Revolusi hijau (green revolution)
sudah sangat kita hafal. Namun, “Doubly Green
Revolution” memang konsep
yang hampir belum pernah kita dengar di Indonesia.
Sebagian orang ada yang menyebut dengan “revolusi hijau
pertama” dan “revolusi hijau kedua”. Istilah “Doubly
Green Revolution” dilahirkan oleh
mantan Presiden Rockefeller Foundation Gordon Conway, yang
menjadi judul
bukunya tahun 1997:
“Revolusi Hijau Ganda: Makanan untuk
Semua di abad 21”. Entry kata “doubly” tidak Saya temukan di kamus,
jadi untuk sementara
“Doubly
Green Revolution” saya terjemahkan menjadi “Revolusi Hijau Berganda” atau bisa juga disebut “Revolusi Hijau yang Direvolusi”.
Ide Conway lahir
karena ketidakpuasan pada hasil Revolusi Hijau (RH).
Sebaliknya Revolusi Hijau Berganda (RHB) adalah salah satu pendekatan yang juga untuk meningkatkan
hasil panen, namun tetap menjaga
lingkungan.
Namun demikian, meskipun pun RHB menekankan
keramahan lingkungan, namun Conway tidak menyebut dengan tegas pertanian berkelanjutan sebagai organik. Konon Ia juga pendukung
rekayasa genetika, masih mau menggunakan pupuk nitrogen
sintetis, dan
juga tidak mengharamkan pestisida.
Revolusi hijau merupakan payung pembangunan pertanian
yang berlangsung di berbagai belahan dunia sepanjang paruh kedua abad ke 20. Andalannya
adalah penggunaan benih unggul (high-yield
varieties), peningkatan dosis dan ragam jenis pupuk dan obat-obatan,
mekanisasi pertanian, dan penerapan berbagai teknik lain. Revolusi hijau
dimulai ketika Rockefeller
Foundation
dan pemerintah Mexico mendirikan The
Cooperative Wheat Research and Production Program untuk peningkatan
produksi pertanian tahun 1944. Keberhasilan produksi gandum di Mexico ini lalu
diikuti dengan pengembangan program di India dan Pakistan, dan diklaim telah
mampu menyelamatkan 1 milyar manusia dari kelaparan. Program ini terutama berkembang di Benua Afrika dan Asia.
Kritik
terhadap RH datang dari pemerhati lingkungan, yaitu tentang menurunnya
keragaman biodiversitas (biodiversity) dan kualitas
pangan, ketergantungan kepada bahan bakar fosil yang meningkat, serta
penggunaan bahan kimia berlebihan berupa pupuk, pestisida, dan herbisida.
Akibat pada lingkungan adalah peningkatan polusi karena sisa bahan kimia
tersebut pada air dan tanah, degradasi lahan karena penggunaan terus menerus,
irigasi intensif, matinya mikroorganisme tanah karena kimia berlebihan, dan
erosi tanah. Kritik dari sisi sosial adalah terjadinya ketimpangan, karena
usahatani skala kecil tidak mampu bersaing dengan usahatani skala besar yang
lebih efisien. Selain itu, juga terjadi ketergantungan yang tinggi terhadap
input luar usahatani seperti benih, pupuk dan obat-obatan. Ketergantungan ini
bahkan terjadi pada skala makro, yaitu tergantungnya negara berkembang terhadap
negara produsen input usahatani tersebut yang umumnya adalah negara-negara
maju.
Perbedaan antara revolusi hijau
dengan revolusi hijau berganda
Revolusi hijau
|
Revolusi Hijau Berganda
|
Disebut
juga dengan “revolusi hijau pertama”
|
“Revolusi hijau kedua”
|
Adalah
upaya meningkatkan hasil panen melalui penggunaan varietas unggul, pupuk,
pestisida, dan mekanisasi. Kurang memperhatikan lingkungan.
|
|
Mulai
dirumuskan tahun 1940-an, berkembang di seluruh pelosok dunia mulai tahun
1960-an.
|
Konsep awal diluncurkan tahun 1997
|
Diciptakan
ahli biologi AS Prof. Norman Borlaug yang dianugerahi hadiah Nobel tahun 1970. Istilah
"Green Revolution"
digunakan pertama kali tahun 1968 oleh direktur pertama USAID yakni William Gaud.
|
Dicetuskan oleh Presiden Rockefeller
Foundation Gordon Conway, tertuang dalam bukunya tahun 1997: “Revolusi
Hijau Ganda: Makanan untuk Semua di abad 21”.
|
Tujuannya
adalah untuk membantu negara-negara berkembang mencukupi kebutuhan pangannya
karena bencana kelaparan dan tekanan penduduk yang masih terus meningkat.
|
Lebih disemangati oleh keinginan
menyelamatkan lingkungan, karena praktek pertanian sebelumnya telah merusak
tanah, air, dan kekayaan serta keragaman biodeversitas. Berupaya mengulangi
keberhasilan Revolusi Hijau pertama.
|
Kuncinya
adalah mencapai produksi pangan yang cukup.
|
Produksi pangan yang cukup saja tidak
menyelesaikan masalah. Jika petani tidak akses pada pangan, mereka tetap
kelaparan.
|
Prinsipnya
adalah penerapan teknologi tinggi, dan target pada produksi pangan yang
tinggi
|
Adil, berkelanjutan, dan ramah
lingkungan.
|
Penerapan
ilmu pengetahuan modern dan teknologi, didukung kebijakan ekonomi dan sosial
yang tepat.
|
Tetap sama dengan RH
|
Merusak lingkungan, karena menggunakan kimia dan pestisida berlebihan
|
Menjaga
lingkungan dengan teknologi-teknologi yang terseleksi
|
Produktivitas
lebih tinggi dari teknologi konvensional sebelumnya
|
Lebih produktif dan lebih “hijau”
dalam hal konservasi sumber daya alam dan lingkungan
|
Produksi
benih mengandalkan para ahli pemulia tanaman, yang lalu diperbanyak dan dikomersilkan
oleh swasta
|
Merangkul petani sebagai pemulia
tanaman. Lebih humanis dan perduli lingkungan.
|
Petani kaya
lebih diuntungkan, karena lebih akses kepada benih unggul, pupuk, pestisida,
dan mesin pertanian.
|
Berupaya agar semua petani memperoleh
manfaat dan dampak yang merata.
|
Menurut Conway, revolusi
hijau berganda
didefinisikan sebagai sebuah revolusi yang bahkan lebih produktif daripada Revolusi Hijau
pertama dan bahkan lebih “hijau” dalam hal konservasi sumber daya alam dan
lingkungan. Revolusi ini memiliki tiga ciri pokok yaitu: ulangi keberhasilan
Revolusi Hijau, pada skala global, dan di daerah yang beragam. Maka, jika disebut
dua perbedaan pokok RHB dari RH adalah “lebih produktif dan lebih hijau”. Kesamaan antara keduanya adalah menggunakan
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan produksi pangan.
Ide keseluruhan revolusi hijau tetap
tidak berubah. Hampir
semua pihak mengakui bahwa Revolusi Hijau telah menunjukkan kemampuan untuk
mengubah kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Kelaparan dan kemiskinan bisa
dihilangkan melalui penerapan ilmu pengetahuan modern dan teknologi, yang dikombinasikan
dengan kebijakan ekonomi dan sosial yang tepat. ******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar