“Involusi pertanian” merupakan gejala
yang hanya ditemukan di Indonesia. Sangat khas Indonesia. Sementara “revolusi
pertanian” merupakan istilah yang sangat umum. Menarik membandingkan dua gejala
yang sama-sama berkahiran dengan “lusi” ini, karena keduanya memang secara diametral
berbeda.
Involusi pertanian adalah penyesuaian
kelembagaan di desa, yang terjadi pada masa feodal, sebagai respon menghadapi
tekanan tanam paksa di Jawa. Sebagaimana hasil penelitian Clifford Geertz, ini
hanya terjadi di Jawa. Ia menyebutnya
sebagai fenomena “involusi pertanian”. Tentu istilah ini bertolak dari
konsep “revolusi pertanian”, namun berkembang ke arah sebaliknya dari yang
diharapkan. Masyarakat yang masih kuat sifat komunalitasnya melakukan adaptasi
organisasi produksi sedemikian rupa, dimana dengan tanah yang tersisa, lembaga
desa menjamin seluruh orang yang menginginkan pekerjaan memperoleh bagian,
sehingga setiap warga terjamin kebutuhan subsistensinya.
Perbedaan
revolusi pertanian dengan involusi pertanian
Revolusi
pertanian
|
Involusi
pertanian
|
Merupakan perubahan atau lompatan besar dalam sektor
pertanian yang dicapai sebuah bangsa
|
Suatu perubahan yang sesngguhnya hanya jalan ditempat.
Tidak ada kemajuan yang berarti.
|
Perubahan struktural dan kultural yang terjadi luas
dan berskala makro, yang merupakan basis peradaban masyarakat.
|
Penyesuaian struktur internal antara pemilik tanah
dengan petani penyakap dan buruh tani. Terjadi di lingkup kecil saja.
|
Misalnya adalah revolusi pertanian Arab dan Revolusi
Pertanian Inggris
|
Hanya berlangsung di pedesaan sawah Jawa pada era
Tanam Paksa pertengahan abad ke 19.
|
Berkenaan dengan penggunaan ilmu pengetahuan yang
lebih maju dibanding era sebelumnya, mulai dari pengetahuan tentang cara
pengklasifikasian tanaman, teknik pengolahan tanah, pengetahuan untuk
mensiasati iklim, dll
|
Merupakan perubahan kecil dalam sistem hubungan
budidaya padi di Jawa, dimana pemilik tanah sawah rela menyerahkan
pengelolaan lahannya kepada penyakap dan buruh tani, untuk dikerjakan secara
bersama-sama dengan jumlah orang yang sesungguhnya lebih dari yang dibutuhkan
untuk sebidang tanah.
|
Faktor pendorong timbulnya adalah kebutuhan
peradaban untuk menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera. Secara spesifik
adalah adanya tekanan penduduk dan semakin meningkatnya kebutuhan untuk
produksi pertanian, yang tidak hanya untuk pangan tetapi juga pakaian.
|
Faktor penyebabnya adalah banyak petani dan pekerja
sementara lahan terbatas akibat tanah diambil paksa penjajah Belanda untuk
ditanam tanaman ekspor. Akibatnya, puluhan pekerja mengerjakan sebidang tanah
sawah yang sempit, sehingga hal yang tidak penting juga dikerjakan. Tujuannya
adalah demi menjamin kebutuhan pangan warga sedesa, agar hasil panen bisa
dibagi untuk mereka.
|
Basisnya adalah kemajuan, peningkatan dan
modernisasi.
|
Basisnya adalah solidaritas sosial, social security dan kewajiban patron
kepada client.
|
Sesungguhnya saat ini, saya bisa
katakan bahwa “involusi pertanian” masih berlangsung, meskipun bentuknya tidak
persis sama dengan yang dulu. Dengan tanah yang semakin sempit, dan penduduk
yang mau bertani masih tetap banyak, maka sepetak lahan dikerjakan oleh jumlah
tenaga kerja yang melebihi kebutuhan teknis. Jika tanggung jawab sosialnya dulu
berada di level pemerintah desa, saat ini semakin individualistis, hanya pada
relasi antara pemilik tanah dengan penyakap, dan di dalam keluarga.
Kita masih sering menemukan sebidang
tanah disakapkan oleh pemiliknya yang sesungguhnya ia masih sanggup menggarap
sendiri. Namun, karena merasa kasihan dan sebagai bentuk kesalehan sosial
menjaga hidup kerabat dan saudaranya, maka ia sakapkan, sehingga lebih banyak
orang yang dapat memperoleh berkah dari tanah tersebut. Adalah fakta yang umum,
orang tua membagi tanahnya (disakapkan) ke anak-anaknya jika tidak ada lagi
pekerjaan yang bisa dikerjakan anaknya. Padahal sesungguhnya si orang tua belum
ingin istirahat dan masih mampu mengerjakan sendiri sawahnya. Artinya, solidaritas
sosial di masyarakat masih kuat, namun bentuknya lebih primordial dan semakin
menyempit.*******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar