Antara ekonomi hijau (EH) dan ekonomi biru (EB) lebih banyak kesamaannya
dibandingkan perbedaan. Ekonomi biru (Blue
Economy) adalah bagian integral dari ekonomi hijau. Hal itu diungkapnya
dalam KTT Rio+20 di Brazil (http://www.dualcitizeninc.com/ggei2011.pdf). Keduanya bicara soal keberlanjutan, dan sangat peduli kepada lingkungan. Awalnya orang mengira eknomi biru
adalah wujud ekonomi hijau di sektor kelautan dan perikanan.
Namun, ternyata ada perbedaan mendasar meski keduanya bicara soal
keberlanjutan. Pada EB, masalah lingkungan diatasi dengan mendesain pembangunan sebagaimana ekosistem bekerja. Jadi, bisa disebut bahwa pemikiran EB lebih melengkapi kekurangan
pada EH. EB lebih fokus kepada sumber daya perairan, penciptaan lapangan
kerja, dan lebih peduli pula pada pengentasan kemiskinan.
Apa yang dipikirkan Gunter Pauli (yang
menciptakan konsep EB), sebenarnya mirip dengan yang diungkapkan ahli pertanian Jepang, Fukuoka dalam bukunya “Revolusi Sebatang Jerami”. Contohnya, usaha perikanan mestinya tak hanya
menghasilkan produk ikan, tetapi mampu menghasilkan produk turunan yang dapat
diambil dari “limbah” produk awal. Artinya, EB menekankan pentingnya multiple cashflow.
UNEP mendefinisikan ekonomi hijau sebagai “one
that results in improved human well-being and social equity, while
significantly reducing environmental risks and ecological scarcities.” Definisi ini sejalan dengan tiga pilar
pembangunan yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan; sebagaimana dibicarakan dalam
Earth Summits. Indeks Global Green
Economy tahun 2011 mencakup 4 dimensi dan 12 sub-kategori, yang disusun dari 35
datasets. Dimensi dimaksud adalah
kepemimpinan, kebijakan domestik, investasi bersih, dan pariwista hijau. Dimensi kebijakan
domestik mencakup target energi terbarukan, politik energi bersih, dan trend emisi. Kemitraan untuk Aksi
Ekonomi Hijau (PAGE) merupakan langkah lanjut dokumen ”The Future We Want” keluaran dari KTT Bumi Rio+20, Juni 2012.
Perbedaan paradigmatik antara eknomi hijau dengan ekonomi biru
Ekonomi hijau
|
Ekonomi biru
|
Ide ini lahir pada pertemuan di Rio tahun 1992, lalu dilanjutkan di
Johannesburg tahun 2002, dan terakhir pertemuan Rio +20 Juni 2012 di Rio.
|
Konsep
Blue Economy diinisiasi pertama kali oleh Gunter Pauli sejak 30 tahun
lalu, dan menjadi isu pokok
dalam Expo Mei - Agustus 2012 di Yeosu (Korea Selatan) dengan tema “The Living Ocean and Coast”.
|
Dokumen pentingnya adalah “The
Transition to a Green Economy: Benefits, Challenges and Risks from a
Sustainable Development Perspective”.
|
Buku Gunter Pauli “The Blue Economy 10 Years - 100 Innovations - 100 Million
Jobs”.
|
Ekonomi
hijau lebih komprehensif
|
Bagian dari ekonomi hijau, tidak
bertentangan
|
Perhatian
utama pada ekosistem bumi dan pengentasan kemiskinan
|
Lebih holistik, produk
turunan diambil dari ”limbah” produk sebelumnya. Setiap sisa dan
emisi dari satu sistem adalah input untuk sistem yang lain.
|
Mendorong ekonomi ke
arah investasi ramah lingkungan, karbon rendah,
efisiensi sumber daya, kesejahteraan sosial, serta mendorong konsumsi dan produksi berkelanjutan.
|
EB menekankan produk ganda sehingga tidak
bergantung pada satu produk (core
business). Aliran ini menekankan pentingnya tata nilai baru, cara
berpikir dan tindakan kolektif baru yang tidak menempatkan alam sebagai
obyek. Menerapkan prinsip bagaimana alam bekerja, atau populer dengan istilah kembali ke alam (back to nature). Aliran ini lebih
konstruktivistik dan nonlinier
sehingga kekhasan lokasi sangat diperhatikan.
|
Pada level paradigma, dipengaruhi aliran modernisasi ekologi. Mensinergikan ekonomi dan lingkungan dengan pendekatan positivistik. Menghasilkan produk yang mahal (ekolabel) sehingga tidak terjangkau kaum miskin, perdagangan karbon yang tidak adil untuk dunia ketiga, dan
hanya menyentuh solusi permukaan saja. Bookchin (1991) menyebutnya sebagai shallow ecology.
|
Gunter Pauli berusaha mengoreksi praktik EH ini
dan mengembangkannya menjadi Ekonomi Biru. Ia bermimpi menciptakan
langit dan laut yang tetap biru dan mensejahterakan. Laut dan langit biru itulah simbol
lingkungan yang bersih. Secara paradigmatik, Pauli terinsipirasi oleh aliran ekologi-dalam (deep ecology) sebagaimana diperkenalkan Arne Naess tahun 1970-an.
|
Ekonomi yang ramah pada dua hal, ekosistem bumi (earth’s ecosystems) dan pengentasan kemiskinan (poverty alleviation)
|
Berkaitan dengan
aspek oceans and coasts dalam
pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan. Lebih fokus kepada sumber daya perairan, laut
dan pesisir.
|
Prinsipnya berupaya mengurangi karbon, efisiensi sumber
daya alam, tenaga kerja efisien, dan perbaikan aspek-aspek sosial.
|
Ada 21 prinsip, di antaranya
adalah mengelola SDA secara berkelanjutan, sistem produksi efisien dan bersih
tanpa merusak lingkungan, belajar dari alam dan menggunakan proses-proses
yang terjadi di alam, nirlimbah
(zero waste), menekankan sistem
siklikal dalam proses produksi, inklusi
sosial (pemerataan
sosial dan kesempatan kerja yang banyak untuk kaum miskin), inovasi dan
adaptasi dengan prinsip hukum fisika dan sifat alam yang adaptif, dan efek ekonomi pengganda. (Pauli, 2010)
|
Indikatornya adalah
investasi yang tinggi untuk membersihkan lingkungan, rendah karbon,
bersih, mengurangi sampah, dan menggunakan tenaga kerja terbatas.
|
Membantu para pengusaha,
memberikan keuntungan kepada perusahaan bersamaan dengan lingkungan bersih,
dan penggunaan tenaga kerja efisien. Indikator lingkungan menyatu dalam
proses ekonomi.
|
Pemerintah kita
langsung merespon IDE INI, sehinga Presiden SBY melontarkan bahwa pendekatan
pembangunan Indonesia adalah pro-growth,
pro-jobs, pro-poor, dan pro-green. Cirinya
dengan memasang target 7 persen pertumbuhan ekonomi nasional, juga
target menurunkan 26 persen emisi rumah kaca pada tahun 2020. Kalimantan Timur
misalnya telah menyatakan menerima konsep ekonomi hijau pada Desember 2009
dalam strategi “low-carbon growth
strategy” (LCGS) dalam kerangka
konsep pertumbuhan hijau (green growth).
Sementara, ekonomi
biru adalah “….relates to the aspect of
the oceans and coasts in sustainable development and poverty eradication”.
Dasarnya adalah fakta bahwa laut melingkupi 71 persen permukaan bumi, yang
mengandung sumber daya yang sangat kaya berupa “repository of marine life, sea-based food, sea-embedded minerals, and
coral reefs, the oceans’ equivalent to the tropical rainforests”. Saat ini,
lebih dari 30 produk di pasaran merupakan turunan dari kekayaan laut yaitu
pasta gigi, kosmetik, makanan bayi,
pupuk, dan obat-obatan. Gunter Pauli
melihat bahwa banyak inovasi EH memiliki kelemahan dalam desainnya karena
kurang mendekatan solusi-solusi yang lebih holistik. Akibatnya Produk Hijau
menjadi lebih mahal di pasaran.
EH dan EB
memiliki banyak kesamaan prinsip. Namun, tetap ada kekhawatiran bahwa keduanya
dibajak lagi oleh perusahaan-perusahaan kapitalis besar. Jika sudah dikuasai
mereka, semua prinsip akan buyar. Dikhawatirkan mereka akan tetap memberi gaji rendah kepada buruh-buruhnya, jumlah
pekerja akan dikurangi, dan manfaat bagi konsumen dan masyarakat sekitar tidak
bisa dijamin. Keuntungan bisnis yang dituhankan mereka akan menghilangkan
sifat-sifat baik EH dan EB ini.
WWF bergabung dengan lebih dari 80 negara, kelompok masyarakat sipil,
perusahaan swasta dan organisasi internasional menyatakan dukungan untuk
Kemitraan Global baru untuk Oceans. Ini menandakan komitmen untuk bekerja sama
untuk memulihkan lautan di dunia. Mereka melemparkan dukungan ini pada
Deklarasi Kelautan Sehat dan Produktif untuk Membantu Mengurangi Kemiskinan
pada konferensi Rio+20.
Sementara, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mulai tahun
2013 telah berupaya menerapkan paradigma ekonomi biru di beberapa titik di
provinsi Indonesia Timur dan Barat sebagai langkah dalam percepatan
industrialisasi kelautan dan perikanan. KKP bekerja sama dengan Presiden Holdings Ekonomi Biru (KK Gunter
Pauli). Bertolak atas konsep EB, digulirkan “Minawisata” sebagai satu terobosan kegiatan yang diinisiasi tahun 2012
yang mengkombinasikan kegiatan yang mendorong investasi di pulau-pulau kecil,
khususnya untuk pariwisata dan upaya perlindungan ekosistem melalui kegiatan
konservasi. Salah satu cara
untuk menjaga agar masyarakat Indonesia mencintai laut adalah meningkatkan
peran perairan sebagai sumber kesejahteran untuk lingkungannya. Makin penting
perairan bagi masyarakat, makin rajin mereka memperhatikan dan mengurus perairannya.
Konsep EB merupakan tawaran untuk
memberikan solusi yang lebih holistik untuk mengembangkan manajemen sumber daya
secara efektif. EB adalah ekonomi yang merupakan bisnis model yang memberikan
peluang untuk pengembangan investasi dan bisnis yang lebih menguntungkan secara
ekonomi dan lingkungan, namun langit dan laut tetap biru. EB dikembangkan untuk
menjawab tantangan, bahwa sistem ekonomi dunia cenderung ekploitatif dan
merusak lingkungan. Inti dari EB adalah Sustainable
Development yang merupakan koreksi sekaligus perkayaan dari EH dengan
semboyan “Blue Sky – Blue Ocean”.
Ekonomi tumbuh, rakyat sejahtera, namun langit dan laut tetap Biru.
Cara kerja ekosistem dijadikan model EB, yaitu seperti air mengalir dari
gunung membawa nutrien dan energi untuk memenuhi kebutuhan dasar kehidupan
seluruh komponon ekosistem. Hanya dengan gravitasi energi didistribusikan
secara fisien dan merata tanpa ekstraksi energi eksternal. Gunter Pauli telah
membuktikannya dalam pengalamannya dalam menjalankan proyek dengan konsep
ekonomi biru di berbagai belahan dunia, sebagai pendiri
dan direktur Zero Emissions Research and Initiatives tahun 1994. *******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar