Kamis, 26 Januari 2017

Pupuk Organik Vs Pupuk Hayati

Banyak orang yang sering menyamakan antara pupuk organik dengan pupuk hayati. Atau, banyak pula yang tidak sadar, bahwa keduanya berbeda. Pupuk organik mementingkan pada kandungan C-organik atau bahan organik di dalamnya, bukan kadar haranya.  Nilai C-organik ini lah yang menjadi pembeda dengan pupuk anorganik. Bila C-organik rendah dan tidak masuk dalam ketentuan pupuk organik, maka diklasifikasikan hanya sebagai pembenah tanah organik.

Dalam Permentan No. 2 tahun 2006 tentang Pupuk Organik dan Pembenah Tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Bahan pupuk organik lebih fleksibel, dari berbagai macam sumber. Kadang ia disebut “pupuk hijau” karena menggunakan berbagai sisa–sisa tanaman, kacang-kacangan, dan tanaman paku air Azolla. Juga perlu dicampurkan pupuk kandang atau kotoran ternak, dan berbagai limbah ternak dari rumah potong berupa tulang-tulang, darah, dan sebagainya. Limbah industri juga bisa misalnya dari limbah pabrik gula, limbah pengolahan kelapa sawit, penggilingan padi, limbah bumbu masak, dan sebagainya. Limbah kota bisa jadi kompos berupa sampah kota yang berasal dari tanaman, setelah dipisah dari bahan-bahan yang tidak dapat dirombak misalnya plastik, kertas, dan botol kaca.

Dalam Suriadikarta dan Simanungkalit (2006), disebutkan bahwa istilah pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah, sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Pemakaian istilah ini relatif baru dibandingkan dengan saat penggunaan salah satu jenis pupuk hayati komersial pertama di dunia yaitu inokulan Rhizobium yang sudah lebih dari 100 tahun yang lalu. Kelompok organisme perombak bahan organik tidak hanya mikrofauna tetapi ada juga makrofauna (cacing tanah), serta bakteri penyedia hara yang hidup pada rhizosfir akar (rhizobakteri).

Perbedaan antara pupuk organik dengan pupuk hayati
Pupuk organik
Pupuk hayati

Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. Sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair.


Adalah nama kolektif untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah, sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Atau, sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman.
Tujuannya untuk pembenah tanah dan untuk menyuburkan tanah. Ia mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.  
Untuk meningkatkan kandungan N tanah dengan memberi jasad renik yang hidup, misalnya mikoriza. Bukan untuk perbaikan tanah.
Pupuk organik bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian (kualitas dan kuantitas), mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan mencegah degradasi lahan.
Menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Caranya melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset, atau cacing tanah.
Proses pembuatannya lebih sederhana dan telah banyak diajarkan. Campurkan berbagai bahan hijauan dan kotoran ternak, lalu dibusukkan. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota. Pembusukan atau perombakan dapat dilakukan oleh fungi, aktinomiset, dan cacing tanah.
Penyediaan hara ini berlangsung melalui hubungan simbiotis atau nonsimbiotis. Secara simbiosis berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan tanaman, sedangkan nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan hara hasil pelarutan oleh kelompok mikroba pelarut fosfat, dan hasil perombakan bahan organik oleh kelompok organisme perombak. Kelompok mikroba simbiotis ini terutama meliputi bakteri bintil akar dan cendawan mikoriza.
Pupuk organik sudah lama diajarkan ke petani di Indonesia. Namun, dalam bentuk komersial jarang diproduksi, karena ia bisa diproduksi sendiri dari bahan yang ada di sekitar petani. Contoh yang sudah banyak di pasaran adalah “Petroganik”.
Pupuk hayati pertama yang dikomersialkan adalah Rhizobia oleh dua orang ilmuwan Jerman yakni F. Nobbe dan L. Hiltner. Inokulan ini dipasarkan dengan nama Nitragin, yang sudah sejak lama diproduksi di Amerika Serikat. Pupuk hayati komersial pertama di dunia yaitu inokulan Rhizobium yang sudah lebih dari 100 tahun yang lalu.


Saat ini banyak produk pupuk organik dan hayati berbentuk cair (liquid) yang kita temui di pasaran. Ada puluhan merk yang maisng-masing mengklaim paling unggul. Beberapa pupuk hayati misalnya M-Bio, Pupuk Hayati Biofertilizer, Pupuk Hayati Mycofer untuk perkebunan dan kehutanan, dan Biotriba Bt2. Namun, cukup banyak pula kekurangan yang ada pada pupuk tersebut.  Beberapa di antaranya yang perlu diwaspadai adalah viabilitas (daya hidup) mikroorganisme yang sering rendah, populasi mikroorganisme kecil (< 106 cfu/mL) bahkan mudah mati seiring waktu, nutrisi yang terkandung sedikit, tingkat kontaminasinya tinggi, seringkali menghasilkan gas (kemasan rusak) dan bau tidak sedap (busuk), dan tidak tahan lama (kurang dari setahun).

Saat ini banyak pula yang menggabungkan keduanya. Pupuk organik bisa menjadi media untuk pupuk hayati. Jadi, keduanya bergabung, pupuk organik sekaligus pupuk hayati. Pencanangan “Go organic 2010” oleh Kementerian  Pertanian diharapkan akan menunjang perkembangan pupuk organik dan hayati di Indonesia. Selain itu, maraknya sistem pertanaman padi  SRI akan mendorong produksi dan penggunaan pupuk organik oleh petani. *********


Tidak ada komentar:

Posting Komentar