Keberadaan “pedagang kaki tangan” atau “broker” sudah umum dalam sistem tataniaga hasil-hasil pertanian di Indonesia. Merekalah yang
berinteraksi langsung dengan petani, menilai hasil panen petani, menawarkan
harga, dan menjalankan transaksi. Di Rejang Lebong (Bengkulu) mereka disebut
dengan “Anak Ulo”. Merekalah yang
aktif masuk kampung keluar kampung, mengumpulkan sekilo dua kilo kakao petani,
serta sekarung dua gabah petani. Sebagian keliling dengan truk, sebagian dengan
sepeda motor, dan mungkin di tempat lain pakai perahu atau mungkin masih ada
yang pakai sepeda.
Broker pada hakekatnya hanya sales representatives. Namun merekalah yang aktif dalam
mencari barang dan melakukan penawaran, bahkan sebelum petani memanen hasilnya.
“The broker is much closer to the
actual clients and acts as a sales agent, whereas the trader is much closer to the
portfolio manager”.
Pelaku dalam perdagangan tidak hanya “pedagang” dalam
arti orang yang membeli dan membayar suatu barang, lalu menjualnya pada
kesempatan lain dengan mengambil untung dari kegiatannya tersebut. Selain
pedagang, dalam sistem perdagangan terlibat juga para buruh yang membantu
pedagang, pelaku transportasi, tukang timbang, buruh
bongkar muat, dan juga broker. Dalam satu jaringan tata niaga, biasa dijumpai begitu banyaknya pedagang terlibat mulai pedagang pengumpul
tingkat desa, pedagang pengumpul tingkat kecamatan, kemudian ke pedagang
pengumpul yang lebih tinggi lagi, sampai akhimya
pada pedagang antar daerah, antar pulau atau eksportir. Pada daerah pemasaran,
barang akan masih berpindah-pindah tangan lagi lebih dari satu kali, misalnya
dari pedagang antar wilayah/pulau ke pedagang grosir (wholesaler) dan selanjutnya ke padagang pengecer (retailer).
Analisis struktur tata niaga biasanya bertolak dari diri “pedagang” (traders), yang posisinya di tengah. Para pedagang yang menjadi pengirim barang ke “pedagang” disebut pemasok (supplier), yang dapat berupa “pedagang komisioner”, “broker”, maupun “pedagang kaki tangan”. Lalu, para pelaku perdagangan di wilayah pemasaran, yang menerima barang dari pedagang, disebut dengan clients, pedagang pengecer (retailer) dan grosir (wholesaler). Grosir misalnya memiliki lapak di pasar induk.
Yang membedakan pedagang dengan pedagang kaki tangan
adalah pedagang menyertakan modalnya sendiri di dalam transaksi, sementara pedagang kaki tangan memakai modal orang lain, yaitu modal dari
pedagang berikutnya (lebih di hilir) dalam jalur tata niaga tersebut. Pedagang
komisioner selain tidak menyertakan modal uangnya sendiri, juga tidak
menetapkan harga, bahkan tidak membayar apapun pada saat membeli. Pedagang
memiliki peran yang lebih besar di dalam jaringan tata niaga, meskipun
jumlahnya dalam satu sistem jaringan tata niaga tidak banyak. Pedagang (traders) memiliki otoritas terhadap
pembelian dan penentuan harga. Berbeda dengan broker, ia berpeluang menderita rugi secara langsung.
Perbedaan
karakteristik antara pedagang dengan broker
Pedagang
|
Broker
|
Adalah
pelaku utama dalam sistem tata niaga. Biasanya menempati posisi sebagai
pedagang pengumpul kecamatan dan kabupaten, serta antar wilayah dan pulau.
|
Disebut juga pedagang komisioner
atau pedagang kaki tangan
|
Memiliki
modal sendiri
|
Tidak punya modal sendiri, biasanya hanya menjalankan modal pedagang
sebagai bos nya
|
Memiliki
kemungkinan rugi
|
Tidak akan rugi, karena harga yang
ditetapkan selalu lebih rendah dari harga yang akan diterima pedagang (trader)
|
Biasanya
sudah menetapkan harga saat membawa barang petani, dan juga sudah membayar
secara tunai, kadang-kadang membayar sebagian
|
Sering tidak menetapkan harga saat mengambil barang dari petani, bahkan
belum membayar sepeserpun.
|
Harga yang
ditetapkan lebih tinggi dari broker. Sebenarnya lebih untung jika petani bisa menjual langsung ke pedagang
ini.
|
Harga yang ditetapkan lebih rendah,
karena broker harus memperoleh
keuntungan ketika menyetor ke pedagang pengumpul. Semua barang dimukpul di tempat pedagang pengumpul.
|
Memiliki
relasi perdagangan sampai ke luar wilayah
|
Tidak memiliki relasi dengan pasar di wilayah konsumen
|
Memiliki
otoritas kuat dalam tawar menawar dengan petani, dan menguasai pelaku lain
|
Hanya mewakili pedagang, namun
sering seolah lebih berkuasa di hadapan petani
|
Untuk bisa memperbaiki sistem perdagangan hasil-hasil
pertanian - bukan membangun los pasar - maka pengambil kebijakan mesti bisa
membedakan jenis-jenis pelaku perdagangan ini. Perdagangan hasil-hasil
pertanian di Indonesia saat ini secara umum bekerja dalam bentuk pasar yang
tidak sempurna (imperfect markets).
Ketidaksempurnaan tersebut diindikasikan oleh lemahnya kelembagaan pasar (poor market institutions) secara
struktural dan kultural, biaya transaksi yang besar (high search costs) sehingga menjadi tidak efisien, dan struktur
informasi yang tidak sempurna dan seimbang (imperfect
and asymmetric information). Kelembagaan pasar yang lemah (poor market institutions) terlihat dari
tiga hal, yaitu permodalan, kontrak dagang, dan asuransi.
Pola berlangganan merupakan strategi yang cerdik untuk menghadapi berbagai kelemahan kelembagaan pasar ini (Syahyuti, 1998). Pola berlangganan ini berbentuk hubungan dua pihak (diadik) mulai dari pedagang ranting dengan pedagang pengumpul tingkat desa, bergerak secara bertahap ke ujung sampai akhimya pada transaksi antara pedagang grosir dengan pedagang pengecer. *******
Pola berlangganan merupakan strategi yang cerdik untuk menghadapi berbagai kelemahan kelembagaan pasar ini (Syahyuti, 1998). Pola berlangganan ini berbentuk hubungan dua pihak (diadik) mulai dari pedagang ranting dengan pedagang pengumpul tingkat desa, bergerak secara bertahap ke ujung sampai akhimya pada transaksi antara pedagang grosir dengan pedagang pengecer. *******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar