Memasuki abad ke 21 ini landreform
masih tetap menjadi perhatian banyak pihak. Karena kondisi yang sudah jauh berbeda,
maka pandangan dan bagaimana karakter reforma agraria akan dijalankan sudah
berubah banyak pula.
Kerangka berfikir
ekonomi tentang pro-poor land reform membutuhkan formulasi baru dalam dunia yang
berputar cepat saat ini. Tantangan ke depan adalah menciptakan skenario alternatif untuk pembangunan pedesaan dan perkotaan
yang berkelanjutan (Cousins,
2007).
Perbedaan pandangan lama dan baru terhadap reforma
agraria
Lama
|
Baru
|
Isu lahan dan pertanian dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional
dan pembangunan, pengurangan kemiskinan dan ketahanan pangan.
|
Alasannya lebih multidimensi mencakup persoalan
inefisiensi ekonomi, pengurangan kemiskinan, dan transformasi sosial. Menjadi
strategi yang melakat dalam pembangunan nasional.
|
Berkaitan dengan keadilan sosial (social
justice) dan fakta sejarah hak penguasaan dan juga
eksploitasi sepihak penguasa dan kolonial.
|
Isunya lebih pada struktur yang
timpang dari rezim perdagangan dunia, menuju reforma agraria yang
integralistis.
|
Isu utama kelaparan dan kemiskinan, serta kebutuhan pertumbuhan
pembangunan yang cepat.
|
Masih pada kemiskinan,
namun juga bagaimana melayani kehidupan perkotaan yang semakin besar, dan
juga kesadaran lingkungan.
|
Pada bulan Juli 2012, La
Via Campesina, gerakan petani internasional dan Kampanye Global Pembaruan
Agraria mengadakan Workshop dan Seminar Internasional “Pembaruan Agraria dan
Pertahanan Lahan dan Wilayah di Abad ke-21: Tantangan dan Masa Depan” di
Bukittinggi. Disampaikan bahwa saat ini sedang berlangsung fenomena global perampasan
lahan yang meningkat pesat, yang dipromosikan oleh elit lokal dan nasional
bersama investor transnasional bersama pemerintah.
Aliran modal di abad ke-21 yang menghasilkan “ekonomi
hijau” dan “ekonomi biru” menghasilkan komodifikasi hutan, udara, dan laut;
yang berujung pada “perampasan hijau” dan “perampasan biru”. Menghadapi ini
semua, maka elemen kunci dan visi baru pembaruan agraria dan kedaulatan rakyat
atas hak atas tanah dan wilayah mereka setidaknya memuat bahwa petani dan
keluarga tani mestilah memainkan peran sentral dalam membangun kedaulatan
pangan. Selain itu, perlu diciptakan hidup berdampingan secara harmonis
berdasarkan solidaritas yang saling menguntungkan antara rakyat pedesaan,
termasuk petani, nelayan dan masyarakat adat. Sementara, juga penting penegakan
hak untuk menentukan nasib sendiri dan membangun otonomi dalam pemerintahan
mandiri atas sumber daya bersama, menghindari terulangnya kesalahan revolusi
hijau, dan pengakuan peran fundamental dari gerakan sosial dalam pembaruan
agraria terkini yang diinisiasi oleh berbagai negara dengan tingkat kesuksesan
yang besar maupun yang kecil. Pembaruan agraria yang baru di abad ke-21
haruslah menjadi pilar fundamental tidak hanya untuk pembangunan kedaulatan
pangan, tapi juga dalam transformasi demokratik masyarakat untuk membangun
peradaban baru yang akan mengentaskan kemiskinan, mengakhiri kelaparan, dan tak
lupa untuk menghormati dan melindungi ibu pertiwi. (http://www.spi.or.id/....). *******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar