Kamis, 26 Januari 2017

Revolusi Hijau vs Revolusi Hayati

Revolusi hayati (biological revolution) lahir karena ketidakpuasan kepada revolusi hijau. Penggunaan teknologi kimia berlebihan pada revolusi hijau ingin diganti dengan sepenuhnya dengan mengoptimalkan potensi sumber daya hayati. Karena itulah, sebelum semua potensi hayati ini bisa dieksplor, satu langkah yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah menjaga keanekaragaman hayati. Maka itu, kita mengenal bahkan ada yang disebut indeks kenekaragaman hayati (biodiversity index) untuk mengukur potensi dan permasalahan suatu wilayah. Indeks ini mengukur secara kuantitatif berapa tipe yang ada dan jumlah populasi tiap varietas, dan keseimbangan yang ideal.
Keanekaragaman hayati begitu penting. Ia adalah sumber daya pokok untuk mendukung pertanian modern. Keanekaragaman hayati juga menyediakan “modal alami” untuk berlangsungnya fungsi-fungsi ekosistem seperti fungsi daerah aliran sungai, kesuburan tanah, penyerbukan, penyebaran biji, daur zat makanan, pestisida alami dan pengendalian penyakit dan sebagainya. Semua ini komponen proses yang sangat penting untuk sistem pertanian sehat.
Saat ini, ada ribuan spesies yang dapat berkontribusi pada pemenuhan pangan manusia. Namun, 98 persen pemenuhan kebutuhan pangan dunia saat ini baru mengandalkan pada 12 tanaman pangan budidaya dan 14 jenis hewan. Gandum, beras dan jagung saja berkontribusi sebesar 50 persen dari keseluruhan asupan energi global. Kecenderungan umum global yang mengarah pada penyederhanaan pola makan ini telah membawa dampak yang buruk pada ketahanan pangan manusia, keseimbangan nutrisi, dan kesehatan.
Karena pangan yang kurang beragam ini, maka kemampuan pertanian untuk beradaptasi terhadap pengaruh buruk perubahan lingkungan dan ikklim menjadi rendah. Sistem produksi monokultur tradisional rentan terhadap cuaca yang ekstrim, banjir dan kekeringan. Upaya memadukan keanekaragaman hayati ke dalam pertanian (disebut juga “eco-agriculture” atau “agro-ecology”) dapat meningkatkan produksi, mempertahankan fungsi-fungsi ekosistem yang penting, dan mencapai ketahanan pangan yang lebih efisien dan lebih layak, terutama dalam menghadapi kondisi iklim yang tidak pasti ini.
Perbedaan revolusi hijau dengan revolusi hayati

Revolusi Hijau
Revolusi Hayati

Sasaran output adalah produksi bahan pangan utama (beras, gandum,  jagung, dll)

Pada biomassa (bahan pangan, feedstock biorefinery, dll)
Sifat teknologinya menggunakan input tinggi, pengolahan lahan secara intensif, dan toleransi pada lingkungan rendah.
Menggunakan input rendah, tanpa atau minimum olah lahan, serta toleransi tinggi pada lingkungan.
Berupaya menyesuaikan lingkungan dengan teknologi
Teknologi disesuaikan dengan lingkungan
Menerapkan sistem usahatani monokultur
Sistem plurifarming terpadu, polikultur, alley cropping
Cakupan komoditas hanya pada tanaman pangan pokok (padi, jagung, gandum)
Mencakup tanaman pangan, pangan dari hutan, rumput, cacing, mikroba, ternak, ikan, dll
Industri pengolahan yang diterapkan adalah industri pangan dan pakan
Bioindustri
Produknya berupa pangan dan pakan
Pangan, pakan, bionergi, biokimiawi, enzim, biomaterial
Teknologi dimiliki oleh publik atau terbuka untuk umum
Privat dan juga terbuka untuk umum
Pelaku diseminasi terbatas pada pemerintah, yakni para penyuluh pegawai pemerintah
Pemerintah, swasta, komunitas, individu, dan keluarga
Berdampak buruk pada lingkungan
Lebih ramah lingkungan

******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar