Kita orang Melayu ini belum merasa makan kalau bukan makan nasi. Namun, ada
selentingan yang pernah menyampaikan bahwa nasi bikin
bodoh. Para pemakan beras terutama di Asia Tenggara dan Asia Selatan yakni umumnya
dari rumpun Austronesia, orangnya lebih pendek-pendek, tenaga kurang, agak-agak
kurang pintar, dan umurnya juga lebih pendek. Entah benar entah tidak, yang
jelas saban habis makan siang dengan nasi kita perlu setengah sampai satu jam
untuk mencernanya, dan sering diikuti oleh rasa ngantuk. Sehingga,
produktivitas pun agak terganggu, karena itu adalah prime time untuk bekerja produktif.
Penyebabnya mungkin bukan karena nasinya, tapi mungkin karena kita terlalu banyak mengkonsumsi karbohidrat, sehingga asupan protein, mineral, dan vitamin jadi kurang. Indonesia terkenal sebagai pemakan nasi yang akut, dengan konsumsi
per kapita per tahun 135 – 140 kg per kapita, lebih tinggi dari bangsa manapun. Karbohidrat memang fungsi utamanya menghasilkan tenaga bagi tubuh. Tapi ada
karbohidrat yang cepat sekali diolah menjadi tenaga, juga ada karbohidrat yang
lebih lama diolah tubuh. Nasi termasuk golongan karbohidrat pertama, sementara gandum dan kentang termasuk golongan kedua. Terlalu banyak memakan karbohidrat yang terlalu cepat
diolah tubuh jelas tidak baik. Ketika kita tidak lagi membutuhkan tenaga otot
melainkan tenaga pikiran, tenaga yang kadung terbentuk segera diubah menjadi
lemak. Selain pikiran menjadi tumpul,
kita juga jadi gampang mengalami kegemukan. Wallahualam.
Perbedaan biologis dan sosial ekonomi antara beras dan gandum
Beras
|
Gandum
|
Merupakan sumber bahan pangan Indonesia yang
sudah mengakar dan membudaya. Padi ditanam secara luas karena sesuai iklim
dan lahannya, dan kita telah sanggup swasembada beberapa kali, meskipun
kadang-kadang masih impor beras juga.
|
Merupakan tanaman sub tropis, sehingga hampir seluruh kebutuhan kita
impor sebanyak 4,5 juta ton per tahun atau setara dengan Rp. 30 trilyun. Namun, trend konsumsinya semakin meningkat
dari tahun ke tahun, dalam bentuk mie, kue, cake, roti, dll. Perubahan pola
konsumsi ke bahan gandum ini dimulai dari kalangan kaya dan terutama
anak-anak.
|
Merupakan tanaman yang paling baik jika ditanam
di sawah, dan membutuhkan air irigasi lebih banyak. Hasil rata-rata saat ini
sekitar 5,2 ton gabah per panen. Untuk menghasilkan 1 kg beras air yang
dibutuhkan 3400 lt (ada yang menyebut 1366 lt), atau 17 juta liter per ha.
|
Gandum adalah
tanaman serealia toleran terhadap kekeringan. Kebutuhan air untuk pertumbuhan
gandum relatif lebih rendah dibanding tanaman serealia lainnya, berkisar 330
– 392 mm (penelitian lain: 254-400
mm). Di Indonesia, potensi hasil gandum di daerah dataran tinggi 5,4 t/ha,
padahal di AS dan Brazil bisa 10-11 t/ha.
|
Potensi lahan yang bisa ditanami padi di
Indonesia setidaknya 25 juta ha untuk sawah ditambah 25 juta ha berupa lahan
kering.
|
Lahan yang sesuai untuk
gandum terbatas, yaitu hanya seluas 73 ribu ha yang tersebar di 15
provinsi. Ini karena gandum hanya baik ditanam di atas ketinggian 800 mdpl.
|
Kandungan kalori per 100 gram lebih rendah.
Satu sumber menyebut 357 kal, ada juga yang menyebut 360 kal.
|
Sebagian
besar sumber menyebut kandungan kalori terigu (misalnya roti) lebih tinggi
(333 - 365 kal).
|
Kandungan protein juga lebih rendah (6,8 - 8,4
gram)
|
Lebih tinggi proteinnya (8,9 - 9,0
gram)
|
Kandungan lemak cenderung lebih rendah (0,7 -
1,7 gram)
|
Lebih tinggi
(1,0 - 1,3 gram)
|
Karbohodrat relatif sama (77,1 - 78,9 gram)
|
Kandungan karbohudrat gandum 77,2 sampai 77,3 gram per 100 gram gandum.
|
Lebih mahal. Untuk memenuhi kebutuhan kalori
dari nasi (dan lauknya)
|
Lebih murah,
bila mengkonsumsi roti misalnya.
|
Konsumsi beras nasional lebih kurang 139 kg per
kapita per tahun. Konsumsi ini tertinggi di dunia, dan ada tanda-tanda trendnya menurun walau lambat.
|
Rata-rata konsumsi nasional ada yang menyebut, 17 ada yang 18, dan ada
yang menyebut 21 kg per kapita per tahun. Trendnya
terus menaik dari tahun ke tahun.
|
Kelebihan gandum adalah kalsium dan
zat besi, namun beras lebih di Phospor. Banyak penelitian yang telah
membuktikan gandum memiliki kandungan gizi yang positif bagi manusia.
Dibandingkan padi, gandum punya lebih banyak kandungan serat, protein, mineral,
vitamin A, E dan B1. Jadi, akan sangat mudah kenyang jika mengkonsumsi sedikit
gandum daripada menyantap nasi. Gandum memiliki sedikit kandungan gula darah
sehingga baik bagi para penderita diabetes. Juga disarankan untuk penderita
kolesterol dan jantung koroner. Kandungan asam folat akan menekan kelebihan
kolesterol dalam darah. Gandum dapat mencegah tersumbatnya pembuluh darah
yang mengakibatkan penyakit jantung
Gandum
juga sangat baik sebagai menu diet. Berbeda dengan nasi beras yang punya banyak
kandungan karbohidrat sehingga cenderung menyebabkan masalah kelebihan berat
badan, gandum punya kandungan nutrisi yang berimbang. Kandungan serat dan
protein dalam gandum sangat berguna dalam menunjang program penurunan berat
badan dengan lebih aman.
Dibandingkan dengan 100 gram
nasi putih atau mi basah, maka 100 gram roti memberikan energi, karbohidrat,
protein, kalsium, fosfor dan besi yang lebih banyak. Sebuah sumber menyebut
bahwa roti putih memiliki karbohidrat 50,0 gram, sedang nasi hanya 40,6 gram.
Yang bagus adalah protein, yaitu 8,0 gram berbanding 2,1 gram. Dari sisi
ekonomi, mengkonsumsi roti bisa lebih murah, karena mengkonsumsi nasi mestilah
lengkap dengan lauk dan sayurnya. Dari sudut pandang gizi, roti gandum utuh (whole wheat bread) sebenarnya memiliki
nilai gizi yang lebih baik dibandingkan roti putih (white bread). Keunggulan lain adalah
mengandung serat pangan, antioksidan, fitoestrogen (baik untuk mencegah
penyakit jantung dan aneka kanker), vitamin dan mineral yang jauh lebih banyak
dibandingkan roti putih. Selain itu, roti gandum juga memiliki cita rasa yang
sangat khas.
Di dalam tepung terigu terdapat
gluten yakni suatu senyawa yang bersifat kenyal dan elastis, yang diperlukan
dalam pembuatan roti agar dapat mengembang dengan baik. Ia menentukan
kekenyalan mie serta berperan dalam pembuatan kulit martabak telur supaya tidak
mudah robek misalnya. Kandungan gluten menentukan kadar protein tepung terigu.
Semakin tinggi kadar gluten, semakin tinggi kadar protein nya.
Sementara, dari sisi ekonomi, kita
rugi jika gandum semakin banyak dikonsumsi masyarakat kita, karena gandum bukan
tanaman yang bisa ditanam di dalam negeri. Semua harus diimpor. Indonesia tercatat sebagai negara pengimpor gandum
terbesar kedua di dunia. Berdasarkan laporan USDA, impor gandum Indonesia 2012 diprediksi
menembus 7,1 juta ton, atau senilai lebih dari Rp. 40
trilyun.
Sesuai data
BPS, sepanjang tahun 2012, impor
biji gandum saja (belum termasuk
tepung terigu) mencapai 6,3 juta
ton dengan nilai lebih kurang Rp. 25 trilyun. Dari jumlah
tersebut, konsumsi terigu untuk pembuatan mie sebanyak 60 persen, cookies dan snack 10 persen,
bakery cake 20 persen, dan 10 persen untuk
penggunaan rumah tangga. Konsumsi pangan berbasis gandum
di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.
Menghadapi
kondisi ini, maka jalan tengah antara “beras vs gandum” adalah shorgum, karena sorgum
lebih mungkin ditanam di dalam di wilayah tropis. Tepung sorgum berpotensi mensubsitusi sebesar 1,18 juta ton dari total
kebutuhan terigu. Kemampuan subsitusi tepung sorgum
terhadap tepung terigu untuk produk mie sebesar 15-20 persen, cookies 50-75 persen, cake
30-50 persen, dan untuk kebutuhan rumah tangga lain secara rata-rata 20-25
persen. Selain itu, harga tepung
sorgum jauh lebih
murah, hanya 60
persen dibandingkan harga tepung
terigu. Selama ini, pemerintah telah
menjalankan berbagai program untuk mengembangkan sorgum, misalnya
di Jawa
Timur, DI Yogyakarta, dan NTT. Berbagai teknologi pascapanen sorgum telah dihasilkan
antara lain tepung sorgum rendah tanin, nasi sorgum, nasi
sorgum instan,
dan bubur
sorgum instan.
Secara teknis, sorgum (Sorghum
bicolor L.) mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia, karena
daya adaptasinya yang luas. Tanaman ini toleran terhadap kekeringan dan
genangan air, dapat berproduksi pada lahan marginal, serta relatif tahan
terhadap gangguan hama dan penyakit. Sorgum
juga merupakan komoditas sumber karbohidrat yang cukup potensial karena
kandungan karbohidratnya cukup tinggi, sekitar 73 g/100 g bahan. Masalah utama
sorgum sebagai bahan pangan adalah kandungan tanin yang cukup tinggi, mencapai
0,40−3,60 persen. Nilai gizi
sorgum tidak kalah dengan beras. Bahkan sorgum mengandung protein (8-12%)
setara dengan terigu atau lebih tinggi dibandingkan dengan beras (6-10%), dan
kandungan lemaknya (2-6%) lebih tinggi dibandingkan dengan beras (0,5-1,5%).
Varietas dan proses penyosohan sangat mempengaruhi komposisi kimia sorgum. Biji
sorgum yang sudah disosoh mengandung 7,69-8,60 persen protein, 1,40-1,99 persen
lemak, dan 77,48-88,12 persen karbohidrat
Areal yang
berpotensi untuk pengembangan sorgum di Indonesia sangat luas, meliputi daerah
beriklim kering atau musim hujannya pendek serta tanah yang kurang subur.
Daerah penghasil sorgum di antaranya adalah di Jawa Tengah (Purwodadi,
Pati,Demak, Wonogiri), DI Yogyakarta
(Gunung Kidul, Kulon Progo), Jawa Timur (Lamongan, Bojonegoro, Tuban,
Probolinggo), dan sebagian NTB dan NTT. Satu hal menarik, ada wilayah di
Jawa Timur yang
secara terus menerus mengusahakan sorgum setelah panen padi, yakni di
Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan. Mereka bisa memproduksi 6,7 ton biji sorgum
per ha. Alasan
petani menyukai tanaman sorgum adalah karena tidak membutuhkan
pengairan yang banyak, perawatan
lebih ringan, produksi
cukup tinggi,
keuntungan
usahatani lumayan, dan pasarnya masih sangat terbuka. (******)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar