Kamis, 20 Februari 2025

“Ekonomi kerakyatan” dan “People Economy”

Ada dua makhluk “people’s economy” dalam literatur. Satu, memang hasil pemikiran para akademik luar yang menulis dengan berbahasa Inggris. Yang kedua, adalah tulisan-tulisan yang ditulis orang-orang Indonesia (dosen, peneliti, dll) yang menulis dalam bahasa Inggris, dan semata-mata merupakan terjemahan dari “ekonomi kerakyatan”. Jika dicermati lebih dalam, kedua frasa ini memiliki semangat dan ciri yang sama. Meskipun, Saya belum menemukan dialog antar keduanya. Monggo di cek !

Nah, di subbab ini, Saya akan membandingkan konsep “ekonomi kerakyatan” dengan “people’s economy” yang tipe pertama. Yang memang asli dari sana nya.

Konsep "people’s economy" berfokus pada penciptaan sistem ekonomi yang mengutamakan kesejahteraan dan pemberdayaan semua individu, terutama mereka yang sering terpinggirkan atau kurang beruntung. Pendekatan ini menekankan kepemilikan masyarakat, pengambilan keputusan partisipatif, dan praktik berkelanjutan [1] .

Elemen utamanya  meliputi:

1.     Kepemilikan masyarakat (community ownership). Mendorong kepemilikan lokal atas bisnis dan sumber daya untuk memastikan bahwa keuntungan dan manfaat tetap berada di dalam masyarakat.

2.     Pengambilan keputusan partisipatif (participatory decision-making). Melibatkan anggota masyarakat dalam keputusan ekonomi yang memengaruhi kehidupan mereka, mempromosikan transparansi dan akuntabilitas.

3.     Praktik berkelanjutan (sustainable practices). Memprioritaskan metode produksi dan konsumsi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan untuk memastikan kesejahteraan jangka panjang.

4.     Keadilan ekonomi (economic justice). Menangani ketimpangan dan memastikan distribusi kekayaan dan peluang yang adil.

Beberapa organisasi, misalnya New Economy Coalition di Inggris, berupaya mencapai tujuan ini melalui pendidikan ekonomi, mendukung berbagai inisiatif ekonomi lokal, dan mengadvokasi berbagai kebijakan yang mempromosikan ekonomi yang lebih inklusif dan adil.

“The term “people economy” generally refers to an economic system that emphasizes the role of people in driving economic activities and growth”. (Istilah “people economy” secara umum mengacu pada sistem ekonomi yang menekankan peran rakyat dalam mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi). Sistem ini berfokus pada bagaimana individu dan masyarakat berkontribusi dan mendapatkan manfaat dari proses ekonomi melalui pekerjaan, konsumsi, dan interaksi sosial mereka. Kesejahteraan dan produktivitas individu merupakan hal penting bagi keberhasilan ekonomi.

Konsep ini mengedepankan aspek-aspek humanisme, yakni:

Budaya tempat kerja, yang menciptakan lingkungan yang menumbuhkan kreativitas dan produktivitas.

Teknologi, memanfaatkan perangkat untuk meningkatkan efisiensi dan hasil.

Ruang kerja fisik, desainruang yang mendukung kinerja dan kesejahteraan


Menurut Anthony Painter (2017) [2], sudah terlalu lama prioritas politik nasional hanya senang melihat surplus konsumen terjamin tanpa banyak pertimbangan yang lebih luas terhadap kehidupan masyarakat sebagai pekerja dan warga negara. Katanya: “What is required is a fundamental rebalancing”. Yang dibutuhkan adalah penyeimbangan ulang yang mendasar.

Disini, staf dan buruh dilihat sebagai manusia, tidak hanya sekedar tenaga kerja.  Namun, untuk mencapai ini butuh posisi politik. Yakni politik yang menempatkan status, kehidupan, dan peluang pekerja sebagai agenda politik. Satu yang diperjuangkan misalnya tentang batas jam kerja, memberi lebih banyak kekuasaan di tangan pekerja, perpanjangan hak cuti sakit, hari libur, dan upah minimum. people's economy yang modern membutuhkan dua komponen lebih lanjut, yakni pertumbuhan inklusif dan keamanan yang lebih besar. Ini untuk membantu orang mengembangkan kehidupan kerja yang lebih baik, dan pentingnya pengembangan peluang ekonomi lokal.

“New institutions such as local finance and place-based cooperatives will be required to create structures that sustainably support incomes and foster strong individual asset development. …. Inclusive growth and good work are in some ways two sides of he same coin”. (Lembaga baru seperti keuangan lokal dan koperasi berbasis tempat akan diperlukan untuk menciptakan struktur yang secara berkelanjutan mendukung pendapatan dan mendorong pengembangan aset individu yang kuat. Pertumbuhan yang inklusif dan pekerjaan yang baik dalam beberapa hal merupakan dua sisi dari mata uang yang sama).

Ada pula yang memahami dimana “…..people power to change the economy”. Prinsipnya adslah kesetaraan antara pemilik dan pekerja. We envision a world where there is no difference between ‘worker’ and ‘owner‘ [3].

Idenya seperti koperasi yang sering digaungkan Pa Hatta. “Worker-owned cooperatives – businesses that are owned and operated by their workers — are a critical strategy in building community control and community wealth”. Koperasi menjadi milik pekerja, menjadi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh para pekerjanya.

Mimpinya  adalah koperasi pekerja menciptakan lapangan kerja yang berkualitas, dijalankan secara demokratis, dan membangun kekayaan di antara mereka yang membangun nilai bisnis para pekerja. Data membuktikan, koperasi pekerja terbukti dapat ditingkatkan skalanya dan kompetitif di pasar, lebih produktif daripada perusahaan konvensional, lebih tangguh di masa krisis, dan merupakan faktor kunci dalam menghasilkan peluang ekonomi dan menumbuhkan masyarakat yang berpusat pada kesetaraan dan demokrasi [4].

 



[1] Pathways to people’s economy. https://peopleseconomy.org/ dan People’s economy. https://peopleseconomyuk.org/

[2] Anthony Painter. 2017. Foundations of a people's economy. Blog 11 Jul 2017. https://www.thersa.org/blog/2017/07/foundations-of-a-peoples-economy

[4] https://peopleseconomy.org/category/policy-areas/how-we-own-our-workplaces/

*****

(Bagian dari Buku: Syahyuti. 2024. Kesejajaran dan inklusifitas EKONOMI KERAKYATAN, EKONOMI PANCASILA, dan EKONOMI SYARIAH: sebuah catatan pengantar (draft 29 Agus 2024)

https://syahyutiekonomipancasila.blogspot.com/2024/09/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar