Kamis, 26 Januari 2017

Pertanian Organik vs Pertanian Transgenik

Kita sudah sering membicarakan kedua tipe pertanian ini. Karena keduanya mengandung ujung yang sama “nic”, maka kuatir ada yang bingung lalu menyamakan keduanya. Keduanya sungguh-sungguh berbeda. Pertanian organik begitu banyak yang pro, sedangkan yang transgenik masih diperdebatkan dan begitu banyak pula yang anti. Menurut Altieri (2005), yang cenderung anti tanaman transgenik, kedua jenis pertanian ini tidak bisa hidup berdampingan, karena sungguh-sungguh berbeda.

Satu kelemahan tanaman transgenik adalah ia harus ditanam terpisah agak jauh dengan tanaman sejenis lain, karena kuatir akan kawin silang dan terpengaruh atau mempengaruhi tananam non transgenik di sebelahnya. Dikuatirkan berlangsung pencampuran gen dan racun kepada organisme non target (nontarget organisms) dari  tanaman yang resisten herbisida dan resisten serangga. Untuk itu, penanamannya di satu wilayah mesti diisolasi sedemikian rupa. Syarat ini lalu berimplikasi kemana-mana, sehingga menjadikannya sebagai sebuah sistem pertanian yang banyak berseberangan dengan pertanian organik.

Karena mesti ditanam secara monokultur, maka tanaman transgenik (genetically modified crops) berpotensi mengurangi keragaman biodiversitas.  Karena dikelola secara intensif, maka ia membutuhkan input kimia (pupuk dan obat-obatan), juga pengelolaan air yang berskala besar.

Perbandingan karakteristik pertanian organik dan pertanian transgenik


Pertanian transgenik
Pertanian organik

Asumsi dasar

“…their survival depends on the access to genetic resources that
will provide key traits to engineered plants”.

 “…biodiversity is an integral part of agroecosystem design”.
Ketergantungan kepada bahan bakan fosil
Tinggi
Sedang
Kebutuhan tenaga kerja
Rendah, umumnya merupakan TK upahan
Sedang, dari TK keluarga sendiri atau upahan
Intensitas pekerjaan
Tinggi
Rendah sampai sedang
Intensitas pengolahan lahan
Tinggi, kecuali bagi yang menerapkan teknologi tanpa olah
Rendah sampai sedang
Keragaman tanaman
Rendah, karena menerapkan sistem monokultur tanaman sejenis
Sedang sampai tinggi
Varietas tanaman
Menggunakan varietas transgenik (genetically modified), secara genetis homogen (genetically homogenous), satu varietas pada areal-areal yang luas.
Variasi tinggi, berlangsung hybrid atau open pollinated, pencampuran varietas pada areal yang sama (variety mixtures)
Sumber benih
Perusahaan multinasional, semua dibeli
Benih sendiri, dibeli dari perusahaan kecil setempat
Integrasi tanaman dan ternak
Tidak bisa
Sangat dianjurkan
Hama serangga yang akan menyerang
Sangat tidak bisa diduga
Tidak bisa diduga
Manajemen hama
Menggunakan tanaman tahan hama (insect-resistant crops)
Integrated pest management, biopesticides, biocontrol, habitat management
Penanganan gulma
Herbicide-resistant crops, kimiawi, pengolahan lahan
Kontrol budidaya secara biologis, rotasi tanaman
Penanganan penyakit
Chemical, vertical resistance
Antagonists, horizontal resistance, multiline cultivars
Nutrisi untuk tanaman
Dari bahan kimia, pupuk, sistem terbuka
Menggunakan pupuk microbial biofertilizers, pupuk organik, dan sistem semi terbuka
Pengelolaan air
Irigasi skala besar
Sprinkler and drip irrigation, water-saving systems
Penggunaan pupuk dan obat-obatan
Mungkin mengurangi beberapa jenis pupuk dan pestisida, namun masih sangat bergantung kepadanya untuk mengendalikan serangga dan gulma yang GM tersebut tidak mampu atasi
Menolak pupuk dan pestisida sintetis kimia sepenuhnya, hanya menggunakan pupuk kandang, pestsida nabati, dan bahan organik lain

Sumber: Altieri, Miguel A. 2005. The Myth of Coexistence: Why Transgenic Crops Are Not Compatible With Agroecologically Based Systems of Production. Bulletin of Science Technology Society 2005; 25; 361. http://bst.sagepub.com/.....

Secara umum, pertanian organik adalah suatu sistem produksi pertanian berkelanjutan yang menghindari penggunaan pupuk dan pestisida sintetis (Lampkin, 1990). Penggunaan input diusahakan dari daerah sekitar yang leih murah dan tidak merusak alam, yakni dengan memanfaatkan matahari, energi angin, pengendalian dengan pestisida nabati, biologically fixed nitrogen dan berbagai input penyubur tanah lain dari bahan organik yang ada di alam.

Meskipun tanaman trangenik terbukti lebih produktif dan dalam beberapa kasus lebih menguntungkan, namun peneliti melaporkan bahwa tananam yang herbicide-resistant crops (HRCs) dan Bt crops lemah dalam menghadapi cekaman dan masalah lingkungan lain yang tidak terduga. Kedua jenis tanaman ini tidak menyelesaikan masalah yang sesungguhnya, karena pilihan pengendalian hama menjadi lebih terbatas. Karena menjalankan konsep intensifikasi, maka akan dihadapi pula berbagai resiko lingkungan dan kekhawatiran berkembangnya organisme yang tidak alamiah (genetically engineered organisms). Tanaman transgenik (GM crops) mempromosikan keseragaman genetis (genetic uniformity) dan monokultur, karena ia tidak akan efektif bila ditanam dengan mencampur dengan tanaman lain.

Pertanian organik mempromosikan pertanian-pertanian keluarga sekala kecil sampai menengah dan mengembangkan perekonomian lokal. Sebaliknya, pertanian transgenik menimbulkan ketergantungan. Ini juga lah poin keberatan banyak pihak, terutama NGO, ketika pemerintah mencoba mengembangkan kapas transgenik di Sulawesi Selatan di tahun 2000-an, yang terbukti hanya menimbulkan malapetaka. Uji coba kapas ini banyak merugikan petani, dan banyak pula kongkalingkong fulus di dalamnya antara pejabat pemerintah dengan perusahaan si pemilik ekslusif benih tersebut.

Pertanian transgenik dengan inovasi-inovasi bioteknologinya “…are a prime example of a technology that promotes economies of scale and concentration of land in larger holdings throughout the world, both in the North and the South”. Intinya, jika masih sayang sama petani kita yang kecil, imut dan ringkih ini; maka tolak saja keberadaan pertanian transgenik. Pendapat pribadi ini sesuai dengan kesimpulan Altieri (2005) bahwa “….the massive use of
transgenic crops poses substantial potential ecological risks, GM crops are not compatible with organic farming
or other alternative forms of production”. Bagaimana pun Kementerian Pertanian secara jelas pernah memprogramkan pertanian organik secara jelas (Go Organic 2010) dan telah membagikan ribuan alat pengolah organik ke kelompok-kelompok tani. Sebaliknya, Kementan belum pernah menyatakan akan menerima pertanian transgenik.

Kita perlu sangat berhati-hati, karena “….. There are no adequate safeguards against gene flow between the
GMO and native organisms where transgenes are likely to affect fitness, decrease genetic diversity, or increase toxicity” (Steinbrecher, 1996). Dampak kepada lingkungan bisa sangat tidak terduga karena penyebaran genetis ini (Kendall et al., 1997). Resiko langsung akan terjadi pada keracunan berupa “… toxicity of transgenic organisms
to wildlife, competitive displacement of native species by transgenic organisms or hybrids with wild species,

and effects on soil and aquatic ecosystems”, belum termasuk resiko tak langsungnya dan kumulatif bahayanya. Jadi, bukannya tidak mungkin, namun harus sangat berhati-hati. Hati-hati! (*****)

1 komentar:

  1. Strange "water hack" burns 2 lbs in your sleep

    More than 160,000 men and women are losing weight with a simple and secret "water hack" to burn 1-2lbs every night as they sleep.

    It is very simple and works on anybody.

    Here's how to do it yourself:

    1) Grab a clear glass and fill it half the way

    2) Proceed to do this strange hack

    and you'll become 1-2lbs lighter when you wake up!

    BalasHapus