Selama ini berlangsung ketidaksepahaman yang cukup tajam
dan lama di antara para ahli,
sehingga menjadi kendala dalam pemanfaatan ilmu ini dalam
pemberdayaan petani
di Indonesia. Penggunaan istilah ”institution”
pada literatur berbahasa Inggris, ataupun istilah ”lembaga” dan ”kelembagaan”
dalam literatur berbahasa Indonesia cenderung tidak konsisten dan tidak
memperoleh pengertian yang sama antar ahli. Selain itu, penggunaan konsep ini
seringkali bercampur dengan konsep ”organization”.
Hal yang sama juga terjadi pada literatur berbahasa Indonesia, antara istilah
”lembaga, ”kelembagaan” dan ”organisasi”. Penggunaan istilah ”kelembagaan”
dalam literatur berbahasa Indonesia tidak selalu merupakan terjemahan langsung
atau dapat disamakan dengan konsep ”institutional”
dalam literatur berbahasa Inggris. Contohnya, ”kelembagaan” sering digunakan untuk menyebut organisasi
petani pengguna air di Bali yaitu ”subak”, padahal dalam literatur berbahasa
Inggris subak disebut sebagai ”nonformal
organization”. Kekeliruan yang paling sering adalah menerjemahkan ”institution” menjadi ”kelembagaan”,
sedangkan ”lembaga” dimaknai persis sebagai ”organisasi”.
Penyebabnya adalah karena banyak pihak yang menulis
tentang objek ini namun tidak mengembangkan konsep dan teorinya. Kegalauan ini
ditulis banyak ahli misalnya Uphhof (1986), Scott (2008), Soemardjan dan Soemardi (1964). Studi terhadap ”lembaga”
dan analisis bagaimana lembaga mempengaruhi individu dalam masyarakat dimulai
kalangan sosiologi abad ke-19 dan 20 misalnya Max Weber. Perhatian terhadap
lembaga cukup konstan dari masa ke masa meskipun menggunakan istilah berbeda (Scott,
2008). Sementara, studi tentang
organisasi diawali dengan studi tentang birokrasi oleh Weber (Colignon, 2009),
lalu Robert Merton yang dengan kerangka kerja Weber membangun teori lebih
rendah (middle range theory), dan dilanjutkan
Selznick dengan menggunakan teori struktural fungsional dan membangun
pendekatan kelembagaan lama (old
institutional).
Pendekatan
kelembagaan baru terhadap
organisasi dimulai dari usaha Meyer and
Rowan (tahun 1977) yang membangun dari pendekatan kelembagaan Selznick. Studi
lembaga dan organisasi mulai berinteraksi semenjak era 1970-an (Scott,
2008)..
Menghadapi berbagai kekeliruan dan ketidaksepakatan
tersebut, maka perlu dilakukan perumusan rekonseptualisasi sebagaimana matrik
berikut. Dari matrik tersebut terlihat bahwa kata “kelembagaan” paling banyak
dipakai yang digunakan untuk menyebut objek-objek yang sesungguhnya berbeda.
Rekonseptulasisasi lembaga dan organisasi
Terminologi
dalam literatur berbahasa Inggris
|
Terminologi
dalam literatur berbahasa Indonesia selama ini
|
Terminologi
semestinya
|
Materi di
dalamnya
|
Institution
|
Kelembagaan, institusi
|
Lembaga
|
Norma, nilai, regulasi pemerintah, pengetahuan petani tentang regulasi,
dll.
|
Institutional
|
Kelembagaan, institusi
|
Kelembagaan
|
Hal-hal berkenaan dengan lembaga
|
Organization
|
Organisasi, lembaga
|
Organisasi
|
Contoh nya kelompok tani, koperasi, asosiasi petani berdasar
komoditas
|
Organizational
|
Keorganisasian, kelembagaan
|
Keorganisasian
|
Hal-hal berkenaan dengan organisasi, misalnya perihal
kepemimpinan, keanggotaan, manajemen, dan keuangan organisasi.
|
Dari tabel di atas, ”lembaga”
adalah terjemahan langsung dari ”institution”,
dan organisasi adalah terjemahan langsung dari ”organization”. Keduanya merupakan kata benda. Sementara ”kelembagaan”
adalah terjemahan dari ”institutional”,
yang bermakna sebagai ”berbagai hal yang berhubungan dengan lembaga”. Demikian
pula dengan ”keorganisasian” (dari terjemahan ”organizational”) yang bermakna sebagai ”berbagai hal yang
berhubungan dengan organisasi”.
Berdasarkan penelusuran referensi yang berkembang,
semenjak era sosiologi klasik sampai dengan munculnya paham kelembagaan baru,
maka ada tiga bagian pokok yang ada dalam lembaga. Ketiga bagian tersebut
menjadi objek pokok kalangan sosiologi dan sosiologi ekonomi dalam menjelaskan
lembaga selama ini, yakni mencakup aspek-aspek normatif, regulatif, dan
kultural-kognitif.
Berdasarkan tiga objek ini, maka “lembaga” dapat
dirumuskan sebagai hal yang berisi norma, regulasi, dan kultural-kognitif yang
menyediakan pedoman, sumber daya, dan sekaligus hambatan untuk bertindak bagi
aktor. Fungsi lembaga adalah menyediakan stabilitas dan keteraturan dalam
masyarakat, meskipun ia pun dapat berubah. Demikian pula untuk petani, lembaga
memberikan pedoman bagi petani dalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari.
Selanjutnya, organisasi merupakan elemen dari lembaga. Keberadaan organisasi
sangat bergantung pada lingkungan kelembagaannya (Meyer and
Rowan, 1977;
DiMaggio, 1991;
Colignon, 2009).
Organisasi merupakan sebuah unit pembuatan keputusan (Binswanger dan Ruttan,
1978), tempat aktor berinteraksi secara lebih intensif untuk menjalankan
aktifitas mencapai beberapa tujuan yang telah didefinisikan secara lebih tegas.
Jika
diumpamakan akuarium, maka airnya adalah “lembaga” sedangkan ikannya adalah
“organisasi”. Ikan bisa hidup baik, merana atau mati tergantung kepada airnya.
Ikan air tawar jangan dikasih air laut, ga
akan hidup. Demikian pula organisasi, koperasi
dengan karakter keorganisasian sebagaimana di Eropa sana, tentu tidak langsung
bisa hidup dan berenang nyaman di air Indonesia. Maka, kita jangan hanya
mengutak-atik ikannya, tapi juga airnya. Namun, rekayasa kelembagaan hampir
belum pernah dilakukan. Kita baru rajin gonta-ganti organisasi, bikin baru lagi,
bikin tandingan, dan seterusnya; padahal lingkungan dimana organisasi itu hidup
(=lembaga) masih sama.
Perbedaan pokok antara lembaga dan
organisasi
Lembaga
|
Organisasi
|
Lembaga
(institution) berisi
norma, regulasi, dan kultural-kognitif yang menyediakan pedoman, sumber daya,
dan sekaligus hambatan untuk bertindak bagi aktor di dalam masyarakat.
|
Organisasi
(organization) adalah kelompok
sosial yang sengaja dibentuk oleh sekelompok orang, memiliki anggota yang
jelas, untuk mencapai tujuan tertentu, dan memiliki aturan yang dinyatakan
tegas (biasanya tertulis). Contohnya koperasi, kelompok tani, dan Gapoktan.
|
Kelembagaan
(institutional) adalah segala hal
yang berkenaan dengan lembaga.
|
Keorganisasian
(organizational) adalah segala hal
berkenaan dengan organisasi misalnya perihal kepemimpinan dalam organisasi,
keanggotaan, manajemen, keuangan
organisasi, kapasitas organisasi, serta relasi dengan organisasi lain.
|
Gunanya
menjadi pedoman berperilaku untuk aktor (individu dan organisasi), memberi
peluang (empower) namun sekaligus
membatasi (constraint) aktor yang
hidup di lingkungan sosial tertentu.
|
Menjadi
pedoman, memberi peluang dan membatasi perilaku anggota organisasi saja, yakni mereka yang
sepakat dan mengidenitifikasi diri sebagai bagian dari organisasi. Tidak berlaku
untuk non anggota.
|
Lembaga
menjadi lingkungan tempat aktor menjalankan hidupnya.
|
Organisasi
adalah aktor sosial dalam masyarakat sebagaimana individu.
|
Ibarat
sebuah akuarium, lembaga
adalah airnya
|
Organisasi
adalah ikannya
|
Ia
adalah framework, atau suatu underlying structure. Ia menjadi
pedoman semua anggota masyarakat menjalankan hidupnya. Baik yang berada dalam
organisasi ataupun tidak.
|
Organisasi
adalah aktor, sebagai pelaku dalam masyarakat sebagaimana individu. Aturan
organisasi hanya berlaku untuk anggota organisasi.
|
Peranan
norma lebih dominan.
|
Tidak
bisa menolak norma yang hidup di sekitarnya
|
Regulasi
berlaku luas untuk semua anggota masyarakat, bersifat umum.
|
Regulasi
di masyarakat berlaku juga untuk
anggota organisasi. Namun, regulasi dalam organisasi lebih kuat, ada regulasi
baru yang ditambahkan kepada anggota organisasi. Misalnya ada AD dan ART pada
koperasi.
|
Pengetahuan
sangat beragam. Pengetahuan tiap anggota masyarakat berbeda antar kelompok
dan level pendidikan.
|
Pengetahuan
jelas, diharapkan sama untuk semua anggota. Seluruh anggota harus memiliki
makna yang sama terhadap aturan organisasi, setidaknya bagi mereka yang
selevel.
|
Tidak
ada keanggotaan. Atau, keanggoataannya cair. Pedoman lembaga berlaku luas.
Contoh,
jika seorang pengusaha pindah ke kabupaten lain, barulah ia patuh pada
regulasi di kabupaten baru tersebut.
|
Ada
keanggotaan (member) secara tegas.
Aturan, sanksi dan kewajiban organisasi hanya berlaku untuk anggota. Seorang
petani yang bukan anggota kelompok tani tidak dituntut kewajiban apa-apa.
|
Aspeknya
adalah norma, regulasi, dan kultural kognitif. Ketiganya menjadi batasan dan
pedoman dalam berperilaku di masyarakat.
|
Aspeknya
adalah keanggotaan, kepemimpinan, aturan dalam organisasi, sturktur
organisasi, keuangan, relasi organisasi dengan luar, kapasitas organisasi,
kemampuan mencapai tujuan, dll
|
Program
yang bisa dijalankan lebih abstrak, dan butuh waktu lama. Misalnya community
cultural development (CCD).
|
Lebih
eksak dan cepat. Bisa berupa pendampingan manajemen, pelatihan kepemimpinan, dan dukungan permodalan
untuk keuangan organisasi.
|
Penggunaan teori kelembagaan baru dalam
suatu riset akan memberikan hasil yang sangat berbeda dengan bila menggunakan
teori organisasi. Matrik berikut memperlihatkan perbedaan tersebut, sebagaimana
saya temukan sendiri saat melakukan penelitian disertasi di wilayah Kabupaten
Bogor (Syahyuti, 2013).
perbedaan antara teori
organisasi dan teori kelembagaan dalam
mempelajari pengorganisasian diri petani
|
Teori
organisasi
|
Teori
kelembagaan (Baru)
|
Objek yang diteliti
|
Organisasi-organisasi yang berhasil
|
Individu (relasi sosial yang dijalankannya)
|
Unit analisis
|
Organisasi
|
Individu (didalam dan diluar organisasi) dan juga organisasi
|
Posisi terhadap keberadaan organisasi (formal)
|
Organisasi merupakan pendekatan utama
|
Lebih pada relasi sosial yang efektif, itulah pengorganisasian diri yg efektif
|
Analisis yang biasa dipakai
|
Analisis organisasi, namun diklaim sebagai “analisis
kelembagaan”
|
Analisis kelembagaan (norma, regulasi,
kultural-kognitif)
|
Temuan penelitian biasanya
|
Organisasi petani lemah, petani belum sadar utk
berorganisasi
|
Petani berpedoman pada lembaga, petani menggunakan
relasi individual di luar org, dan pasar sebagai organisasi.
|
Saran yang dihasilkan
|
Organisasi perlu diperkuat
|
Perlu perbaikan lingkungan kelembagaan, bagaimana format organisasi
yang sesuai, dan bagaimana
lingkungan kelembagaan yang dibutuhkan jika petani tidak berorganisasi
|
Penjelasan tentang pengelolaan manajemen irigasi kecil (pengorganisasian diri petani dahulu)
|
Disebut sebagai “organisasi tradisional”
|
Disebut sebagai “pengorganisasi secara
personal”, bukan
organisasi sebagaimana text book
|
Penjelasan tentang kondisi organisasi petani sekarang
|
Disebut bahwa organisasi petani lemah
(=not organized)
|
Bukan lemah. Ini suatu gejala baru, yang
saya sebut “individualisasi organisasi”.
|
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar