Timbulnya
kesadaran kemiskinan di tingkat dunia dimulai pada awal 1970-an, ketika
terungkap fakta bahwa meskipun dicapai kemajuan ekonomi di suatu negara, namun
warganya masih ada yang miskin. Di Indonesia, kemiskinan diakui sejak awal
1990-an.
Kemiskinan merupakan
objek yang sangat intensif dibicarakan dalam pembangunan pedesaan dan
pertanian. Tidak heran lalu berkembang berbagai konsep yang perlu dipahami
dengan baik. Empat di antara konsep itu adalah poverty relief, poverty
alleviation, poverty reduction, dan poverty eradication. Keempatnya dapat
disebut sebagai bentuk-bentuk program. “Poverty relief “ berkaitan dengan kebijakan dan intervensi
untuk memperoleh dukungan jangka pendek (short term assistance) kepada mereka yang miskin. Ini merupakan sebutan untuk program yang
sifatnya mendesak, sehingga bentuk bantuan hanya untuk memenuhi kebutuhan yang
mendasar dan mendesak.
Kita
mendapatkan bahwa dalam perjalanannya terjadi perubahan isu dari semula
“pemberantasan kemiskinan” (poverty
alleviation) menjadi “pengurangan kemiskinan” (poverty reduction). Wacana yang lebih dulu berkembang adalah
“pemberantasan kemiskinan” (poverty
alleviation). Lalu, larena berbagai alasan dan sebab, wacananya berubah
menjadi “pengurangan kemiskinan” (poverty
reduction).
“Poverty alleviation”
adalah program yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif
dari kondisi kemiskinan pada penduduk miskin. Ini lebih berkelanjutan dan
permanen dibandingkan dengan poverty relief programmes. Disini, perencanaan kegiatan lebih sistematis dan
komprehensif, mencakup berbagai bantuan sosial dari pemerintah. Kegiatan ini
memiliki tujuan yang agak jangka panjang dan secara umum lebih membangun. Bantuan pemerintah menyediakan hasil
yang nyata secepatnya, dan juga dukungan untuk stimulus ekonomi dan
memberdayakan, misalnya dengan membuka kesempatan bekerja dari rumah, dan
perbaikan gizi untuk anak-anak.
Lalu, “poverty reduction” berkenaan dengan
strategi dan kebijakan untuk mengurangi jumlah dan prosentase orang miskin,
atau keparahan dampak kemiskinan terhadap kehidupan orang-orang
miskin. Dan terakhir, “poverty
eradication” sesungguhnya lebih simple,
yang memuat tentang bagaimana cara mengakhiri kemiskinan.
Pada
hakekatnya, kemiskinan merupakan persoalan klasik yang telah ada sejak dulu,
dan mungkin akan terus menjadi persoalan sampai nanti. Belum ada rumusan maupun formula penanganan kemiskinan yang dianggap paling
jitu dan sempurna sampai sekarang ini. Secara umum, “miskin” adalah suatu
keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan
taraf kehidupan kelompoknya, dan tak mampu memanfaatkan tenaga, mental, dan
fikirannya dalam kelompok tersebut.
Pada saat
awal-awal orang bicara kemiskinan, sering terlontar perbedaan antara kemiskinan
absolut dengan kemiskinan relatif. Perbedaannya kira-kira demikian.
Perbedaan antara kemiskinn absolut dengan kemiskinan relatif
Kemiskinan absolut
|
Kemiskinan relatif
|
Miskin
adalah bila seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar (pangan, sandang,
kesehatan, perumahan, dan pendidikan) yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Terlihat dari kehidupan
yang dibawah minimum, di bawah standar yang diterima secara sosial, dan
adanya kekurangan nutrisi.
|
Miskin adalah bila seseorang
tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar dan sosiokultural. Artinya, makna miskin sesuai dengan batasan sosiokultural di komunitasnya
masing-masing.
|
Patokannya
adalah berapa kebutuhan manusia untuk dapat bertahan hidup secara sehat.
|
Patokannya berapa kebutuhan manusia
agar dapat hidup sehat secara sosial. Orang harus makan apa, pakai baju apa,
dan memiliki rumah seperti apa agar tidak malu dengan tetangganya, dst.
|
Indikator
yang digunakan adalah berapa kebutuhan biologis, pakaian dan perumahan untuk
seseorang bisa hidup sehat. Menurut Copenhagen Declaration, kemiskinan
absolut adalah: "a condition characterised by severe deprivation of basic human
needs, including food, safe drinking water, sanitation facilities, health,
shelter, education and information".
|
Kebutuhan hidup secara
sosial di masyarakat bersangkutan. Selain kebutuhan dasar (biologis, pakaian
dan perumahan) juga kebutuhan sosial misalnya iuran warga, biaya
penyelenggaraan kematian, biaya pesta perkawinan, dan lain-lain.
|
Batasannya
fisik.
|
Batasannya fisik dan sosial.
|
Nilainya
lebih kurang sama untuk manusia di belahan bumi manapun. Namun jika
dikembalikan kepada pendapatan per bulan misalnya, nilainya bisa berbeda
karena perbedaan mata uang dan indeks harga di tiap daerah.
|
Nilainya sangat berbeda-beda
antar komunitas. Orang yang miskin di kota bisa saja begitu pulang kampung di
desanya malah dianggap orang kaya.
|
Lebih objektif, karena menggunakan
pendekatan ilmiah didasarkan kepada pendekatan kesejahteraan (the welfare approach)
|
Disebut pula dengan “kemiskinan subjektif” karena
bergantung penilaian masyarakat setempat (Renata
Lok-Dessallien, 2005).
|
Berlaku
secara lebih luas. Satu negara sering hanya punya satu alat ukur saja.
|
Tiap kelompok dan lapisan
masyarakat memiliki batasannya sendiri. Pada kalangan ABG misalnya, tidak
memiliki handphone dianggap golongan”miskin”.
|
Terbatas
dan kurang lengkap
|
Lebih lengkap. BPS membedakan ukuran
kemiskinan untuk penduduk di kota dengan yang di desa.
|
Tentu saja saat
ini yang paling banyak dipakai adalah ”kemiskinan secara relatif”. Dimensi yang
dipertimbangkan jauh lebih lengkap. Tidak hanya kebutuhan biologis, sandang,
dan perumahan; namun juga kebutuhan sosial. Definisi kemiskinan yang sekarang
banyak beredar adalah yang masuk di kategori kemiskinan relatif ini.
*******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar