Kamis, 26 Januari 2017

Pendekatan Landreform vs Agroindustri

Banyak orang yang menghindari membicarakan agraria, atau merasa putus asa memperjuangkan landreform. Sehingga ada yang memilih agroindustri untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi. Antara kedua ini akhirnya bisa menjadi opsi, walau dapat pula dijalankan keduanya sekaligus.

Sebenarnya jika landreform berhasil, sebutlah setiap keluarga petani menguasai lahan minimal 2 ha, maka banyak sekali program yang bisa dhilangkan. Pemerintah mungkin tidak perlu lagi repot-repot membantu pupuk murah, kredit ringan, dan bantuan traktor. Dengan lahan 2 ha, petani bisa membeli pupuk dengan harga pasar, membayar jasa perbankan komersial, dan juga tidak perlu dibantu pemasaran. Karena kita tidak mau membagi-bagi lahan yang cukup, maka kita direpotin dengan tetek bengek ini sepanjang hari. Entah sampai kapan pemerintah harus membagikan benih gratis dan pupuk murah. Penyebabnya adalah karena lahan yang sempit sehingga total pendapatan dari lahan hanya habis untuk konsumsi, tidak ada lagi modal untuk usahatani musim berikutnya. Untuk usahatani padi misalnya, jika petani menguasai lahan 2 ha, ia bisa berpendapatan bersih Rp. 30 juta per musim tanam, atau Rp. 7,5 juta sebulan. Tapi jika lahannya hanya 2000 m2, maka hanya dapat Rp. 750 ribu sebulan. Ga heran untuk beli garam pun mereka susah.

Perbedaan karakter pembangunan dengan menggunakan pendekatan landreform  atau agroindustri

Landreform
Agroindustri

Bentuknya adalah pembagian lahan (landreform), sebutlah minimal 2 ha per keluarga petani.

Bentuknya adalah pengolahan hasil pertanian untuk mendapatkan nilai tambah. Ini bagian dari aspek non-landreform.
Lebih menjamin kesejahteraan petani secara berkelanjutan dan mendasar pada level mikro
Dikuasai oleh pihak yang memiliki teknologi. Sampai saat ini alih teknologi dari negara maju ke negara berkembang masih alot.
Saat ini pemikiran tentang landreform banyak ditinggalkan, dianggap ide “kuno”.
Lebih dipilih karena dianggap sebagai sesuatu yang modern dan keren. Bahkan kemajuan di sektor ini menjadi indikator untuk label bisnis modern, yaitu industri.
Pendukungnya terbatas, hanya tinggal LSM dan organisasi-organisasi petani.
Pendukungnya banyak, mulai dari ahli-ahli kimia dan industri di kampus, para pengusaha, dan tentu juga konsumen yang selalu harus merasa keren dengan konsumsi pangan mereka.
Bidangnya adalah pengorganisasian petani, pemetaan lahan terlantar, pembagian lahan, dst.
Bidangnya adalah teknik kimia, biologi, mesin modern dan komputerisasi.
Kendala yang dihadapi berupa kendala politis dan birokrasi. Penguasa tidak punya nyali melakukan landreform.
Kendala teknis, dimana alih teknologi dari negara modern yang tidak mudah dan rela mentransfer mesin-mesin mereka yang mahal dan dilindungi hak cipta untuk diberikan ke negara berkembang. Ini bisnis yang sexy.


Kendala keduanya sama-sama sulit sesungguhnya. Jika landrefrom ditinggalkan karena dianggap sebagai ide kuno, pada agroindustri kendalanya adalah sulitnya transfer teknologi pengolahan pangan dari negara maju ke negara berkembang. Karena itulah, untuk CPO misalnya kita harus mengekspornya tanpa diolah lagi. Demikian pula untuk karet dimana kita baru mampu sampai membuat sheet dan pengalahan primer belaka. *******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar