Kamis, 26 Januari 2017

Pedagang vs Broker

Keberadaan “pedagang kaki tangan” atau “broker” sudah umum dalam sistem tataniaga hasil-hasil pertanian di Indonesia. Merekalah yang berinteraksi langsung dengan petani, menilai hasil panen petani, menawarkan harga, dan menjalankan transaksi. Di Rejang Lebong (Bengkulu) mereka disebut dengan “Anak Ulo”. Merekalah yang aktif masuk kampung keluar kampung, mengumpulkan sekilo dua kilo kakao petani, serta sekarung dua gabah petani. Sebagian keliling dengan truk, sebagian dengan sepeda motor, dan mungkin di tempat lain pakai perahu atau mungkin masih ada yang pakai sepeda.

Broker pada hakekatnya hanya sales representatives. Namun merekalah yang aktif dalam mencari barang dan melakukan penawaran, bahkan sebelum petani memanen hasilnya.  The broker is much closer to the actual clients and acts as a sales agent, whereas the trader is much closer to the portfolio manager”.

Pelaku dalam perdagangan tidak hanya “pedagang” dalam arti orang yang membeli dan membayar suatu barang, lalu menjualnya pada kesempatan lain dengan mengambil untung dari kegiatannya tersebut. Selain pedagang, dalam sistem perdagangan terlibat juga para buruh yang membantu pedagang, pelaku transportasi, tukang timbang, buruh bongkar muat, dan juga broker. Dalam satu jaringan tata niaga, biasa dijumpai begitu banyaknya pedagang terlibat mulai pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul tingkat kecamatan, kemudian ke pedagang pengumpul yang lebih tinggi lagi, sampai akhimya pada pedagang antar daerah, antar pulau atau eksportir. Pada daerah pemasaran, barang akan masih berpindah-pindah tangan lagi lebih dari satu kali, misalnya dari pedagang antar wilayah/pulau ke pedagang grosir (wholesaler) dan selanjutnya ke padagang pengecer (retailer).

Analisis struktur tata niaga biasanya bertolak dari diri “pedagang” (traders), yang posisinya di tengah.  Para pedagang yang menjadi pengirim barang ke “pedagang” disebut pemasok (supplier), yang dapat berupa “pedagang komisioner”, “broker”, maupun “pedagang kaki tangan”. Lalu, para pelaku perdagangan di wilayah pemasaran, yang menerima barang dari pedagang, disebut dengan clients, pedagang pengecer (retailer) dan grosir (wholesaler). Grosir misalnya memiliki lapak di pasar induk.

Yang membedakan pedagang dengan pedagang kaki tangan adalah pedagang menyertakan modalnya sendiri di dalam transaksi, sementara pedagang kaki tangan memakai modal orang lain, yaitu modal dari pedagang berikutnya (lebih di hilir) dalam jalur tata niaga tersebut. Pedagang komisioner selain tidak menyertakan modal uangnya sendiri, juga tidak menetapkan harga, bahkan tidak membayar apapun pada saat membeli. Pedagang memiliki peran yang lebih besar di dalam jaringan tata niaga, meskipun jumlahnya dalam satu sistem jaringan tata niaga tidak banyak. Pedagang (traders) memiliki otoritas terhadap pembelian dan penentuan harga. Berbeda dengan broker, ia berpeluang menderita rugi secara langsung.

Perbedaan karakteristik antara pedagang dengan broker
Pedagang
Broker
Adalah pelaku utama dalam sistem tata niaga. Biasanya menempati posisi sebagai pedagang pengumpul kecamatan dan kabupaten, serta antar wilayah dan pulau.
Disebut juga pedagang komisioner atau pedagang kaki tangan
Memiliki modal sendiri
Tidak punya modal sendiri, biasanya hanya menjalankan modal pedagang sebagai bos nya
Memiliki kemungkinan rugi
Tidak akan rugi, karena harga yang ditetapkan selalu lebih rendah dari harga yang akan diterima pedagang (trader)
Biasanya sudah menetapkan harga saat membawa barang petani, dan juga sudah membayar secara tunai, kadang-kadang membayar sebagian
Sering tidak menetapkan harga saat mengambil barang dari petani, bahkan belum membayar sepeserpun.
Harga yang ditetapkan lebih tinggi dari broker. Sebenarnya lebih untung jika petani bisa menjual langsung ke pedagang ini.
Harga yang ditetapkan lebih rendah, karena broker harus memperoleh keuntungan ketika menyetor ke pedagang pengumpul. Semua barang dimukpul di tempat pedagang pengumpul.
Memiliki relasi perdagangan sampai ke luar wilayah
Tidak memiliki relasi dengan pasar di wilayah konsumen
Memiliki otoritas kuat dalam tawar menawar dengan petani, dan menguasai pelaku lain
Hanya mewakili pedagang, namun sering seolah lebih berkuasa di hadapan petani


Untuk bisa memperbaiki sistem perdagangan hasil-hasil pertanian - bukan membangun los pasar - maka pengambil kebijakan mesti bisa membedakan jenis-jenis pelaku perdagangan ini. Perdagangan hasil-hasil pertanian di Indonesia saat ini secara umum bekerja dalam bentuk pasar yang tidak sempurna (imperfect markets). Ketidaksempurnaan tersebut diindikasikan oleh lemahnya kelembagaan pasar (poor market institutions) secara struktural dan kultural, biaya transaksi yang besar (high search costs) sehingga menjadi tidak efisien, dan struktur informasi yang tidak sempurna dan seimbang (imperfect and asymmetric information). Kelembagaan pasar yang lemah (poor market institutions) terlihat dari tiga hal, yaitu permodalan, kontrak dagang, dan asuransi.

Pola berlangganan merupakan strategi yang
cerdik untuk menghadapi berbagai kelemahan kelembagaan pasar ini (Syahyuti, 1998). Pola berlangganan ini berbentuk hubungan dua pihak (diadik) mulai dari pedagang ranting dengan pedagang pengumpul tingkat desa, bergerak secara bertahap ke ujung sampai akhimya pada transaksi antara pedagang grosir dengan pedagang pengecer. *******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar