Kamis, 26 Januari 2017

Top-Down vs Bottom-Up Planning

Perencanaan dari atas (top-down planning) sering dituduh sebagai biang kerok gagalnya program pemberdayaan masyarakat. Ia disamakan dengan sikap searah, miskin dialog, tanpa perduli partisipasi, dan otoriter. Obatnya adalah perencanaan dari bawah (bottom-up planning), yang dianggap lebih dialogis, adil, dan berperikemanusiaan. Namun, sesungguhnya keduanya ada positif negatifnya. Yang bagus adalah menggabungkan keduanya.

Perbedaan antara perencanaan yang top-down dibandingkan dengan bottom-up
Top-down planning
Bottom-up planning
Datang dari analisa "big picture", sehingga tahu peta persoalan, mau kemana dan apa yang bisa dicapai, serta sumbangannya pada pembangunan wilayah.
Tahu persoalan mikro yang dihadapi, namun tidak tahu peta persoalan secara luas.
Perencanaan umumnya dilakukan oleh pemerintah sebagai pemberi gagasan awal,  dominan dalam mengatur jalannya program dari perencanaan hingga evaluasi, dimana peran masyarakat tidak begitu berpengaruh.
Masyarakat lebih berperan dalam hal pemberian gagasan awal sampai dengan mengevaluasi program yang telah dilaksanakan, sedangkan pemerintah hanya sebagai fasilitator dalam pelaksanaan program.
Bertolak dari keinginan penguasa, pihak atas, para pengambil kebijakan, dan para perancang proyek.
Menghargai kebutuhan, fikiran, keinginan, dan persoalan masyarakat lokal (grassroot community)
Desain perencanaan dimulai dari hal yang abstrak lalu menjadi lebih kongkret. Sehingga mudah memvisualisasikannya, memberi bahan untuk mengukur kelengkapannya (completeness), dan mudah pula menilai kemajuannya.
Dimulai dari sesuatu yang kongkret, lalu menjadi lebih abstrak. Lebih mudah untuk mengetahui perkembangannya dan menghapus berbagai elemen jika harus, sehingga mudah dijalankan dan dimodifikasi. Namun sulit mengukur dalam konteks membandingkan dengan kegiatan serupa di tempat lain.
Kelebihannya adalah masyarakat tidak perlu repot dari awal karena ada pemerintah yang lebih dominan (asal benar), hasilnya bisa optimal karena program pemerintah biasanya didukung dana yang cukup, dan mengoptimalkan kinerja sumber daya di pemerintahan. Juga lebih efisien, mudah dikontrol, dan mudah dibandingkan hasilnya.

Kelebihannya bisa lebih mengena dan mampu mengeksplor kebutuhan di bawah. Peran masyarakat dapat lebih optimal dalam memberikan masukan atau ide-ide kepada pemerintah, program akan dapat berjalan sesuai dengan keinginan masyarakat, pemerintah tidak perlu bekerja susah-susah karena dukungan masyarakat kuat, dan masyarakat akan lebih kreatif dalam mengeluarkan ide-ide.
Negatifnya adalah tidak semua pihak bisa menerima, terutama kalangan lebih rendah. Masyarakat tidak bisa berperan lebih aktif karena pemerintah mendominasi, masyarakat tidak tahu kemajuan program, dan bisa tidak nyambung antara apa yang diberikan dengan apa yang dibutuhkan. Selain itu, masyarakat merasa terabaikan karena suara mereka tidak diperhitungkan, dan lama-lama menjadi pasif.
Kelemahannya adalah membutuhkan proses lebih banyak, waktu lebih lama, dan rancangan kegiatan menjadi bervariasi baik fokusnya, tahap perkembangannya, dan indikator pengukuran kemajuannya. Hubungan masyarakat dengan pemerintah bisa kurang harmonis karena berbeda faham atau munculnya ide-ide yang kesannya nyeleneh.


Tampaknya memang agak bercampur antara konsep top down planning dengan blue print approach. Bahwa perencanaan dari atas mesti menggunakan pendekatan yang sama untuk tiap lokasi proyek. Padahal bisa saja tidak.

Point nya adalah pada dimana keputusan dibuat.  Yang bagus adalah mengkombinasikan keduanya. Di bagian apa harus dari atas, dan bagian apa yang ditentukan dari bawah. Keduanya memiliki kelemahan dan keunggulan.

Kedua ini berkenaan dengan kegiatan memproses informasi (information processing), menata pengetahuan, namun dapat pula dilihat sebagai style of thinking and teaching. Pendekatan top-down atau sinonim dengan decomposition, adalah proses memecah sistem ke dalam subsistem. Sebenarnya jika dijalankan dengan tepat ga jelek-jelek amat, karena setelah diperoleh big picture lalu dipecah menjadi segmen-segmen yang lebih kecil. 


Sebaliknya pendekatan bottom-up menyusun bagian demi bagian untuk menjadi complex systems, sehingga berlangsung proses the emergent system. Proses ini berbasiskan data dari lingkungan dan persepsi. Dimulai dari yang detail menuju ke kompleks. Sementara, perencaan dengan mengggabungkan kedua pendekatan di atas adalah perencaan yang disusun berdasarkan kebutuhan masyarakat namun tetap dengan kesepakatan bersama antara pemerintah dan masyarakat,  sehingga peran antar keduanya saling berkaitan. *******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar