Minggu, 15 Januari 2017

Perbedaan Pandangan Tentang “Petani Kecil”



Petani kecil (small farmer) di Indonesia baru sebatas wacana di kalangan akademisi. Pada paper dan disertasi sekalipun masih sulit kita temukan entry “petani kecil”, apalagi di kalangan pemerintahan. Sebagaimana “kemiskinan” yang baru diakui di Indonesia tahun 1980-an, “petani kecil” sampai saat ini tidak pernah masuk sebagai istilah resmi baik di undang-undang atau Permentan atau dimanapun. Bahwa apa yang kita sebut petani bisa petani besar, kuat dan berlahan luas; namun bisa pula petani lemah, gurem, bermodal kecil, berlahan sempit, dan “petani kecil”: tidak dibedakan lagi. Artinya, semua petani diberlakukan sama saja.

Namun, banyak peneliti asing terutama, dan tentu saja pada referensi ilmiah di luar neger, istilah “small farmer” sudah sangat biasa dibicarakan. Jurnal international terakreditasi sering memuat ini. Mereka telah lama dianggap ada.

Berikut, diperlihatkan perbedaan perlakuan kita selama ini kepada petani kecil. Pola seperti ini tidak hanya berlangsung di Indonesia, namun juga di berbagai negara berkembang umumnya. Perkembangan pemikiran dan perlakuan kepada petani kecil mengikuti trend pendekatan pembangunan pada era bersangkutan.

Perbandingan perhatian dan pemahaman terhadap petani kecil dari masa ke masa


Tahun 1950-an

Tahun 1960-an
Tahun 1980-an
Abad ke-21
Ide dasar yang berkembang
Produktivitas dan kesetaraan (equity)
Produktivitas tanpa  kesetaraan

Kebebasan dan efisiensi
Petani kecil komersial (commercial smallholders)
Pokok perhatian
Peningkatan produktivitas pertanian yang dicapai dengan menekan ketimpangan
Peningkatan produktivitas  dan modernisasi pertanian
Pentingnya memperhatikan efisiensi pasar. Deregulasi kebijakan dan penyerahan pada mekanisme pasar
Upaya menghubungkan petani kecil ke dalam mata rantai pasar global
Justifikasi
Pasa saat berlangsungnya agenda kebangsaan, dekolonisasi, pentingnya kemakmuran rakyat, dan sekaligus upaya menghadang komunisme.
Kesejahteraan petani dicapai melalui perubahan teknologi namun tanpa perubahan struktural. Pembangunan diurus negara dengan menyediakan subsidi dan kredit. Berlangsung liberalisasi pasar finansial dan perdagangan.
Pembangunan mengandalkan mekanisme pasar. Pasar diyakini akan mengefisienkan seluruh mekanisme.
Memperhatikan konsep skala dan keterkaitan (linkages). Menyusun kontrak antara petani kecil dengan perusahaan agribisnis.
Bentuk kebijakan pembangunan (reforma agraria)
Reforma agraria ideal (land to the tiller). Landreform dari atas dan dari bawah.
Program revolusi hijau sebagai titik ungkit pembangunan. Tidak ada program landreform.
Landreform berdasar pasar (market-based land reform). Dilengkapi dengan sertifikasi lahan.
Pertanian kontrak inti-plasma, kemitraan bisnis. Transisi agraria dengan visi neoliberal. 

Sumber: World Development Report (2008).

Pada awal abad ke-21 ini pun petani kecil masih relevan dibicarakan. Mulai abad ke 21 ini, disepakati sebuah pendekatan baru untuk petani kecil yang dikemas dalam konsep Commercial Smallholders. Banyak pihak ingin menyatukan petani kecil ke dalam mata rantai ekonomi global, namun dengan tetap tidak merubah ciri khasnya. Akan diciptakan suatu kemitraan bisnis yang tidak saling memakan dan membunuh. Mudah-mudahan bisa. ******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar