Minggu, 15 Januari 2017

Lembaga vs Organisasi



Selama ini berlangsung ketidaksepahaman yang cukup tajam dan lama di antara para ahli, sehingga menjadi kendala dalam pemanfaatan ilmu ini dalam pemberdayaan petani di Indonesia. Penggunaan istilah ”institution” pada literatur berbahasa Inggris, ataupun istilah ”lembaga” dan ”kelembagaan” dalam literatur berbahasa Indonesia cenderung tidak konsisten dan tidak memperoleh pengertian yang sama antar ahli. Selain itu, penggunaan konsep ini seringkali bercampur dengan konsep ”organization”. Hal yang sama juga terjadi pada literatur berbahasa Indonesia, antara istilah ”lembaga, ”kelembagaan” dan ”organisasi”. Penggunaan istilah ”kelembagaan” dalam literatur berbahasa Indonesia tidak selalu merupakan terjemahan langsung atau dapat disamakan dengan konsep ”institutional” dalam literatur berbahasa Inggris. Contohnya, ”kelembagaan”  sering digunakan untuk menyebut organisasi petani pengguna air di Bali yaitu ”subak”, padahal dalam literatur berbahasa Inggris subak disebut sebagai ”nonformal organization”. Kekeliruan yang paling sering adalah menerjemahkan ”institution” menjadi ”kelembagaan”, sedangkan ”lembaga” dimaknai persis sebagai ”organisasi”.

Penyebabnya adalah karena banyak pihak yang menulis tentang objek ini namun tidak mengembangkan konsep dan teorinya. Kegalauan ini ditulis banyak ahli misalnya Uphhof (1986), Scott (2008), Soemardjan dan Soemardi (1964). Studi terhadap ”lembaga” dan analisis bagaimana lembaga mempengaruhi individu dalam masyarakat dimulai kalangan sosiologi abad ke-19 dan 20 misalnya Max Weber. Perhatian terhadap lembaga cukup konstan dari masa ke masa meskipun menggunakan istilah berbeda (Scott, 2008).  Sementara, studi tentang organisasi diawali dengan studi tentang birokrasi oleh Weber (Colignon, 2009), lalu Robert Merton yang dengan kerangka kerja Weber membangun teori lebih rendah (middle range theory), dan dilanjutkan Selznick dengan menggunakan teori struktural fungsional dan membangun pendekatan kelembagaan lama (old institutional).

Pendekatan kelembagaan baru terhadap organisasi dimulai dari  usaha Meyer and Rowan (tahun 1977) yang membangun dari pendekatan kelembagaan Selznick. Studi lembaga dan organisasi mulai berinteraksi semenjak era 1970-an (Scott, 2008)..

Menghadapi berbagai kekeliruan dan ketidaksepakatan tersebut, maka perlu dilakukan perumusan rekonseptualisasi sebagaimana matrik berikut. Dari matrik tersebut terlihat bahwa kata “kelembagaan” paling banyak dipakai yang digunakan untuk menyebut objek-objek yang sesungguhnya berbeda.

Rekonseptulasisasi lembaga dan organisasi
Terminologi dalam literatur berbahasa Inggris
Terminologi dalam literatur berbahasa Indonesia selama ini
Terminologi semestinya
Materi di dalamnya

Institution

Kelembagaan, institusi

Lembaga

Norma, nilai, regulasi pemerintah,  pengetahuan petani tentang regulasi, dll. 
Institutional
Kelembagaan, institusi
Kelembagaan
Hal-hal berkenaan dengan lembaga
Organization
Organisasi, lembaga
Organisasi
Contoh nya kelompok tani, koperasi, asosiasi petani berdasar komoditas
Organizational
Keorganisasian, kelembagaan
Keorganisasian
Hal-hal berkenaan dengan organisasi, misalnya perihal kepemimpinan, keanggotaan, manajemen, dan keuangan organisasi.
               
Dari tabel di atas, ”lembaga” adalah terjemahan langsung dari ”institution”, dan organisasi adalah terjemahan langsung dari ”organization”. Keduanya merupakan kata benda. Sementara ”kelembagaan” adalah terjemahan dari ”institutional”, yang bermakna sebagai ”berbagai hal yang berhubungan dengan lembaga”. Demikian pula dengan ”keorganisasian” (dari terjemahan ”organizational”) yang bermakna sebagai ”berbagai hal yang berhubungan dengan organisasi”.

Berdasarkan penelusuran referensi yang berkembang, semenjak era sosiologi klasik sampai dengan munculnya paham kelembagaan baru, maka ada tiga bagian pokok yang ada dalam lembaga. Ketiga bagian tersebut menjadi objek pokok kalangan sosiologi dan sosiologi ekonomi dalam menjelaskan lembaga selama ini, yakni mencakup aspek-aspek normatif, regulatif, dan kultural-kognitif.

Berdasarkan tiga objek ini, maka “lembaga” dapat dirumuskan sebagai hal yang berisi norma, regulasi, dan kultural-kognitif yang menyediakan pedoman, sumber daya, dan sekaligus hambatan untuk bertindak bagi aktor. Fungsi lembaga adalah menyediakan stabilitas dan keteraturan dalam masyarakat, meskipun ia pun dapat berubah. Demikian pula untuk petani, lembaga memberikan pedoman bagi petani dalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari. Selanjutnya, organisasi merupakan elemen dari lembaga. Keberadaan organisasi sangat bergantung pada lingkungan kelembagaannya (Meyer and Rowan, 1977; DiMaggio, 1991; Colignon, 2009). Organisasi merupakan sebuah unit pembuatan keputusan (Binswanger dan Ruttan, 1978), tempat aktor berinteraksi secara lebih intensif untuk menjalankan aktifitas mencapai beberapa tujuan yang telah didefinisikan secara lebih tegas.

Jika diumpamakan akuarium, maka airnya adalah “lembaga” sedangkan ikannya adalah “organisasi”. Ikan bisa hidup baik, merana atau mati tergantung kepada airnya. Ikan air tawar jangan dikasih air laut, ga akan hidup. Demikian pula organisasi, koperasi dengan karakter keorganisasian sebagaimana di Eropa sana, tentu tidak langsung bisa hidup dan berenang nyaman di air Indonesia. Maka, kita jangan hanya mengutak-atik ikannya, tapi juga airnya. Namun, rekayasa kelembagaan hampir belum pernah dilakukan. Kita baru rajin gonta-ganti organisasi, bikin baru lagi, bikin tandingan, dan seterusnya; padahal lingkungan dimana organisasi itu hidup (=lembaga) masih sama.

Perbedaan pokok antara lembaga dan organisasi
Lembaga
Organisasi

Lembaga (institution) berisi norma, regulasi, dan kultural-kognitif yang menyediakan pedoman, sumber daya, dan sekaligus hambatan untuk bertindak bagi aktor di dalam masyarakat.


Organisasi (organization) adalah kelompok sosial yang sengaja dibentuk oleh sekelompok orang, memiliki anggota yang jelas, untuk mencapai tujuan tertentu, dan memiliki aturan yang dinyatakan tegas (biasanya tertulis). Contohnya koperasi, kelompok tani, dan Gapoktan.
Kelembagaan (institutional) adalah segala hal yang berkenaan dengan lembaga.
Keorganisasian (organizational) adalah segala hal berkenaan dengan organisasi misalnya perihal kepemimpinan dalam organisasi, keanggotaan, manajemen,  keuangan organisasi, kapasitas organisasi, serta relasi dengan organisasi lain.
Gunanya menjadi pedoman berperilaku untuk aktor (individu dan organisasi), memberi peluang (empower) namun sekaligus membatasi (constraint) aktor yang hidup di lingkungan sosial tertentu.
Menjadi pedoman, memberi peluang dan membatasi perilaku  anggota organisasi saja, yakni mereka yang sepakat dan mengidenitifikasi diri sebagai bagian dari organisasi. Tidak berlaku untuk non anggota.
Lembaga menjadi lingkungan tempat aktor menjalankan hidupnya.
Organisasi adalah aktor sosial dalam masyarakat sebagaimana individu.
Ibarat sebuah akuarium, lembaga adalah airnya
Organisasi adalah ikannya
Ia adalah framework, atau suatu underlying structure. Ia menjadi pedoman semua anggota masyarakat menjalankan hidupnya. Baik yang berada dalam organisasi ataupun tidak.
Organisasi adalah aktor, sebagai pelaku dalam masyarakat sebagaimana individu. Aturan organisasi hanya berlaku untuk anggota organisasi.
Peranan norma lebih dominan.
Tidak bisa menolak norma yang hidup di sekitarnya
Regulasi berlaku luas untuk semua anggota masyarakat, bersifat umum.
Regulasi di masyarakat berlaku juga untuk anggota organisasi. Namun, regulasi dalam organisasi lebih kuat, ada regulasi baru yang ditambahkan kepada anggota organisasi. Misalnya ada AD dan ART pada koperasi.
Pengetahuan sangat beragam. Pengetahuan tiap anggota masyarakat berbeda antar kelompok dan level pendidikan.
Pengetahuan jelas, diharapkan sama untuk semua anggota. Seluruh anggota harus memiliki makna yang sama terhadap aturan organisasi, setidaknya bagi mereka yang selevel.
Tidak ada keanggotaan. Atau, keanggoataannya cair. Pedoman lembaga berlaku luas. Contoh, jika seorang pengusaha pindah ke kabupaten lain, barulah ia patuh pada regulasi di kabupaten baru tersebut.
Ada keanggotaan (member) secara tegas. Aturan, sanksi dan kewajiban organisasi hanya berlaku untuk anggota. Seorang petani yang bukan anggota kelompok tani tidak dituntut kewajiban apa-apa.
Aspeknya adalah norma, regulasi, dan kultural kognitif. Ketiganya menjadi batasan dan pedoman dalam berperilaku di masyarakat.
Aspeknya adalah keanggotaan, kepemimpinan, aturan dalam organisasi, sturktur organisasi, keuangan, relasi organisasi dengan luar, kapasitas organisasi, kemampuan mencapai tujuan, dll
Program yang bisa dijalankan lebih abstrak, dan butuh waktu lama. Misalnya community cultural development (CCD).
Lebih eksak dan cepat. Bisa berupa pendampingan manajemen, pelatihan kepemimpinan, dan dukungan permodalan untuk keuangan organisasi.

Penggunaan teori kelembagaan baru dalam suatu riset akan memberikan hasil yang sangat berbeda dengan bila menggunakan teori organisasi. Matrik berikut memperlihatkan perbedaan tersebut, sebagaimana saya temukan sendiri saat melakukan penelitian disertasi di wilayah Kabupaten Bogor (Syahyuti, 2013).

perbedaan antara teori organisasi dan teori kelembagaan dalam mempelajari pengorganisasian diri petani

Teori organisasi
Teori kelembagaan (Baru)
Objek yang diteliti
Organisasi-organisasi yang berhasil
Individu (relasi sosial yang dijalankannya)
Unit analisis
Organisasi
Individu (didalam dan diluar organisasi) dan juga organisasi
Posisi terhadap keberadaan organisasi (formal)
Organisasi merupakan pendekatan utama
Lebih pada relasi  sosial yang efektif, itulah  pengorganisasian diri yg efektif
Analisis yang biasa dipakai
Analisis organisasi, namun diklaim sebagai “analisis kelembagaan”
Analisis kelembagaan (norma, regulasi, kultural-kognitif)
Temuan penelitian biasanya
Organisasi petani lemah, petani belum sadar utk berorganisasi
Petani berpedoman pada lembaga, petani menggunakan relasi individual di luar org, dan pasar sebagai organisasi.
Saran yang dihasilkan
Organisasi perlu diperkuat
Perlu perbaikan lingkungan kelembagaan, bagaimana format organisasi yang sesuai, dan bagaimana lingkungan kelembagaan yang dibutuhkan jika petani tidak berorganisasi
Penjelasan tentang pengelolaan manajemen irigasi kecil (pengorganisasian diri petani dahulu)
Disebut sebagai “organisasi tradisional
Disebut sebagai “pengorganisasi secara personal, bukan organisasi sebagaimana text book
Penjelasan tentang kondisi organisasi petani sekarang
Disebut bahwa organisasi petani lemah (=not organized)
Bukan lemah. Ini suatu gejala  baru, yang saya sebut “individualisasi organisasi”.

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar