Ada dua makhluk “people’s economy” dalam literatur. Satu, memang hasil pemikiran para akademik luar yang menulis dengan berbahasa Inggris. Yang kedua, adalah tulisan-tulisan yang ditulis orang-orang Indonesia (dosen, peneliti, dll) yang menulis dalam bahasa Inggris, dan semata-mata merupakan terjemahan dari “ekonomi kerakyatan”. Jika dicermati lebih dalam, kedua frasa ini memiliki semangat dan ciri yang sama. Meskipun, Saya belum menemukan dialog antar keduanya. Monggo di cek !
Nah, di subbab ini, Saya
akan membandingkan konsep “ekonomi kerakyatan” dengan “people’s economy”
yang tipe pertama. Yang memang asli dari sana nya.
Konsep "people’s
economy" berfokus pada penciptaan sistem ekonomi yang mengutamakan
kesejahteraan dan pemberdayaan semua individu, terutama mereka yang sering
terpinggirkan atau kurang beruntung. Pendekatan ini menekankan kepemilikan
masyarakat, pengambilan keputusan partisipatif, dan praktik berkelanjutan [1] .
Elemen utamanya meliputi:
1.
Kepemilikan masyarakat (community ownership). Mendorong
kepemilikan lokal atas bisnis dan sumber daya untuk memastikan bahwa keuntungan
dan manfaat tetap berada di dalam masyarakat.
2.
Pengambilan keputusan partisipatif (participatory
decision-making). Melibatkan anggota masyarakat dalam keputusan ekonomi
yang memengaruhi kehidupan mereka, mempromosikan transparansi dan
akuntabilitas.
3.
Praktik berkelanjutan (sustainable practices). Memprioritaskan
metode produksi dan konsumsi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan untuk
memastikan kesejahteraan jangka panjang.
4.
Keadilan ekonomi (economic justice). Menangani
ketimpangan dan memastikan distribusi kekayaan dan peluang yang adil.
Beberapa organisasi,
misalnya New Economy Coalition di Inggris, berupaya mencapai tujuan ini melalui
pendidikan ekonomi, mendukung berbagai inisiatif ekonomi lokal, dan
mengadvokasi berbagai kebijakan yang mempromosikan ekonomi yang lebih inklusif
dan adil.
“The
term “people economy” generally refers to an economic system that emphasizes
the role of people in driving economic activities and growth”. (Istilah “people economy” secara
umum mengacu pada sistem ekonomi yang menekankan peran rakyat dalam mendorong
kegiatan dan pertumbuhan ekonomi). Sistem ini berfokus pada bagaimana individu
dan masyarakat berkontribusi dan mendapatkan manfaat dari proses ekonomi
melalui pekerjaan, konsumsi, dan interaksi sosial mereka. Kesejahteraan dan
produktivitas individu merupakan hal penting bagi keberhasilan ekonomi.
Konsep ini mengedepankan
aspek-aspek humanisme, yakni:
• Budaya tempat kerja,
yang menciptakan lingkungan yang menumbuhkan kreativitas dan produktivitas.
• Teknologi, memanfaatkan
perangkat untuk meningkatkan efisiensi dan hasil.
• Ruang kerja fisik,
desainruang yang mendukung kinerja dan kesejahteraan
Menurut Anthony Painter (2017) [2],
sudah terlalu lama prioritas politik nasional hanya senang melihat surplus
konsumen terjamin tanpa banyak pertimbangan yang lebih luas terhadap kehidupan masyarakat
sebagai pekerja dan warga negara. Katanya: “What is required is a
fundamental rebalancing”. Yang dibutuhkan adalah penyeimbangan ulang yang
mendasar.
Disini, staf dan buruh dilihat
sebagai manusia, tidak hanya sekedar tenaga kerja. Namun, untuk mencapai ini butuh posisi
politik. Yakni politik yang menempatkan status, kehidupan, dan peluang pekerja sebagai
agenda politik. Satu yang diperjuangkan misalnya tentang batas jam kerja,
memberi lebih banyak kekuasaan di tangan pekerja, perpanjangan hak cuti sakit,
hari libur, dan upah minimum. people's economy yang modern membutuhkan dua
komponen lebih lanjut, yakni pertumbuhan inklusif dan keamanan yang lebih besar.
Ini untuk membantu orang mengembangkan kehidupan kerja yang lebih baik, dan
pentingnya pengembangan peluang ekonomi lokal.
“New institutions such as local
finance and place-based cooperatives will be required to create structures that
sustainably support incomes and foster strong individual asset development. ….
Inclusive growth and good work are in some ways two sides of he same coin”. (Lembaga baru
seperti keuangan lokal dan koperasi berbasis tempat akan diperlukan untuk
menciptakan struktur yang secara berkelanjutan mendukung pendapatan dan
mendorong pengembangan aset individu yang kuat. Pertumbuhan yang inklusif dan
pekerjaan yang baik dalam beberapa hal merupakan dua sisi dari mata uang yang
sama).
Ada pula yang memahami dimana
“…..people power to change the economy”. Prinsipnya adslah kesetaraan
antara pemilik dan pekerja. We envision a world where there is no difference
between ‘worker’ and ‘owner‘ [3].
Idenya seperti koperasi yang sering
digaungkan Pa Hatta. “Worker-owned cooperatives –
businesses that are owned and operated by their workers — are a critical
strategy in building community control and community wealth”.
Koperasi menjadi milik pekerja, menjadi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan
oleh para pekerjanya.
Mimpinya adalah koperasi pekerja menciptakan lapangan
kerja yang berkualitas, dijalankan secara demokratis, dan membangun kekayaan di
antara mereka yang membangun nilai bisnis para pekerja. Data membuktikan,
koperasi pekerja terbukti dapat ditingkatkan skalanya dan kompetitif di pasar,
lebih produktif daripada perusahaan konvensional, lebih tangguh di masa krisis,
dan merupakan faktor kunci dalam menghasilkan peluang ekonomi dan menumbuhkan
masyarakat yang berpusat pada kesetaraan dan demokrasi [4].
[1] Pathways
to people’s economy. https://peopleseconomy.org/ dan People’s economy.
https://peopleseconomyuk.org/
[2] Anthony
Painter. 2017. Foundations of a people's economy. Blog 11
Jul 2017. https://www.thersa.org/blog/2017/07/foundations-of-a-peoples-economy
[4] https://peopleseconomy.org/category/policy-areas/how-we-own-our-workplaces/
https://syahyutiekonomipancasila.blogspot.com/2024/09/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar