Perencanaan
dari atas (top-down planning)
sering dituduh sebagai biang kerok gagalnya program pemberdayaan masyarakat. Ia disamakan dengan sikap searah, miskin dialog, tanpa perduli partisipasi,
dan otoriter. Obatnya
adalah perencanaan dari bawah (bottom-up planning), yang dianggap lebih dialogis, adil, dan berperikemanusiaan. Namun, sesungguhnya keduanya ada positif negatifnya. Yang bagus adalah
menggabungkan keduanya.
Perbedaan antara perencanaan
yang top-down dibandingkan dengan bottom-up
Top-down planning
|
Bottom-up planning
|
Datang dari analisa "big
picture", sehingga tahu peta persoalan, mau
kemana dan apa yang bisa dicapai, serta sumbangannya pada pembangunan wilayah.
|
Tahu persoalan mikro yang dihadapi, namun
tidak tahu peta
persoalan
secara luas.
|
Perencanaan umumnya dilakukan oleh pemerintah sebagai pemberi gagasan awal, dominan dalam mengatur jalannya program dari
perencanaan hingga evaluasi, dimana
peran masyarakat tidak begitu berpengaruh.
|
Masyarakat lebih berperan
dalam hal pemberian gagasan awal sampai dengan mengevaluasi program yang
telah dilaksanakan, sedangkan pemerintah hanya sebagai fasilitator
dalam pelaksanaan
program.
|
Bertolak dari keinginan
penguasa, pihak atas, para pengambil kebijakan, dan para perancang proyek.
|
Menghargai kebutuhan, fikiran, keinginan, dan
persoalan masyarakat
lokal (grassroot community)
|
Desain perencanaan dimulai dari hal yang abstrak
lalu menjadi lebih kongkret. Sehingga mudah memvisualisasikannya, memberi bahan untuk
mengukur kelengkapannya (completeness),
dan mudah pula menilai kemajuannya.
|
Dimulai dari sesuatu yang kongkret, lalu menjadi lebih abstrak. Lebih
mudah untuk mengetahui perkembangannya dan menghapus berbagai elemen jika
harus, sehingga mudah dijalankan dan dimodifikasi. Namun sulit mengukur dalam
konteks membandingkan dengan kegiatan serupa di tempat lain.
|
Kelebihannya adalah masyarakat tidak perlu repot dari
awal karena ada pemerintah yang lebih dominan (asal benar), hasilnya bisa optimal karena program pemerintah biasanya didukung dana
yang cukup, dan mengoptimalkan kinerja sumber daya di pemerintahan. Juga lebih efisien, mudah dikontrol, dan mudah dibandingkan hasilnya.
|
Kelebihannya bisa lebih
mengena dan mampu mengeksplor kebutuhan di bawah. Peran masyarakat dapat
lebih optimal dalam memberikan masukan atau ide-ide kepada pemerintah,
program akan dapat berjalan sesuai dengan keinginan masyarakat, pemerintah
tidak perlu bekerja susah-susah karena dukungan masyarakat kuat, dan
masyarakat akan lebih kreatif dalam mengeluarkan ide-ide.
|
Negatifnya adalah tidak
semua pihak bisa menerima, terutama kalangan lebih rendah. Masyarakat tidak bisa
berperan lebih aktif karena pemerintah mendominasi,
masyarakat tidak tahu
kemajuan program,
dan bisa tidak nyambung antara apa
yang diberikan dengan apa yang dibutuhkan. Selain itu, masyarakat merasa terabaikan karena suara mereka tidak diperhitungkan, dan lama-lama menjadi pasif.
|
Kelemahannya
adalah membutuhkan proses lebih banyak,
waktu lebih lama, dan rancangan kegiatan menjadi bervariasi baik fokusnya,
tahap perkembangannya, dan indikator pengukuran kemajuannya. Hubungan masyarakat
dengan pemerintah bisa kurang harmonis karena berbeda faham atau munculnya
ide-ide yang kesannya
nyeleneh.
|
Tampaknya memang agak bercampur
antara konsep top
down planning dengan blue
print approach. Bahwa perencanaan dari atas mesti menggunakan pendekatan
yang sama untuk tiap lokasi proyek. Padahal bisa saja tidak.
Point
nya adalah pada dimana keputusan dibuat. Yang bagus adalah mengkombinasikan keduanya.
Di bagian apa harus dari atas, dan bagian apa
yang ditentukan dari bawah. Keduanya memiliki kelemahan dan keunggulan.
Kedua ini berkenaan dengan kegiatan memproses informasi (information processing), menata
pengetahuan, namun dapat pula dilihat sebagai style
of thinking and teaching. Pendekatan top-down atau sinonim dengan decomposition, adalah proses memecah sistem
ke dalam subsistem. Sebenarnya jika dijalankan dengan tepat ga jelek-jelek
amat, karena setelah diperoleh big
picture lalu dipecah menjadi segmen-segmen yang lebih
kecil.
Sebaliknya
pendekatan bottom-up menyusun bagian demi bagian untuk menjadi complex systems, sehingga berlangsung
proses the emergent system. Proses
ini berbasiskan data dari lingkungan dan persepsi. Dimulai dari yang detail
menuju ke kompleks. Sementara, perencaan dengan mengggabungkan kedua pendekatan
di atas adalah perencaan yang disusun berdasarkan kebutuhan masyarakat namun
tetap dengan kesepakatan bersama antara pemerintah dan masyarakat, sehingga peran antar keduanya saling
berkaitan. *******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar