Revolusi hayati (biological revolution) lahir karena
ketidakpuasan kepada revolusi hijau. Penggunaan teknologi kimia berlebihan pada
revolusi hijau ingin diganti dengan sepenuhnya dengan mengoptimalkan potensi
sumber daya hayati. Karena itulah, sebelum semua potensi hayati ini bisa
dieksplor, satu langkah yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah menjaga
keanekaragaman hayati. Maka itu, kita mengenal bahkan ada yang disebut indeks
kenekaragaman hayati (biodiversity index) untuk mengukur potensi dan permasalahan suatu wilayah. Indeks ini mengukur secara kuantitatif berapa tipe yang ada dan jumlah populasi
tiap varietas, dan keseimbangan yang ideal.
Keanekaragaman hayati begitu
penting. Ia adalah sumber daya pokok untuk mendukung pertanian modern.
Keanekaragaman hayati juga menyediakan “modal alami” untuk berlangsungnya
fungsi-fungsi ekosistem seperti fungsi daerah aliran sungai, kesuburan tanah,
penyerbukan, penyebaran biji, daur zat makanan, pestisida alami dan
pengendalian penyakit dan sebagainya. Semua ini komponen proses yang sangat
penting untuk sistem pertanian sehat.
Saat ini, ada ribuan spesies yang dapat berkontribusi pada pemenuhan pangan manusia. Namun, 98 persen pemenuhan kebutuhan pangan dunia saat ini baru mengandalkan pada
12 tanaman pangan budidaya dan 14 jenis hewan. Gandum, beras dan jagung saja
berkontribusi sebesar 50 persen dari keseluruhan asupan energi global.
Kecenderungan umum global yang mengarah pada penyederhanaan pola makan ini telah
membawa dampak yang buruk pada ketahanan pangan manusia, keseimbangan nutrisi, dan kesehatan.
Karena pangan yang kurang beragam
ini, maka kemampuan pertanian untuk beradaptasi terhadap pengaruh buruk
perubahan lingkungan dan ikklim menjadi rendah. Sistem produksi monokultur
tradisional rentan terhadap cuaca yang ekstrim, banjir dan kekeringan. Upaya
memadukan keanekaragaman hayati ke dalam pertanian (disebut juga “eco-agriculture” atau “agro-ecology”) dapat meningkatkan
produksi, mempertahankan fungsi-fungsi ekosistem yang penting, dan mencapai ketahanan pangan yang lebih efisien dan lebih layak, terutama
dalam menghadapi kondisi iklim yang tidak pasti ini.
Perbedaan revolusi hijau dengan revolusi hayati
Revolusi Hijau
|
Revolusi Hayati
|
Sasaran output adalah
produksi bahan pangan utama (beras, gandum,
jagung, dll)
|
Pada biomassa (bahan pangan, feedstock
biorefinery, dll)
|
Sifat teknologinya
menggunakan input tinggi, pengolahan lahan secara intensif, dan toleransi
pada lingkungan rendah.
|
Menggunakan input rendah, tanpa atau minimum olah lahan, serta
toleransi tinggi pada lingkungan.
|
Berupaya
menyesuaikan lingkungan dengan teknologi
|
Teknologi disesuaikan dengan lingkungan
|
Menerapkan sistem
usahatani monokultur
|
Sistem plurifarming terpadu,
polikultur, alley cropping
|
Cakupan komoditas
hanya pada tanaman pangan pokok (padi, jagung, gandum)
|
Mencakup tanaman pangan, pangan dari hutan, rumput, cacing, mikroba,
ternak, ikan, dll
|
Industri pengolahan
yang diterapkan adalah industri pangan dan pakan
|
Bioindustri
|
Produknya berupa
pangan dan pakan
|
Pangan, pakan, bionergi, biokimiawi, enzim, biomaterial
|
Teknologi dimiliki
oleh publik atau terbuka untuk umum
|
Privat dan juga terbuka untuk umum
|
Pelaku diseminasi
terbatas pada pemerintah, yakni para penyuluh pegawai pemerintah
|
Pemerintah, swasta, komunitas, individu, dan keluarga
|
Berdampak buruk pada
lingkungan
|
Lebih ramah lingkungan
|
******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar