Dalam literatur lama, dibahas dengan
serius siapa “peasant” dan siapa “farmer”. Membandingkan petani kecil dengan petani besar,
tidaklah kongruen dengan membandingkan antara peasant dengan farmer.
Wilayah pembentukannya berbeda sehingga alam yang membentuknya berbeda pula. Pada yang pertama, kesadaran adanya
“petani kecil” lahir setelah konsep “petani besar” dan pertanian modern ada. Dunia akademis yang telah “melahirkan”
mereka, walau faktanya sejak dulu sudah eksis. Sementara pada peasant vs farmer beda. Keberadaan peasant
telah dikenali dan dipahami terlebih dahulu, baru kemudian farmer. Sementara
kalangan ekonomi hanya membagi petani atas skalanya
saja: petani besar dan petani kecil.
Ada perdebatan yang cukup dalam tentang
bagaimana sesungguhnya antara peasant
dan farmer. Cukup berat usaha yang
telah dilakukan untuk membangun pengetahuan apa yang dimaksud dengan peasant tersebut. Menurut Wolf,
seorang antroplog, peasant adalah
suatu kelompok masyarakat dengan kegiatan utama bertani, sebagai bentuk
transisi antara masyarakat primitif (tribe)
ke masyarakat modern. Tampak bahwa ia menggunakan pendekatan evolutif dalam
pengkategorian ini. Merujuk pada kalangan antropologi dan sosiologi, kita akan
temukan ada banyak ragam arti “petani” yang pernah dikemukakan. Menurut Kurtz (2000), ada empat dimensi pokok yang diacu dalam beragam
kombinasi oleh pakar berbeda-beda dalam upaya mendefinisikan arti petani
(sebagai “peasant”). Ada lima dimensi
- dan lima kelompok ahli - berbeda yang
digunakan untuk melihat petani, yaitu: yang melihat petani sebagai pengolah
tanah di pedesaan (“rural cultivators”)
dengan berpegang pada “teori pilihan rasional”; dimensi yang melihat “komunitas
petani”sebagai “lawan dari pola budaya “urban”; petani merupakan elemen pokok
yang menghidupi komunitas desa meskipun mereka tersubordinasi oleh kekuasaan
luar; dari pengikut Marx yang melihat
petani sebagai pihak yang menguasai dan memiliki tanah; serta para ahli yang
mengacu pada keempat dimensi sekaligus mengikuti teladan Max Weber. Contoh ahli
untuk tiap kategori secara berturut-turut adalah Samuel L. Popkin, Robert Redfield,
James C. Scott, E. Wolf, dan Moore.
“Peasant” dan “farmer” memiliki konotasi
dan atribut yang sangat berbeda. Secara mudahnya, “peasant”
adalah gambaran dari petani yang subsisten, sedangkan “farmer” adalah petani modern yang berusahatani dengan menerapkan
teknologi modern serta memiliki jiwa bisnis yang sesuai dengan tuntutan
agribisnis. Upaya merubah petani dari karakter peasant menjadi farmer
itulah hakekat dari pembangunan atau modernisasi.
Perbedaan ciri antara peasant dan farmer
Peasant
|
Farmer
|
Adalah petani kecil, para penyewa
tanah (tenants), penyakap (sharecroppers), serta buruh tani dan petani tuna kisma. Dalam
kebijakan formal pemerintah mereka tidak “diurus”, bantuan pun mereka jarang
dapat karena mereka tidak masuk kelompok tani.
|
Petani pemilik, pemilik tanah yang
tidak harus bertani secara langsung. Mereka bertani dengan menggunakan logika
bisnis.
|
Mereka mengelola pertanian subsisten
|
Mengelola pertanian komersial dengan
orientasi bisnis
|
Tujuan bertani utamanya untuk
memenuhi kebutuhan sendiri, sisanya baru
dijual. Mereka menanam padi yang rasa nasinya mereka senangi, meskipun di
pasaran kurang laku.
|
Bertani untuk memenuhi kebutuhan
pasar, sehingga apa yang ditanam dan bagaimana kualitas yang akan diproduksi
sesuai dengan kemauan konsumen.
|
Terdapat di Asia dan Afrika, dan
umumnya pada negara sedang berkembang yang reforma agrarianya tidak berjalan
|
Mereka ada di Eropa dan negara maju
lainnya. Menguasai lahan yang luas-luas, menggunakan teknologi tinggi, dan
mesin-mesin.
|
Mereka ingin dimajukan menjadi petani
modern, karena dianggap aib bagi negara.
|
Petani jenis ini membanggakan negaranya
|
Literatur lain menyebut peasant sebagai farmhands,
growers, sharecoppers, sharefarmers, smallholders, tenant farmer, husbandman, granger, dan
sodbuster. Meskipun berada pada level bawah,
sesungguhnya merekalah yang menggerakkan pertanian. Kultur yang melekat pada peasant biasanya adalah sikap
kerjasamanya satu sama lain, usahatani kecil, dan menggunakan tenaga keluarga
sendiri (Stefan, 1997).
Saat ini, petani yang berkarakter peasant
masih tetap eksis. Selaras
dengan makna dari peasant, kita
mengenal istilah “petani subsisten”. Petani
subsisten (subsistence farmer) adalah
mereka yang “… earns very little from his
farming activities”. Aktifitas usahatani semata-mata adalah untuk
konsumsi sendiri. Dalam konsep “petani subsisten” dipercaya bahwa suatu saat mereka akan
meninggalkan usahatani tersebut jika ada
peluang lain.
Satu gambaran tentang masyarakat petani
yang perlu dipelajari adalah tulisan Chayanov. Menurut Chayanov, ciri khas
ekonomi rumah tangga petani adalah penggunaan tenaga kerja keluarga dalam
usahatani bukan untuk mengejar produksi (ekonomi kapitalis), namun untuk
mencapai kesejahteraan bagi anggota rumah tangga. Dalam bentuk ini, unsur-unsur biaya produksi
dinyatakan dalam unit-unit yang tidak dapat diperbandingkan dengan apa yang
terdapat dalam perekonomian kapitalis. Intinya adalah, bahwa untuk memahami,
menganalisis, maupun mengembangkan petani haruslah bertolak dari pandangan yang
khusus. Jika kita terima pandangan ini, berarti kita harus mengembangkan “ilmu
ekonomi pertanian” yang tidak merupakan turunan dari “ilmu ekonomi industri”.
Ukuran rasionalitas juga digunakan untuk membedakan antara “peasant” (petani yang subsisten) dan “farmer” (petani modern yang berjiwa
bisnis). Upaya merubah petani dari karakter peasant
menjadi farmer inilah hakekat
dari pembangunan atau modernisasi dalam bidang pertanian. Di dalamnya tercakup
upaya menanamkan konsep dan prinsip rasional ke dalam diri petani. Salah satu
ciri peasant adalah adanya hubungan
patron-klien dalam masyarakatnya, dimana petani kaya menjadi patron, dan petani
kecil adalah klien yang ada dalam posisi tersubordinasi (Scott, 1994).
Dapat dikatakan, sampai saat ini, upaya mempelajari apa yang dimaksud
dengan “petani” belumlah selesai. Perdebatan tersebut timbul disebabkan pula
karena perbedaan metodologi dalam mempelajarinya. Selain itu, sikap kita yang suka
berfikir hitam
putih pun perlu kita tanyakan ulang. Apakah peasant
memang harus disingkirkan? Apakah tidak mungkin farmer
tetap berjalan seiring dengan peasant? *******
*****