Petani kecil (small farmer) di Indonesia baru sebatas
wacana di kalangan akademisi. Pada paper dan disertasi sekalipun masih sulit
kita temukan entry “petani kecil”, apalagi
di kalangan pemerintahan. Sebagaimana “kemiskinan” yang baru diakui di
Indonesia tahun 1980-an, “petani kecil” sampai saat ini tidak pernah masuk
sebagai istilah resmi baik di undang-undang atau Permentan atau dimanapun.
Bahwa apa yang kita sebut petani bisa petani besar, kuat dan berlahan luas; namun bisa pula petani lemah, gurem, bermodal
kecil, berlahan sempit, dan “petani kecil”: tidak dibedakan lagi. Artinya,
semua petani diberlakukan sama saja.
Namun, banyak peneliti asing
terutama, dan tentu saja pada referensi ilmiah di luar neger, istilah “small farmer” sudah sangat biasa
dibicarakan. Jurnal international terakreditasi sering memuat ini.
Mereka telah lama dianggap ada.
Berikut, diperlihatkan perbedaan
perlakuan kita selama ini kepada petani kecil. Pola seperti ini tidak hanya
berlangsung di Indonesia, namun juga di berbagai negara berkembang umumnya.
Perkembangan pemikiran dan perlakuan kepada petani kecil mengikuti trend pendekatan pembangunan pada era
bersangkutan.
Perbandingan perhatian dan
pemahaman terhadap petani kecil dari masa ke masa
|
Tahun 1950-an
|
Tahun 1960-an
|
Tahun 1980-an
|
Abad ke-21
|
Ide
dasar yang berkembang
|
Produktivitas dan kesetaraan (equity)
|
Produktivitas tanpa kesetaraan
|
Kebebasan dan efisiensi
|
Petani kecil komersial (commercial smallholders)
|
Pokok perhatian
|
Peningkatan produktivitas pertanian yang dicapai dengan menekan ketimpangan
|
Peningkatan produktivitas dan modernisasi pertanian
|
Pentingnya memperhatikan efisiensi
pasar. Deregulasi kebijakan dan penyerahan pada mekanisme pasar
|
Upaya menghubungkan petani kecil ke dalam
mata rantai pasar global
|
Justifikasi
|
Pasa saat berlangsungnya agenda kebangsaan, dekolonisasi, pentingnya kemakmuran rakyat, dan sekaligus upaya menghadang
komunisme.
|
Kesejahteraan petani dicapai
melalui perubahan teknologi namun tanpa perubahan
struktural. Pembangunan diurus
negara dengan menyediakan subsidi dan kredit. Berlangsung liberalisasi pasar
finansial dan perdagangan.
|
Pembangunan mengandalkan mekanisme pasar. Pasar diyakini akan mengefisienkan seluruh mekanisme.
|
Memperhatikan konsep skala dan keterkaitan (linkages). Menyusun kontrak
antara petani kecil dengan perusahaan
agribisnis.
|
Bentuk kebijakan
pembangunan (reforma agraria)
|
Reforma agraria ideal (land to the
tiller). Landreform dari atas dan dari bawah.
|
Program revolusi hijau sebagai titik ungkit pembangunan. Tidak ada
program landreform.
|
Landreform berdasar pasar (market-based
land reform). Dilengkapi dengan sertifikasi
lahan.
|
Pertanian kontrak inti-plasma, kemitraan bisnis. Transisi agraria dengan visi neoliberal.
|
Sumber: World Development Report (2008).
Pada awal abad ke-21
ini pun petani kecil masih relevan dibicarakan. Mulai
abad ke 21 ini, disepakati sebuah pendekatan baru untuk petani kecil yang dikemas dalam konsep “Commercial
Smallholders”. Banyak pihak ingin menyatukan petani kecil ke dalam mata
rantai ekonomi global, namun dengan tetap tidak merubah ciri khasnya. Akan
diciptakan suatu kemitraan bisnis yang tidak saling memakan dan membunuh. Mudah-mudahan bisa. ******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar