Kamis, 26 Januari 2017

Partisipasi Rendah vs Sedang vs Tinggi

“Partisipasi” adalah proses tumbuhnya kesadaran terhadap kesalinghubungan di antara pihak yang berbeda dalam masyarakat. Misal antara kelompok-kelompok sosial dan komunitas dengan pengambil kebijakan. Secara sederhana, “partisipasi” dapat dimaknai sebagai “the act of taking part or sharing in something”.  Dua kata yang dekat dengan konsep partisipasi adalah engagement” dan involvement.

Partisipasi dapat didefinisikan sebagai proses dimana seluruh pihak dapat membentuk dan terlibat dalam seluruh inisitaif pembangunan. Maka, pembangunan yang partisipatif (participatory development) adalah proses yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam seluruh keputusan substansial yang berkenaan dengan kehidupan mereka. Dalam bidang politik dan sosial, partisipasi bermakna sebagai upaya melawan ketersingkiran (opposite of marginality). Jadi, dalam partisipasi, siapapun dapat memainkan peranan secara aktif, memiliki kontrol terhadap kehidupannya sendiri, mengambil peran dalam masyarakat, serta menjadi lebih terlibat dalam pembangunan.

Secara umum, sisi positif dari partisipasi adalah program yang dijalankan akan lebih respon terhadap kebutuhan dasar yang sesungguhnya. Ini merupakan suatu cara penting untuk menjamin keberlanjutan program, akan lebih efisien karena membantu mengindentifikasi strategi dan teknik yang lebih tepat, serta meringankan beban pusat baik dari sisi dana, tenaga maupun material. Namun sisi negatifnya, partisipasi akan melonggarkan kewenangan pihak atas sehingga akuntabilitas pihak atas sulit diukur, proses pembuatan keputusan menjadi lebih lambat termasuk pelaksanaannya, serta bentuk program juga akan berbeda-beda karena keinginan masyarakat yang beragam. Di luar itu, program juga berpeluang untuk diselewengkan oleh pihak tertentu untuk kepentingan kelompoknya sendiri.

Konsep “partisipasi” terutama dibicarakan dalam konteks dunia politik. Dalam ilmu politik, “partisipasi” merupakan istilah payung (umbrella term) yang kemudian memiliki banyak pengertian. Namun, intinya adalah bagaimana  keterlibatan publik dalam keputusan politik. Partisipasi merupakan komponen yang esensial untuk terwujudnya demokrasi, karena demokrasi membutuhkan keterbukaan (transparency). Pada akhirnya, tujuan partisipasi adalah untuk meningkatkan keteguhan diri (self-determination,) serta terbangunnya kontrol dan inisiatif masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya untuk pembangunan.

Jika dicermati, makna partisipasi berbeda-beda menurut mereka yang terlibat, misalnya antara pengambil kebijakan, pelaksana di lapangan, dan masyarakat. Para ahli telah membuat berbagai klasifikasi partisipasi. Misalnya, Pretty (1995) berpendapat bahwa sesungguhnya ada tujuh karakteristik tipologi partisipasi. Dari berbagai sumber, berikut saya rangkum bagaimana karakter partisipasi dalam skala rendah, sedang dan tinggi.

Karakteristik partisipasi pada skala rendah, sedang, dan tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi

Masyarakat hanya pasif. Masyarakat hanya menerima pemberitahuan apa yang akan dilakukan, paling jauh hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan,  dan tidak terlibat  dalam pembuatan keputusan.

Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, bertanya, dilibatkan dengan diberi upah, namun tidak ikut proses pembelajaran  atau eksperimen-eksperimen yang dilakukan. Paling jauh, masyarakat membentuk kelompok sebagai bagian proyek.

Masyarakat berperan dalam proses analisis untuk menyusun rencana kegiatan, memiliki peran untuk mengontrol pelaksanaan keputusan-keputusan mereka, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan. Masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas tanpa dipengaruhi pihak lain. Intinya, masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada
Tidak ada input apapun dari masyarakat lokal yang dijadikan bahan. Terdapat insentif, namun proyek telah didesain oleh pihak luar yang menentukan seluruh agenda dan proses secara langsung.
Opini masyarakat ditanya, namun pihak luar yang menganalisis informasi sekaligus memutuskan bentuk aksinya sendiri. Masyarakat lokal bekerjasama dengan pihak luar untuk menentukan prioritas, dan pihak luar bertanggung jawab secara langsung kepada proses.
Masyarakat lokal dan luar saling membagi pengetahuannya, untuk memperoleh saling pengertian, dan berkejasama untuk merencanakan aksi, sementara pihak luar hanya memfasilitasi. Masyarakat lokal menyusun dan melaksanakan agendanya sendiri, pihak luar bisa absen sama sekali.
Peran masyarakat lokal terbatas sebagai subjek atau hanya employees atau subordinat.
Masayarakat sebagai clients atau collaborators

Masyarakat sebagai partners atau directors
Peran pihak luar dominan, yaitu menggali informasi, memahami keadaan, mengajukan pertanyaan, memilih jenis kegiatan, menentukan peserta, dst.

Orang luar mendengarkan, menganalisa masalah dan mencari solusi. Pelaksana proyek tidak wajib menggunakan pandangan masyarakat sebagai masukan untuk ditindaklanjuti, namun membantu masyarakat membentuk kelompok.

Pihak luar hanya membantu komunikasi, mewadahi, mengkosolidasikan, mencarikan solusi, dan berdiskusi secara sederajat dengan masyarakat.

Untuk kegiatan penelitian, masyarakat hanya menjadi objek studi, sebagai responden atau narasumber.
Masyarakat tidak semata sebagai responden atau narasumber, namun akurasi hasil studi belum  dibahas bersama masyarakat.
Melibatkan metode interdisipliner yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematis.
Potensi keberlanjutan program rendah
Ada harapan keberlanjutan
Keberlanjutan diyakini akan tinggi, meskipun sudah ditinggalkan petugas pendamping.
Akuntabillitas sangat terbatas bahkan cenderung tertutup.
Akuntabilitas cukup terbuka
Peserta memahami dengan baik akuntabilitas kegiatan.
Merujuk pada Pretty (1995), tergolong sebagai partisipasi manipulatif dan partisipasi informatif.
Disebut dengan partisipasi konsultatif, partisipasi insentif, dan partisipasi fungsional.
Disebut dengan partisipasi interaktif dan mandiri (self mobilization)
Merujuk pada Carter (1996) tergolong sebagai tipe partisipasi co-option dan co-operation
Disebut dengan tipe partisipasi consultation atau collaboration

Disebut juga dengan partisipasi co-learning atau collective action

Istilah partisipasi digunakan secara luas dalam literatur-literatur pembangunan, dan dengan beragam interpretasi (Carter, 1996). Ada enam bentuk partisipasi masyarakat lokal yang secara berururutan semakin baik (Biggs, 1989). Kontrol dari pihak luar semakin menurun,  bahkan pada tipe yang paling tinggi kontrolnya menjadi nol. Sebaliknya potensi untuk keberlanjutan aksi dan rasa kepemilikan lokal semakin meningkat.

Salah satu upaya menciptakan partisipasi dalam komunitas adalah melalui proses “Social Learning”. Dalam proses ini, baik individu maupun kelompok-kelompok mendapatkan pengetahuan baru dan memperoleh perilaku baru (new behaviour) melalui interaksi sesamanya. Beda dengan pelatihan, maka tekanan pada pendekatan ini adalah pada “perilaku group” yang terjadi melalui berbagi pengalaman (sharing experience).


Mengapa partisipasi dibutuhkan? Alasan paling pokok adalah agar terjaminnya pembangunan yang berkelanjutan, karena pembangunan berkelanjutan sangat tergantung kepada proses sosial (social process). Tiga aspek utama masyarakat – sosial, ekonomi, dan lingkungan – harus diintegrasikan, dimana individu dan lembaga saling berperan untuk terjadinya perubahan. Dalam “Agenda 21” tercantum esensi partisipasi  dalam pembangunan berkelanjutan, dimana partisipasi berada dalam konteks development co-operation. Ketika kedaulatan ada di tangan rakyat, bukan di negara, maka pembangunan harus responsif terhadap rakyat. Dengan kata lain, pembangunan diupayakan menjadi proses yang bertolak dari community driven, community led, dan community owned; sebagai kondisi dasar untuk tercapainya keberlanjutan. ********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar