Kamis, 26 Januari 2017

Reforma Agraria Lama vs Baru

Memasuki abad ke 21 ini landreform masih tetap menjadi perhatian banyak pihak. Karena kondisi yang sudah jauh berbeda, maka pandangan dan bagaimana karakter reforma agraria akan dijalankan sudah berubah banyak pula.
Kerangka berfikir ekonomi tentang  pro-poor land reform membutuhkan formulasi baru dalam dunia yang berputar cepat saat ini. Tantangan ke depan adalah menciptakan skenario alternatif untuk pembangunan pedesaan dan perkotaan yang berkelanjutan (Cousins, 2007).

Perbedaan pandangan lama dan baru terhadap reforma agraria

Lama
Baru
Isu lahan dan pertanian dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan, pengurangan kemiskinan dan ketahanan pangan.
Alasannya lebih multidimensi mencakup persoalan inefisiensi ekonomi, pengurangan kemiskinan, dan transformasi sosial. Menjadi strategi yang melakat dalam pembangunan nasional.
Berkaitan dengan keadilan sosial (social justice) dan fakta sejarah  hak penguasaan dan juga eksploitasi sepihak penguasa dan kolonial.
Isunya lebih pada struktur yang timpang dari rezim perdagangan dunia, menuju reforma agraria yang integralistis.
Isu utama kelaparan dan kemiskinan, serta kebutuhan pertumbuhan pembangunan yang cepat.
Masih pada kemiskinan, namun juga bagaimana melayani kehidupan perkotaan yang semakin besar, dan juga kesadaran lingkungan.


Pada bulan Juli 2012, La Via Campesina, gerakan petani internasional dan Kampanye Global Pembaruan Agraria mengadakan Workshop dan Seminar Internasional “Pembaruan Agraria dan Pertahanan Lahan dan Wilayah di Abad ke-21: Tantangan dan Masa Depan” di Bukittinggi. Disampaikan bahwa saat ini sedang berlangsung fenomena global perampasan lahan yang meningkat pesat, yang dipromosikan oleh elit lokal dan nasional bersama investor transnasional bersama pemerintah.


Aliran modal di abad ke-21 yang menghasilkan “ekonomi hijau” dan “ekonomi biru” menghasilkan komodifikasi hutan, udara, dan laut; yang berujung pada “perampasan hijau” dan “perampasan biru”. Menghadapi ini semua, maka elemen kunci dan visi baru pembaruan agraria dan kedaulatan rakyat atas hak atas tanah dan wilayah mereka setidaknya memuat bahwa petani dan keluarga tani mestilah memainkan peran sentral dalam membangun kedaulatan pangan. Selain itu, perlu diciptakan hidup berdampingan secara harmonis berdasarkan solidaritas yang saling menguntungkan antara rakyat pedesaan, termasuk petani, nelayan dan masyarakat adat. Sementara, juga penting penegakan hak untuk menentukan nasib sendiri dan membangun otonomi dalam pemerintahan mandiri atas sumber daya bersama, menghindari terulangnya kesalahan revolusi hijau, dan pengakuan peran fundamental dari gerakan sosial dalam pembaruan agraria terkini yang diinisiasi oleh berbagai negara dengan tingkat kesuksesan yang besar maupun yang kecil. Pembaruan agraria yang baru di abad ke-21 haruslah menjadi pilar fundamental tidak hanya untuk pembangunan kedaulatan pangan, tapi juga dalam transformasi demokratik masyarakat untuk membangun peradaban baru yang akan mengentaskan kemiskinan, mengakhiri kelaparan, dan tak lupa untuk menghormati dan melindungi ibu pertiwi. (http://www.spi.or.id/....). *******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar