman kegagalan produksi, maka segera rapat mendadak untuk menyusun langkah-langkah taktis mengatasinya.
Jika ada petani yang tidak bisa makan, lemah akses ke pangan, petani mau bertani tidak bertanah, sawah banjir, petani kesulitan menyekolahkan anak.
Data statistik yang dibutuhkan
Luas tanam, produksi, serta produktivitas per wilayah dan komoditas, fluktuasi produksi per bulan. Termasuk jumlah petani per komoditas, dalam makna petani sebagai “sumber daya pertanian”.
Jumlah petani, pendapatan per rumah tangga, kemiskinan, pola pangan, konsumsi, kecukupan gizi petani, jumlah organisasi petani, dan nilai tukar petani.

Selama ini, dari sisi data statistik saja, data tentang produksi dan kondisi komoditas pertanian relatif lengkap, serta  selalu diperbaharui bahkan setiap bulan. Berkali-kali diadakan pertemuan untuk mengkompilasi dan “menyepakati” data yang dianggap pantas. Namun, untuk data tentang petani dan keluarga petani, validitasnya cenderung lemah dan tidak up to date. Secara umum dapat dikatakan, kita masih terbatas membangun pertanian, namun belum membangun petani.

Wakil Ketua komisi IV DPR pernah berucap di depan Rapat Paripurna DPR tanggal 27 Oktober 2011: “Selama ini pembangunan pertanian masih berorientasi pada peningkatan produksi namun belum diikuti dengan pendekatan peningkatan kesejateraan petani. Kurangnya perhatian negara terhadap kesejahteraan petani telah membuat petani menghadapi ketidakpastian dalam berusaha sehingga kinerja ketahanan pangan dan stabilatas nasional terganggu. Upaya perlindungan dan perberdayaan petani selama ini belum didukung oleh undang-undang yang konfrehensif, holistik dan sistematik yang kurang memberikan jaminan kepastian hukum serta keadilan bagi petani”. Karena itulah lalu, tahun 2013 keluar UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, setelah diperjuangkan bertahun-tahun.

Namun, UU ini masih terlalu kental nuasa ekonomi-politik pertanian yang diarahkan pada konsep liberalistik dan kapitalistik, dan tidak mencerminkan persoalan-persoalan pokok yang sedang dihadapi kaum petani, misalnya tidak menempatkan konflik agraria sebagai masalah pokok. UU ini tidak cukup kuat menunjukan adanya ketimpangan atas alat penguasaan tanah dan sumber-sumber pokok agrarian lainnya, padahal ini persoalan terbesar yang nyata. Selain itu, UU ini tidak mengurai butir-butir penting yang menyangkut persoalan hak-hak asasi petani, termasuk hak kepemilikan atas tanah yang harus dimiliki oleh petani.

Selain itu, indikator pembangunan pun tampaknya perlu direvisi. Pada indikator GDP dipilah antara aktivitas mana yang merupakan kerja produktif dan mana yang bukan. Sayangnya, kerja dan produksi untuk bertahan hidup adalah tindakan non-produktif, padahal banyak petani kita masih menjalankannya demikian. ********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar