Selasa, 17 Juni 2014

Agribisnis vs Agroekologi


Konsep “agribisnis” begitu mempesona Indonesia. Mulai petani gurem sampau menteri dan presiden begitu yakin agribisnis adalah jawaban dan solusi untuk Indonesia. Setelah 2-3 dekade ramai, sekarang mulai timbul ide-ide lain. Salah satunya adalah pendekatan “agroekologi”. Beberapa kampus mulai melirik ide ini.

Beberapa suara sumbang mulai terdengar tentang agribisnis. Sesuai dengan ciri dasarnya, maka agribisnis akan menimbulkan spesialisasi pada tiap lininya, mulai dari hulu sampai hilir. Agribisnis mendorong tumbuhnya perkebunan-perkebunan, sampai terwujudnya food estate. Melalui agribisnis, pertanian diproduksi secara industri, dalam jumlah sebanyak-sebanyaknya dengan ukuran seragam dan bersifat monokultur, penerapan mekanisasi pertanian hingga bio-teknologi. Maka, berbagai kerusakan lingkungan akan mengikutinya.

Agribisnis juga memunculkan pasar bebas di dunia pertanian, agar tidak muncul hambatan dalam transaksi antar lini agribisnis. Akibatnya, bertani bukan lagi untuk kehidupan, tapi untuk memproduksi komoditas. Selanjutnya pemodal kuat akan menguasai pasar pertanian sehingga petani kecil hanya menjadi bagian dari elemen agribisnis saja (buruh murah misalnya). Terjadinya ekspansi usaha besar-besaran perusahaan-perusahaan transnasional (TNCs) ke negara-negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam namun masih kurang mapan dalam segi ekonominya. Upah yang rendah di negara-negara berkembang dan alam yang asri,  begitu menggiurkan. Apalagi kita menghamparkan karpet merah tebal untuk swasta-swasta besar yang kita hormati dengan sebutan “para investor”.

Mereka yang galau dengan perkembangan ini mencari opsi lain, salah satunya adalah ke “agroekologi”. Mungkin juga bukan sesuatu yang baru-baru amat, karena ide dasarnya adalah tentang keselarasan dengan lingkungan. Ide ini  bahkan sudah berkembang jauh sebelum orang tergila-gila dengan “agribisnis”.

Sebagaimana juga “kedaulatan pangan”, “agroekologi” merupakan konsep yang diciptakan oleh organisasi La Via Campesina. La Via Campesina adalah organisasi petani internasional yang memiliki anggota di puluhan negara yang tersebar di seluruh dunia, dan berupaya menawarkan solusi atas sepak terjang korporatisasi agribisnis yang mulai mengkhawatirkan. La Via Campesina percaya bahwa kaum tani di seluruh dunia memiliki potensinya masing-masing yang khas. Sebagai organisasi yang berbasis kaum tani, La Via Campesina bertanggung jawab untuk menumbuhkembangkan kebanggaan, rasa percaya diri dan kemandirian kaum tani.
 
Perbedaan antara pendekatan agribisnis dengan agroekologi
 
Agribisnis
Agroekologi
 
Bertani sebagai bisnis. Komoditas pertanian adalah objek bisnis, untuk mencari keuntungan.
 
Adalah penerapan konsep dan prinsip ekologi dalam merancang dan mengelola keberlanjutan, keanekaragaman hayati, dan ekositem pertanian yang berkeadilan.
Dapat disebut dengan “Ilmu Bisnis Pertanian”
“Ilmu Lingkungan Pertanian”
Tujuan dasarnya adalah manajemen dalam mengelola usaha pertanian sehingga menguntungkan bagi pelakunya.
Tujuan pokoknya adalah melawan dominansi korporatisasi agribisnis yang merajalela dan menyingkirkan petani-petani kecil, dan menjebak mereka sebagai buruh tani seumur hidup
Lahan dikontrol perusahaan besar
Lahan dikontrol petani-petani kecil yang banyak
Aktor utama adalah perusahaan (private)
Aktirnya adalah masyarakat secara kolektif
Dalam hal pengelolaan kehutanan menggunakan konsep “Industrial Forestry
People Forestry
Dalam hal peternakan menggunakan konseo “Industrial Husbandry
Food Integrated Husbandry
Berusaha untuk dipasarkan
Prosumen
Basis teknologi yang digunakan adalah revolusi hijau yang terbukti banyak merusak lingkungan.
Agroekologi, menjaga kesuburan lingkungan.
Pola pertanaman monokultur industrial skala luas
Polikultur skala kecil ekologis
Dasarnya adalah kebijakan neoliberal yang datang dari WTO, FTA, EPAs, World Bank, dan IMF
Semangat dunia yang berkeadilan sosial, new emerging forces, dan solidaritas
Mengandalkan energi fosil
Desentralisasi energi, mengutamakan tenaga manusia
Konsep yang digunakan adalah agribisnis dan ketahanan pangan
Kedaulatan pangan (food sovereignity)
Ciri teknologinya input tinggi dan memanipulasi alam
Hemat input dan biaya, pengurangan resiko kegagalan, cocok untuk lahan marjinal, pertanian rakyat, untuk pemenuhan nutrisi, kesehatan, dan lingkungan.
Kemandiriannya rendah
Kemandirannya tinggi
Cakupan keilmuan yang digunakan menyempit. Agribisnis hanya bagian dari ilmu ekonomi
Melebar dan mengembang. Menggunakan berbagai ilmu (interdisiplin) mulai dari biologi, fisika, ekonomi dan antropologi

 
Ekologi sesungguhnya adalah ilmu tua. Ia berbicara tentang hubungan antara organisme dengan lingkungan. Ekologi sebagai suatu ilmu mencari latar belakang penjelasan yang sama untuk fenomena yang serupa dalam berbagai ekosistem yang sangat berlainan satu sama lain. Ekologi bersifat inter-disiplin, karena untuk dimengerti harus ditarik beberapa pengertian. Teori ekologi disarikan dari banyaknya teori yang luasnya terbatas.

Agroekologi adalah keseluruhan pengetahuan yang berkaitan dengan hubungan total antara organisme dengan lingkungannya yang bersifat organik maupun anorganik. Agroekologi lebih mementingkan faktor lingkungan dan budidaya lingkungan. Karena itu, pertanian berpola agroekologi secara keseluruhan melibatkan banyak faktor, terutama manusia, hewan (hewan besar dan bahkan jasad renik), lahan (ketinggian, tanah, air, dan tanaman), dan iklim (sinar matahari, suhu, kelembaban, angin, dan curah hujan). Agroekologi merupakan gabungan tiga kata, yaitu agro (=pertanian), eko atau eco (=lingkungan), dan logi atau logos (=ilmu). Secara sederhana, agroekologi dimaknai sebagai ilmu lingkungan pertanian.

Agroekologi lebih menekankan pentingnya memperhatikan faktor lingkungan dalam budidaya pertanian. Pertanian bukan sekedar interaksi antara petani dengan tanamannya. Konsep agroekologi mengenal model pengelolaan berdasar kondisi agroekologi yang bersifat spisifik. Masing-masing lokasi dapat berbeda kondisi agroekologinya, sehingga memerlukan manajemen/pengelolaan yang berbeda pula. Konsep pengelompokan agroekologi ini sering disebut sebagai Zone Agroekologi (Agroecological Zone).

Agroekologi mengembangkan agroekosistem dengan tingkat ketergantungan minimal atas input eksternal, sehingga mengoptimalkan interaksi dan sinergi antara komponen biologi. Hal ini akan menyediakan mekanisme bagi sistem kesuburan tanah, produktivitas dan perlindungan tanaman. Agroekologi menjawab kebutuhan teknologi bagi petani kecil. Sistem agroekologi ini sudah sesuai dan sejalan dengan kriteria pengembangan teknologi bagi petani kecil. Kriteria tersebut adalah berbasikan pengetahuan lokal dan rasional; layak secara ekonomi dan dapat diakses dengan menggunakan sumber-sumber lokal; sensitif pada lingkungan, nilai sosial dan kebudayaan; mengurangi resiko dan bisa diadaptasi oleh petani; serta meningkatkan secara keseluruhan produktivitas dan stabilitas pertanian.

Pelaksanaan sistem agroekolologi ini akan memberikan perubahan drastis yang sangat positif bagi petani kecil. Agroekologi juga akan semakin membuat petani kecil mandiri karena tingkat kemandirian yang semakin tinggi dalam memproduksi pupuk, benih, dan pengendali hama sendiri. Satu hal yang berbeda, mereka bertani bukan semata-mata untuk dijual, tapi untuk dikonsumsi demi meningkatkan gizi keluarga. Jika pada satu pagi di kandarng terkumpul 10 butir telur, maka 2 atau 3 di antaranya untuk dimakan sendiri. Bukan demi mendapat uang tunai, lalu gizi terabaikan. Demikianlah prinsip agroekologi. *******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar