Kita baru mengembangkang pertanian
kontinental, namun belum melirik dengan optimal “pertanian maritim”. Kita perlu
mengembangkan sendiri pembangunan pertanian yang spesifik sesuai kondisi
wilayah kita. Maka kita juga mesti mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sesuai dengan karakter sumber daya alam, iklim, dan ekosistem Indonesia. Kita akan lebih berdaya
bila mengembangkan
pangan dan pertanian yang basisnya keunggulan sumber daya alam dan iklim serta
kondisi wilayah geografis kita.
Satu kesadaran yang penting adalah, Indonesia adalah negara kepulauan,
bukan “Negara Benua”. Kita memiliki banyak pulau. Tiap pulau memiliki kondisi
sumber daya alam dan iklim yang khas, demikian pula kultur masyarakat yang
mendiaminya. Kalimantan misalnya didominasi lahan pasang surut dan gambut yang
sangat luas, demikian pula Nusa Tenggara yang dominan lahan kering beriklim
kering.
Perbedaan antara pertanian kontinental dengan pertanian
maritim
Pertanian kontinental
|
Pertanian maritim
|
Pertanian yang basis ilmu dan aktivitasnya
berbasiskan daratan. Cirinya adalah pertanian dengan skala luas-luas yang
menanam satu jenis komoditas. Karena sangat luas, misalnya pertanian kapas di
AS, maka dibutuhkan alat dan mesin secara intensif.
|
Disebut
juga “agro maritim”, yaitu pertanian dalam arti luas yang berbasis kepulauan
sehingga menjadikan laut dan kekhasan sumber daya pulau sebagai pertimbangan
utama.
|
Karena hanya satu daratan, maka kondisi
agroekologinya cenderung sama di semua tempat.
|
Karateristik
keanekaragaman hayati antara pulau satu dengan pulau lain berbeda.
|
Dapat dikembangkan secara luas, dengan satu
manajemen.
|
Tidak
dapat dikembangkan secara luas, karena tidak ada daratan yang terhampar rata,
sehingga jika mengembangkan mesin haruslah dengan format yang berbeda.
|
Cocok untuk negara benua, misalnya AS dan
Autralia.
|
Cocok
untuk negara kepulauan seperti Indonesia.
|
Ilmu pertanian nya berasal dari pola berpikir
negara maju, yang pada umumnya berada di wilayah beriklim empat musim dan
berstruktur geografis benua (kontinen). Semua teknologi dan manajemen
pertanian yang ada saat ini dikembangkan dari tipe pertanian kontinental ini.
|
Kesadaran
terhadap ini belum muncul, sehingga ilmunya saat ini belum terwujud. Kalangan
perencana pembangunan pun belum mengenal ide ini. Indonesia berkesempatan
mengembangkan keilmuan pertanian maritim, karena tidak ada negara lain yang
karakter geografisnya seluas dan sehebat Indonesia.
|
Kita mentargetkan swasembada pangan berbasis
komoditas yaitu beras, jagung, kedelai, dan daging sapi; bukan berdasarkan
kandungan seperti karbohidrat, protein, lemak, dan lainnya.
|
Swasembada
bisa diperoleh dari pangan yang beragam, karena apa yang tumbuh bagus di tiap
pulau berbeda. Karbohidrat misalnya bisa dari singkong, sagu, dan ubi jalar;
karena tidak banyak tempat yang cocok untuk padi.
|
Sudah dijalankan, tapi agak keliru.
|
Sangat
potensial dan sesuai, tapi belum dijalankan, bahkan beluk terpikirkan.
|
Sebuah organisasi yang menyebut diri “Indonesia Maritime Institute” (IMI) telah mencoba menawarkan
konsep baru pertanian yang dirasa cocok untuk negara kepulauan seperti Indonesia.
Mereka menyebutnya “Agro
Maritim”. Ajakan ini pantas
disambut, karena memang pola
pertanian antara satu pulau dengan pulau lainnya sangat pantas
berbeda. Ada pulau yang baik ditanami padi, namu di pulau lain mungkin jagung
dan sorgum.
Selain itu, Indonesia adalah negara kepulauan dengan dua pertiga luas wilayahnya berupa laut, sehingga menyimpan potensi sumberdaya hayati yang besar. Ditambah panjang garis pantai 81.000 km atau 14 persen garis pantai seluruh dunia. Bahkan potensi ekonomi maritim Indonesia diperkirakan mencapai Rp7.600 triliun per tahun. Namun hal tersebut belum mendapatkan pengelolaan secara baik. ********
Selain itu, Indonesia adalah negara kepulauan dengan dua pertiga luas wilayahnya berupa laut, sehingga menyimpan potensi sumberdaya hayati yang besar. Ditambah panjang garis pantai 81.000 km atau 14 persen garis pantai seluruh dunia. Bahkan potensi ekonomi maritim Indonesia diperkirakan mencapai Rp7.600 triliun per tahun. Namun hal tersebut belum mendapatkan pengelolaan secara baik. ********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar