Minggu, 15 Januari 2017

Relasi Individual vs Relasi Kolektif



Relasi Individual vs Relasi Kolektif Dalam Menjalankan Usaha Pertanian

Kita pun dapat mengidentifikasi adanya relasi individual dan relasi kolektif di dunia nyata. Sebenarnya kedua ini eksis, dan tidak bisa kita katakan yang satu lebih baik dari yang lain. Sayangnya, selama ini kita langsung bersepakat bulat bahwa segala kebutuhan petani harus dijalankan berupa tindakan kolektif dan harus dalam organisasi formal. Padahal, sebagaimana tabel di bawah ini, untuk tiap urusan usaha ada pilihan mau dijalankan secara individual atau secara kolektif.

Semestinya, cara berfikir pemerintah, dan pihak pemberdayaan lain adalah: apa urusan petani yang harus dibantu, lalu bagaimana cara membantunya? Apakah petani bisa mengerjakan sendiri secara individual, ataukah harus melalui organisasi formal? Malangnya, kita tidak pernah mau bertanya itu. Kita sekonyong-konyong langsung menginginkan bahwa pokoknya semua urusan petani harus dijalankan dalam organisasi formal. Padahal selalu ada opsi, sebagaimana tabel berikut.

Berbagai relasi yang harus dijalankan petani dalam usahanya, serta pilihan-pilihan bentuk relasi yang tersedia untuknya

Aktivitas yang dibutuhkan
Menggunakan relasi individual
Menggunakan relasi kolektif
Dipenuhi secara mandiri
Menggunakan relasi individual
Pemenuhan benih
Menggunakan benih sendiri sisa panen sebelumnya
Meminta atau pinjaman dari tetangga, membeli dari kios
Memperoleh dari kelompok tani, Gapoktan, atau koperasi
Pemenuhan pupuk
Khusus untuk pupuk organik dapat membuat sendiri
Umumnya membeli dari kios secara tunai atau mengutang, atau membeli dari kios koperasi meskipun bukan anggota
Mendapatkan bantuan pemerintah secara gratis, atau membeli melalui kelompok tani dan koperasi
Pemenuhan modal
Menggunakan modal sendiri
Meminjam dari tetangga, saudara, pelepas uang ileal, atau mendatangi bank
Meminjam dari koperasi, Gapoktan, atau kelompok tani
Penyediaan lahan
Lahan milik sendiri
Menyewa atau menyakap tanah orang lain, meminjam dari keluarga, atau merambah hutan dan tanah negara meskipun ilegal
Menggunakan tanah komunal keluarga.
Pengolahan lahan
Menggunakan tenaga kerja dari keluarga sendiri, dengan pacul.
Menyewa buruh tani, tenaga hewan, atau jasa traktor
Menggunakan traktor milik UPJA
Penyediaan air irigasi
“Menggiring” air sendiri dari sumbernya, menggunakan pompa air
Mengupahkan orang lain untuk “menggiring” air ke lahannya
Menggunakan organisasi P3A, kelompok tani, atau kelompok swakelola nonformal
Pemenuhan tenaga kerja dalam budidaya
Menggunakan tenaga dalam keluarga sendiri
Menggunakan TK tetangga tanpa dibayar, mencari buruh dengan upah harian atau ceblokan dan bawon
Menggunakan kelompok kerja (julo-julo hari atau sambat sinambat)
Pengolahan hasil
Mengolah sendiri
Menggunakan jasa huller untuk pengolahan gabah, menggunakan tenaga buruh
Diolah secara bersama-sama dalam kelompok tani
Pemasaran hasil
Memasarkan sendiri ke pasar
Menjual ke pedagang di desa, atau ke pedagang di pasar
Menjual melalui koperasi, kelompok tani, gapoktan, atau KUBA
Pemenuhan teknologi
Mencari sendiri di media massa dan bacaan lain
Bertanya ke tetangga, saudara, atau ke petugas PPL
Mengikuti pertemuan penyuluhan di kelompok tani atau di Gapoktan

Dari tabel di atas terlihat bahwa khusus untuk memenuhi sarana produksi misalnya, tersedia berbagai peluang, yaitu dengan menggunakan milik sendiri, membeli dari kios-kios yang ada di desa, maupun dari kios milik koperasi; tergantung kepada kondisi desa bersangkutan. Untuk benih padi dan palawija misalnya, petani banyak yang menggunakan benih sendiri, karena selain harga yang dijual di kios lebih mahal, benih milik sendiri kadangkala juga cukup bagus kualitasnya. Selain dari benih sendiri atau membeli, mereka juga dapat meminjam atau meminta dari tetangganya.
Ada yang kontradiktif. Pemerintah ingin agar semua urusan petani dijalankan dalam kelompok, karena akan lebih murah dan efisien. Tapi anehnya sarana produksi tersedia dimana-mana dan harganya terjangkau. Lha, tentu saja petani ogah masuk kelompok.
Kebutuhan lain yang seringkali juga tidak mampu dipenuhi sendiri adalah permodalan usaha. Pemerintah telah menggulirkan berbagai program untuk memenuhi kebutuhan petani terhadap permodalan, baik berupa skim individu maupun kelompok. Petani memiliki berbagai opsi untuk ini yaitu bisa menggunakan modal sendiri dari hasil sisa panen sebelumnya, meminjam dari saudara dan tetangga, dari pelepas hutang (illegal money lender), serta dari perbankan. Meskipun pemerintah selalu mendorong agar petani menggunakan jasa perbankan, hanya sebagian kecil petani yang menggunakan perbankan karena adanya kendala administrasi dan teknis. Untuk mengatasinya, biasanya pemerintah memberikan pinjaman dan bantuan melalui organisasi-organisasi petani, misalnya kepada kelompok tani dan koperasi. Petani yang dapat memperoleh pinjaman dari koperasi tentu hanya yang tercatat sebagai anggota. Demikian lah seterusnya untuk kebutuhan-kebutuhan lain. *******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar