Kamis, 26 Januari 2017

Varietas Padi Hibrida vs Nonhibrida (Inbrida)

Varietas hibrida memberi harapan baru yang sangat menarik, karena mampu berproduksi lebih tinggi. Kita telah mengenal lama kelapa hibrida, lalu jagung hibrida yang sudah sangat marak digunakan petani jagung, dan terakhir ramai pula padi hibrida. Beberapa pihak begitu bersemangat untuk buru-buru mengaplikasikan benih hibrida, yang digadang-gadang  sebagai solusi paling jitu untuk swasembada Indonesia. Tapi, apa sebenarnya kelebihan dan kekurangan benih hibrida?

Perbedaan utama antara hibrida dan nohibrida adalah pada proses produksi beinh.  Generasi F1 padi hibrida dihasilkan dari persilangan antara dua galur atau varietas homozigot yang menggunakan galur mandul jantan.  Galur mandul jantan (cytoplasmic male sterile) mempunyai polen steril, sehingga hanya dapat menghasilkan benih apabila terjadi persilangan atau mendapat polen normal (fertil) dari galur atau varietas lain. 

Karena melibatkan galur mandul jantan, produksi benih hibrida berbeda dengan produksi benih padi inbrida.  Untuk padi hibrida sistem tiga galur,  tetua terdiri atas galur mandul jantan (A), galur pelestari (B), dan galur pemulih kesuburan (R).  Produksi benihnya mencakup dua tahap, yaitu produksi benih galur tetua dan produksi benih hibrida.  Produksi benih galur A dilakukan melalui persilangan antara galur A dengan galur B, sedangkan produksi benih galur B dan R dilakukan seperti produksi benih padi inbrida secara normal.  Produksi benih hibrida dilakukan melalui persilangan antara galur A dengan galur R. 

Dari segi teknologinya, memang produksi benih hibrida lebih sulit, sehingga perlu pelatihan khusus. Untuk padi, penggunaan benih hibrida disukai karena menjanjikan produktivitas lebih tinggi, efisien dalam penggunaan benih,  umur tanaman lebih pendek, dan juga tahan beberapa hama dan penyakit tertentu.

Perbedaan karakter benih padi nonhibrida dengan hibrida
Varietas inbrida
Varietas hibrida

Benihnya diperoleh dari persilangan biasa atau secara tradisional. Untuk benih generasi berikutnya, petani bisa menyeleksi sendiri dari hasil produksi sebelumnya, biasanya dengan memilih bulir yang paling bagus dari tanaman yang paling kokoh dan malai yang lebat.

Tekniknya lebih rumit. Individu generasi pertama (F1) diperoleh dari kombinasi persilangan dengan melibatkan galur mandul jantan sitoplasmik, galur pelestari, dan galur pemulih kesuburan. Produksi benih melalui dua tahap, yaitu produksi galur tetua, lalu produksi benih hibrida.
Produksi rata-rata 5 sampai 7 ton per ha
Potensi hasil lebih tinggi dari varietas unggul inbrida. Di atas 9 ton per ha.
Contohnya adalah varietas Ciherang, Cisadane, IR-64, Memberamo, Ciherang dan Sintanur.
Varietas Inpari 1 hingga Inpari 13, Inpago, Inpara, Arize, Intani 1, Intani 2, PP1, H1, dan Bernas Prima.
Dikembangkan sudah lama semenjak awal Bimas tahun 1960-an.
Ramai di akhir tahun 2000-an. Tahun 2009 misalnya ada 500 ribu ha penanaman padi hibrida di 20 propinsi di Indonesia.
Petani tidak terlalu bergantung kepada produsen benih swasta. Benih bisa dari hasil petani sendiri dari musim sebelumnya, dengan kemampuan hasil yang tidak banyak menurun.
Petani tergantung kepada produsen benih setiap musimnya. Ini lah alasan beberapa pihak menolak penggunaan benih padi hibrida di Indonesia. Perbanyakan benih hanya bisa dilakukan mereka yang ahli (misalnya peneliti).
Penggunaan benih lebih banyak, namun pupuk lebih sedikit.
Sebaliknya, benih lebih sedikit, namun perlu pupuk lebih banyak. Kebutuhan pupuk lebih banyak karena daya adaptasi lingkungannya rendah, dan pemeliharaan juga harus lebih berhati-hati. Lebih manja.
Lebih kuat terhadap serangan hama dan cekaman lingkungan (misalnya terendam atau kekeringan). Tiap varietas punya kelebihan masing-masing.
Kelemahannya mudah terserang hawar daun bakteri (kresek), hawar pelepah, blast, wereng, sundep, beluk, dan ulat.
Harga benih lebih murah, sekitar Rp 5.000-8.000 per kg.
Sekitar Rp. 45.000 per kg, bahkan lebih.


 *****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar