Di kedua organisasi ini, kata “economy” seolah dipertentangkan dengan “social” sebagaimana cara berfikir banyak orang. Namun, sesungguhnya
ga begitu juga. “Social” di WSF mencakup “economy”
juga, sebagaimana ilmu sosial mencakup ilmu ekonomi juga. WSF bukan anti
pembangunan ekonomi, namun mereka ingin pembangunan ekonomi yang lebih
berkemanusiaan, lebih perduli lingkungan, dan lebih bermartabat.
Forum Ekonomi Dunia (World
Economic Forum) adalah
sebuah yayasan organisasi non profit
yang didirikan di Jenewa dan terkenal dengan pertemuan
tahunannya di Davos Swiss untuk mendiskusikan masalah
penting yang dihadapi dunia. Selain pertemuan, Forum ini menghasilkan beberapa
seri laporan penelitian dan melibatkan anggotanya untuk melakukan inisiatif di
sektor-sektor tertentu. Di luar forum WEF, banyak aktivis sosial menggelar demonstrasi anti-WEF
karena diklaim tidak memperdulikan nasib kaum miskin dan
hanya peduli pada kepentingan pemodal.
Ya, Forum Sosial Dunia (World
Social Forum)
lahir sebagai respon dari keberadaan WED. Mereka juga mengadakan pertemuan
tahunan yang diselenggarakan tepat pada waktu yang sama. Mereka sering disebut
sebagai anggota sayap kiri gerakan alternatif untuk mengkoordinasi kampanye
dunia, menyumbangkan dan menyempurnakan strategi organisasi, dan memberitahu
sesama anggota mengenai gerakan dari seluruh dunia tentang berbagai isu. Kedua
pertemuan ini biasanya diadakan pada bulan Januari.
Perbedaan
antara WEF dengan WSF
Forum ekonomi
dunia
|
Forum sosial
dunia
|
Organisasi
ini didirikan pada tahun 1971 oleh Klaus M Schwab, seorang profesor bisinis di Swiss. Awalnya berupa European
Management Forum.
|
WSF pertama berlangsung bulan Januari 2001 di Porto
Alegre Brazil.
|
Dihadiri CEO dan top
management perusahaan transnasional, serta 1000 richest and most powerful corporations in the world, global political and financial elite.
|
Dihadiri berbagai kalangan.
Tahun 2001 dihadiri 2.000 orang, sedangkan
tahun 2009 tercatat 100.000 orang. WSF dihadiri para aktivis dari seluruh dunia baik NGO, kelompok kiri,
politisi, dan akademisi, yang bersama dengan masyarakat sipil membicarakan
hal-hal yang berhubungan dengan sistem alternatif globalisasi.
|
Pesertanya adalah para
pemimpin atas bisnis dunia, pemimpin politik seluruh dunia, cendekiawan dan
wartawan terpilih.
|
Diorganisir
oleh beberapa group yang terlibat dalam gerakan globalisasi alternatif, disponsori oleh pemerintah
Porto Alegre yang dipimpin oleh Partai Pekerja
Brazil (PT)
termasuk French Association for the Taxation of Financial Transactions for
the Aid of Citizens (ATTAC). Anggota komite di antaranya
NGO Oxfam, Action Aid, Greenpeace, dan Caritas International.
|
Topik utamanya
ekonomi, namun juga mencakup masalah kesehatan
dan lingkungan.
|
Membicarakan
ekonomi namun juga soal perburuhan, air, lingkungan
hidup, perdagangan, anti perang, masyarakat adat, perang, resesi ekonomi, dan
pemanasan global.
|
Karena pelakunya adalah pemegang kekuasaan secara politik dan ekonomi,
maka implementasi kesepakatannya lebih langsung dan efektif. Mereka melekat
di struktur kekuasaan.
|
Lebih sebagai
gerakan kultural anti-neoliberalisme
dan anti-imperialisme dengan jargon “Another World is Possible”. Tidak
memiliki jenjang hirarkis, lebih terdesentralisasi, dan tanpa struktur.
|
WSF
pertama tahun 2001 diikuti 12.000 orang
dari seluruh dunia, WSF kedua juga di
Porto Alegre tahun 2002 yang diikuti lebih dari 12.000
delegasi ofisial yang mewakili 123 negara, 60.000 pengunjung, 652 workshop
dan 27 pidato. Salah seroang pembicaranya adalah Noam Chomsky, seorang
penulis terkenal AS yang menggambarkan dirinya sebagai
pembangkang. Lalu WSF ketiga juga di
Porto Alegre Januari 2003. WSF keempat di Kota Mumabi India Januari 2004. Perbedaan kebudayaan yang
nyata menjadi salah satu aspek pokok pada
forum itu. Keputusan penting lainnya
ialah tekad untuk menggunakan perangkat lunak bebas (free software), dan
salah
satu pembicara utama pada WSF 2004 adalah Joseph E.
Stiglitz. WSF
kelima tahun 2005 juga di Porto Alegre.
Pada tahun 2006,
WSF diadakan secara serentak di beberapa kota di seluruh dunia, yakni di
Bamako (Mali), Caracas
(Venezuela), serta Karachi (Pakistan).
WSF telah
mendorong lahirnya forum-forum sosial di tingkat regional, termasuk Forum
Sosial Eropa, Forum Sosial Asia dan Forum Sosial Boston. Semua forum sosial
berpegang kepada Charter of Principles
yang telah disusun para anggota WSF.
WSF
berkonsentrasi pada kritik terhadap neoliberalisme dan imperalisme. Platform
gerakannya adalah anti-neoliberalisme dan anti-imperialisme (Capdevila,
2007). WSF juga menyatakan tidak setuju dengan isu
globalisasi, namun karena globalisasi sudah menjadi fenomena yang tak dapat
dielakkan, hampir tidak ada yang membicarakan tentang bagaimana mengatasinya.
WSF juga mengangkat kritik yang sama seperti gerakan anti globalisasi, atau
lebih tepatnya “alternatif globalisasi”. Globalisasi dan kapitalisme
bertanggung jawab pada pemiskinan global. Bagi peserta WSF, globalisasi
hanyalah suatu dongeng ideologis, sehingga mereka mengusung semboyan "Another World is Possible".
Namun
demikian, ide WSF sendiri juga ada yang mengkritik. Mereka hanya mewakili
karakter sayap kiri dan ekstrem kiri, dan hampir tidak ada tempat bagi ide-ide
alternatif dan kritik yang berbeda dengan ideologi pengikut WSF. Pembela
totalitarian dan rezim anti-demokratik biasanya turut hadir. Pada WSF 2001,
para aktivis menyerbu dan menghancurkan kebun transgenik percobaan perusahaan
Monsanto.
WSF 2012 mengangkat tema “Capitalist Crisis-Social and Environmental Justice”.
Forum ini berusaha
memberi alternatif terhadap model pembangunan kapitalisme yang sudah terbukti
gagal. Gerakan anti-kapitalis juga berlangsung di negeri-negeri kapitalis maju,
seperti gerakan “Duduki Wall Street” dan “Los Indignados” di Spanyol. FSD 2012
merupakan tahap persiapan menuju pertemuan pembangunan berkelanjutan “Peoples Summit of Rio +20”, yang berlangsung pada Juni 2012.
Hasil WSF di antaranya adalah kesepakatan gerakan sosial untuk
memperkuat kedaulatan Venezuela melawan agresi imperialis AS, dukungan terhadap
Argentina atas klaim kepulauan Falkland, seruan untuk mengakhiri blokade dan
embargo terhadap Kuba, menyerukan diakhirinya pendudukan AS di Libya dan Afghanistan,
menyerukan diakhirinya praktek neokolonialisme di benua Afrika, mengutuk praktek anti-demokrasi, dan
menyerukan penghancuran total terhadap senjata nuklir. WSF juga mengkritisi
proposal PBB tentang “ekonomi hijau” karena dicurigai hanya menjadi cover bagi negeri-negeri kapitalis untuk
melegitimasi keberlanjutan eksploitasi terhadap sumber daya alam, termasuk di
dunia ketiga. Kampanye "Green Economy" nantinya hanya berujung pada
motivasi untuk menjadikan udara, tanah, air, hutan, dan sebagainya sebagai
sumber penghasilan baru. Ada proses monetisasi atas alam dalam kampanye yang
seolah-olah pro lingkungan tersebut. Kedaulatan pangan juga digerogoti oleh
praktik serupa yang seolah-olah cinta lingkungan.
WEF dihadiri petinggi negara dan bisnis membahas krisis ekonomi, namun
sering dicurigasi hanya membahas “kepentingan bisnis” mereka. Gerakan Keadilan
Air mengkritik kebijakan WEF yang seolah-olah pro lingkungan (mengusung nilai
"Green"). WSF ingin mendekonstruksi agenda ekonomi fundamentalis dan
menentang dampak buruknya pada nasib warga dunia dan alam. WSF mengkritisi WEF karena mengagendakan motif
ekonomi dan politiknya sendiri.
Prinsip-prinsip dasar perjuangan WSF tertera
pada kalimat pembukanya, yakni bahwa forum ini adalah tempat yang demokratis
serta terbuka bagi masyarakat sipil untuk saling bertukar pikiran dan informasi
guna melawan kapitalisme dan globalisasi. Mereka menyatukan dan membangun
jaringan dari organisasi dan gerakan masyarakat sipil dari semua negeri di
seluruh dunia, namun tidak berniat menjadi sebuah badan yang mewakili
masyarakat sipil dunia. Bisa disebut ini sebatas gerakan kultural. Mereka melakukan aksi-aksi sosial untuk mengkritisi
kebijakan untuk isu internasional dan sektoral.
Banyak pihak
yang berupaya menjembatani kedua forum ini. Dasar alasannya adalah
prinsip-prinsip hak asasi manusia. Ini coba diupayakan oleh organisasi The
Human Dignity and Human Rights Caucus (HDHRC) dan bersama 80 NGO lain yang
berada dalam kaukus termasuk International Federation of Human Rights Leagues
(FIDH), the Netherlands-based Interchurch Organisation for Development
Cooperation (ICCO) and Equalinrights, the German churches' organisation Bread
for the World, the Habitat International Coalition, and the Lutheran World
Federation. “There has been a long-felt
need for dialogue between the social expressions that meet in the World Social
Forum (WSF) and the actors that meet in the World Economic Forum (WEF)” (Debi Kar, 2002). *********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar