Kamis, 26 Januari 2017

Hubungan Penyakapan: Sewa Tanah vs Bagi Hasil

Dalam dunia pertanian dikenal “hubungan penyakapan” (tenancy relation) yang memiliki pengertian yang luas, mencakup berbagai bentuk hubungan sementara yang terjadi akibat penguasaan tanah oleh pengelola yang bukan pemilik, mencakup sewa dan bagi hasil. Namun dalam perkembangannya, istilah penyakapan hanya untuk bagi hasil, tidak termasuk sewa. Pada usahatani padi, adakalanya input produksi ditanggung sendiri oleh pemilik atau ditanggung bersama dengan penggarap. Demikian pula dalam keterlibatan pengelolaan, adakalanya pemilik tanah terlibat atau tidak sama sekali.

Pada wilayah yang terbuka, dimana kompetisi untuk memperoleh tanah garapan tinggi, maka sewa semakin berkembang. Ada kecenderungan pendapat, bahwa bagi hasil mengindikasikan pertanian tradisional, sedangkan  sewa merupakan ciri pertanian modern. Penerapan bagi hasil lebih adil, karena penyakap pastilah berasal dari kelas yang lebih rendah. Sedangkan petani yang berani memilih sewa umumnya dari kelas ekonomi yang lebih tinggi. Jadi, bagi hasil merupakan mekanisme untuk mewujudkan nilai sosial dari tanah, beda dengan sistem sewa.

Perbandingan sistem sewa dan bagi hasil dalam usaha pertanian
Sewa
Bagi hasil

Adalah pemberian (biasanya uang tunai) kepada pemilik tanah oleh di penggarap sehingga ia dapat menguasai dan memanfaatkan sebidang tanah tertentu

Adalah perjanjian antara pemilik tanah dengan penggarap untuk mengelola sebidang tanah, dengan menangung bersama biaya dan membagi hasilnya, baik secara kotor maupun bersih.
Semakin berkembang pada wilayah yang ekonominya lebih terbuka, ekonomi uang sudah berkembang, dan tekanan penduduk atas lahan tinggi
Biasanya pada daerah yang perkembangannya belum terlalu terbuka, dan relasi ekonomi uang belum merebak.
Dapat diterapkan untuk usaha pertanian dan non pertanian, misalnya membangun usaha toko dan restoran.
Umumnya hanya untuk usaha pertanian.
Lebih impersonalistik.
Personalistik. Pemilik dan penggarap bisanya saling mengenal baik, umumnya memiliki relasi keluarga.
Jasa (uang sewa) dibayarkan di depan, sering untuk beberapa musim atau tahun sekaligus. Sipemilik ga akan rugi.
Pendapatan (bagian bagi hasil) diperoleh nanti setelah panen berhasil. Pemilik tanah bisa untung bisa rugi.
Penggarap atau penyewa bisa dari kelas ekonomi lebih tinggi. Ia memiliki modal yang lebih kuat dibanding si pemilik tanah.
Pemilik tanah dan penggarap biasanya kelas ekonominya agak sederajat.
Otoritas usaha pada si penyewa.
Sebagian otoritas usaha masih pada si pemilik tanah.
Dapat dikatakan, si penyewa lebih berkuasa. Pemilik tanah kadang-kadang merasa telah beruntung karena ada orang yang mau menyewa lahannya dengan nilai besar.
Pemilik lahan lebih berkuasa. Si penyakap mempersepsikan bahwa pemilik lahan dianggap telah berbaik hati mau memberikan hak penyakapan kepada nya. Ada hutang budi dalam relasi ini.


******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar